Metodelogi Kuantitatif Administrasi Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan kualitas guru harus dilaksanakan secara terencana, efektif, efisien dan komprehensif. Kualitas yang dimiliki guru adalah sangat penting guna meningkatkan kinerja guru yang dapat memberikan kontribusi dalam pendidikan. Keberhasilan pendidikan justru diukur dari besar kecilnya kontribusi pendidikan bagi peningkatan kesejahteraan hidup manusia. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan warga negara demokratis serta bertanggung jawab.

Praktisi pendidikan menyadari bahwa kualitas masa awal anak (early chilhood) termasuk masa prasekolah merupakan cermin kualitas bangsa di masa yang akan datang. Khususnya para orang tua makin lama makin menyadari betapa pentingnya hubungan orang tua anak yang kelak akan mewarnai hubungan anak dengan lingkungannya, teman sebaya, guru maupun atasannya.
Kota Banda Aceh, dalam derap pembangunan sejalan dengan UU No.22 Tahun 2003 tentang pemberian otonomi daerah, memberikan perhatian cukup besar dalam bidang pendidikan. Hal ini dapat dicermati dengan kebijakan pemerintah daerah yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam pembangunan. Kemajuan pendidikan di Kota Banda Aceh dalam tahun terakhir ini cukup menggembirakan. Dengan penempatan prioritas pembangunan pada bidang pendidikan ini, telah mendorong makin maraknya suasana belajar di berbagai jenis dan jenjang pendidikan dan mulai menjangkau ke pelosok daerah.
Sejalan dengan kebijakan peningkatkan mutu pendidikan yang lebih dikhususkan pada peningkatan kualitas pembelajaran di kelas, maka upaya pengelolaan sekolah memegang peranan yang sangat penting, karena sekolah merupakan tempat terlibat langsung dalam menangani dan melaksanakan proses belajar mengajar, maka sekolah memiliki kewenangan kemandirian yang lebih besar dalam rangka mengelola sekolahnya (menetapkan sasaran peningkatan mutu, dan melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu), memiliki fleksibilitas pengelolaan sumber daya sekolah, dan memiliki partisipasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan sekolah. Menurut Patmonodewo (2003:43) “Dalam undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 12 Ayat 2 menyebutkan “Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diselenggarakan pendidikan prasekolah, adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk mengembangkan pribadi, pengetahuan, dan keterampilan yang melandasi pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan asas pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup”.
Kepala Sekolah merupakan jabatan kunci sebagai penentu, penggerak dan pendayagunaan semua sumber daya yang ada agar dapat berfungsi secara optimal dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. Menurut Depdiknas (2003:4) “Adapun upaya peningkatan kualitas tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan leadership dan manajerial kepala dalam menjalankan fungsinya. Fungsi kepala sekolah adalah sebagai pemimpin, sebagai administrator, dan sebagai supervisor di sekolahnya”.
Selanjutnya guru merupakan salah satu komponen dalam pendidikan mempunyai peran yang dominan dalam peningkatan mutu pendidikan, karena guru adalah orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran anak di kelas. Agar proses pengajaran efektif, maka guru-gurunya juga harus berkualitas. Peningkatan kualitas guru dapat ditempuh melalui berbagai cara, antara lain pelatihan-pelatihan, seminar, penelitian, melanjutkan studi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi (S2). Faktor lain juga tidak kalah pentingnya dalam upaya peningkatan kualitas guru dalam melaksanakan fungsinya secara optimal adalah supervisi dari kepala sekolah terhadap kinerja guru.
Dengan adanya supervisi tersebut dapat memberikan layanan dan bantuan untuk mengembangkan situasi bagi peningkatan kinerja guru dalam proses pembelajaran. Menurut Sahertian (2004:78) bahwa “fungsi utama supervisi pendidikan diarahkan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran yang berkesinambungan yang dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kadar pengalaman profesi yang berkualitas”.
Berdasarkan kenyataan ini, maka dapat ditentukan peranan supervisi yaitu membantu, memberi dukungan, mengajak dan mengikutsertakan semua komponen yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk bertindak selaras dengan program perbaikan pengajaran, pengembangan kurikulum dan peningkatan staf pengajaran.
Supervisi kepala sekolah dapat berpengaruh terhadap kinerja guru dalam proses pembelajaran, sebab dengan adanya supervisi kesulitan dan masalah yang dihadapi guru dapat diselesaikan dengan baik. Melalui pelaksanaan supervisi yang efektif, kepala sekolah dapat mengontrol, membina, mendorong dan memotivasi guru-guru untuk melaksanakan tugasnya yang lebih berkualitas. Temuan awal penelitian menunjukkan bahwa kepala sekolah melakukan supervisi mengajar di Sekolah Dasar 26 Meulaboh dalam satu semester rata-rata seminggu sekali. Berdasarkan kenyataan itu, kegiatan supervisi tersebut sudah dilaksanakan secara efektif baik dalam mekanisme pelaksanaan, implementasi dari hasil supervisi, maupun dalam hal kemampuan atau profesionalisme dari pelaksanaan supervisi tersebut.
Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa peningkatan kinerja guru tidak terlepas dari pelaksanaan supervisi pendidikan. Sehubungan dengan pentingnya peningkatan kinerja guru ini, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah Terhadap Kinerja Guru pada Sekolah Dasar 26 Meulaboh”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pengaruh supervisi yang dilakukan kepala Sekolah terhadap kinerja guru pada Sekolah Dasar 26 Meulaboh?”

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini untuk mengetahui: Pengaruh positif dan signifikan supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru pada pada Sekolah Dasar 26 Meulaboh.

D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah: Terdapat pengaruh positif dan signifikan supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru pada Sekolah Dasar 26 Meulaboh”.
E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna baik secara teoretis maupun praktis, yaitu:
1. Manfaat teoretis
Manfaat teoretis ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan memperluas kajian ilmu administrasi pendidikan yang menyangkut pengaruh supervise kepala Sekolah terhadap kerja guru, serta dapat menambah konsep baru yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan penelitian lebih lanjut bagi pengembangan ilmu administrasi.

2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis adalah:
a. Sebagai bahan masukan bagi supervisi pendidikan untuk menyusun program pengembangan kinerja guru di sekolah pada masa yang akan datang.
b. Dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi kepala sekolah untuk meningkatkan pengawasan terhadap kerja guru dalam rangka meningkatkan motivasi dalam proses pembelajaran.
c. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Dinas Pendidikan untuk membuat suatu kebijakan dalam bidang supervisi.

F. Landasan Teoretis

1. Pengertian Supervisi Pendidikan

Supervisi berasal dari bahasa Inggris terdiri dari dua kata yaitu : super yang artinya “di atas”, dan vision yang artinya “melihat”, maka secara keseluruhan supervisi adalah sebagai “melihat dari atas”. Dengan pengertian itu maka supervisi diartikan sebagai pejabat yang berkedudukan di atas karena berkedudukan lebih tinggi dari guru untuk melihat dan mengawasi pekerjaan guru yang berkedudukan di bawahnya.
Dengan pemahaman ini supervisi yang tradisional memberikan indikasi bahwa: aktivitas inspeksi, dengan maksud seorang pengawas mengawasi dalam pengertian mencari dan menemukan kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki. Konsep seperti ini menyebabkan guru merasa takut, tidak bebas dalam melaksanakan tugas dan merasa terancam kenyamanannya bila bertemu dengan pengawas, karena guru merasa tindakannya ada kemungkinan dapat dipersalahkan.
Sebaliknya pemahaman supervisi secara modern menurut pedoman pelaksanaan kurikulum pendidikan prasekolah Depdiknas (2006:3) adalah keseluruhan usaha yang bersifat bantuan bagi seluruh tenaga kependidikan sekolah untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Supervisi bukan lagi berupa inspeksi dari orang yang merasa serba tahu (supervisor) kepada orang yang dianggap belum tahu (inferior).
Pengertian supervisi yang lebih modern seperti yang diungkapkan oleh Imron (2005:11) adalah: serangkaian usaha bantuan kepada guru dalam bentuk layanan profesional, untuk meningkatkan proses dan hasil belajar. Dalam kaitan ini Alfonso, Firth dan Neveille (1997:43) menjelaskan bahwa :Instructional supervisor is here in defined as : behavior officially by the organization that directly affects teacher behavior in such a way as to facilitate pupil learning and achieve the goal of the organization”.
Istilah supervisi muncul pada awalnya di Barat dan sering digunakan dalam pengelolaan manajemen perusahaan, sehingga supervisi sangat erat kaitannya dengan istilah monitoring dan evaluasi. Namun setelah sistem pendidikan memasuki era modern, maka konsep dan model supervisi dipandang sangat bermanfaat bagi kegiatan dalam dunia pendidikan. Oleh sebab itu, supervisi erat kaitannya dengan pendidikan, istilah supervisi sering diartikan dengan pembinaan yaitu pembinaan terhadap guru dan administrator sekolah. Kegiatan supervisi dilakukan untuk memimpin guru dalam rangka memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru. Menurut Sahertian dalam Mulyasa (2005:156) menjelaskan sebagai berikut:
Supervisi adalah usaha mengawali, mengarahkan, menstimulasi, mengkoordinasi dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pembelajaran. Dengan demikian usaha dapat menstimulasi dan membimbing pertumbuhan tiap siswa secara kontinyu serta mampu dan lebih cakap untuk berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern.

Dalam penjelasan lain disebutkan bahwa pengertian supervisi pendidikan menurut Mc Nerney dalam Sahertian (2004:17) bahwa: supervisi adalah suatu prosedur memberi arah dan mengadakan penilaian secara kritis terhadap proses pembelajaran. Menurut Burton dalam Sahertian (2004:18) mengartikan supervisi adalah sebagai suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Lebih lanjut Mulyasa (2002:156) menjelaskan bahwa:
Supervisi adalah pembinaan yang kontinyu, pengembangan kemampuan profesional, perbaikan situasi pembelajaran, dengan situasi akhir pencapaian tujuan pendidikan dan pertumbuhan siswa. Dengan kata lain dalam supervisi ada proses pelayanan untuk membantu dan membina guru-guru, pembinaan ini menyebabkan perbaikan atau peningkatan kemampuan profesional guru, sehingga tercipta situasi belajar yang lebih baik, yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan siswa.

Selanjutnya Peter F. Oliva dalam Sahertian (2004:18) supervisi pendidikan adalah segala sesuatu yang dilakukan personalia sekolah untuk memelihara atau mengubah apa yang dilakukan sekolah dengan cara langsung mempengaruhi proses pembelajaran dalam usaha meningkatkan proses belajar siswa. Demikian juga menurut Purwanto (2002:76) bahwa :
Supervisi pendidikan adalah segala bantuan dari pemimpin sekolah, yang tentunya kepada perkembangan kepemimpinan guru-guru dan personil sekolah lainnya di dalam mencapai tujuan pendidikan. Ia berupa dorongan, bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru-guru seperti bimbingan dalam usaha dan pelaksanaan pembaharuan-pembaharuan dalam pendidikan dan pembelajaran. Pemilihan alat-alat pelajaran dan metode-metode pembelajaran yang lebih baik, cara-cara penilaian atau evaluasi yang sistematis terhadap proses-proses dari seluruh kegiatan pembelajaran.

Selanjutnya menurut Pidarta (2002:4) bahwa :
Ada tiga unsur penting yang harus diperhatikan dalam melakukan supervisi pendidikan yaitu unsur proses pengarahan, bantuan atau pertolongan dari pihak atasan atau piohak yang lebih memahami, unsur guru-guru dan personalia sekolah lainnya yang berhubungan langsung dengan pembelajaran para siswa sebagai pihak yang diberikan pertolongan, dan unsur proses pembelajaran sebagai objek diperbaiki.

Dari penjelasan di atas, jelas bahwa supervisi pada hakikatnya, bukan sekedar menilai kinerja guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran, karena penilaian itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas supervisi. Supervisi dilakukan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Penilaian kinerja (performance) guru digunakan untuk menetapkan aspek dan cara pengembangan kemampuan guru. Tingkat kemampuan, kebutuhan, minat dan kematangan profesional serta karakteristik personal guru harus dijadikan dasar pertimbangan dalam mengembangkan dan menerapkan program supervisi.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, ada tiga konsep supervisi yang diterapkan dalam memberi pembinaan perbaikan pembelajaran. Pertama, supervisi pembelajaran harus secara langsung mempengaruhi dan mengembangkan prilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran walaupun tidak satupun prilaku supervisi yang baik dan cocok untuk semua guru. kedua, peran supervisor harus didesain bersama-sama dengan guru. Ketiga, tujuan akhir supervisi adalah agar kemampuan guru memfasilitasi siswa ke arah pencapaian tujuan pembelajaran.

2. Pengertian Kinerja

Menurut Mulyasa (2006:136) Kinerja atau Performance dapat diartikan sebagai prestasi kerja, pencapaian kerja, pelaksanaan kerja, hasil kerja atau unjuk kerja. Vroom dalam Mulyasa (2006:136) menyatakan bahwa “kinerja seseorang merupakan fungsi perkalian antara kemampuan (ability) dan motivasi. Pidarta (2003:233) performance atau penampilan kerja bergantung kepada besarnya kemampuan atau kompetensi di kali dengan tingginya motivasi seseorang. Silalahi (2000:29) kinerja adalah bagian kemampuan unjuk kerja karena unjuk kerja merupakan perbandingan keluaran kerja dan perilaku kerja. Wibowo (2007:114) Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Performance bukanlah kerja, melainkan bagaimana seseorang melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan prosedur dan organisasi kerja yang telah ditetapkan.
Kinerja (performance) dapat diartikan sebagai prestasi, hasil atau kemampuan yang dicapai atau diperlihatkan dalam pelaksanaan kerja, kewajiban atau tugas. Pengertian kinerja dapat diartikan sebagai penampilan yang ditunjukkan atau hasil yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok guru pada pereode waktu tertentu dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran yang telah menjadi wewenang dan tanggung jawab seorang atau sekelompok guru berdasarkan prosedur dan aturan yang berlaku untuk kepentingan pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Kemampuan kinerja guru setiap sekolah tidaklah sama, hal ini merupakan delema dalam mencapai tujuan pendidikan secara umum. Guru senantiasa dituntut untuk tanggap terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat sebagai akibat sistem informasi dan perkembangan ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu guru harus berusaha untuk mengembangkan kinerjanya. Pengembangan kinerja guru dapat dilaksanakan sendiri melalui kegiatan dalam melaksanakan tugasnya. Di lain pihak guru merupakan bawahan kepala sekolah, secara langsung berkewajiban mengembangkan kinerjanya.
Pembinaan pada dasarnya berkaitan dengan fungsi dan usaha-usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas manusia dalam suatu proses kerja sama untuk mencapai tujuan. Hal ini dilakukan usaha menciptakan iklim kerja yang dapat mendorong pengembangan potensi individu secara optimal.
Konsep pembinaan kinerja guru harus diarahkan pada upaya peningkatan kualitas. Siagian (2004:186) menjelaskan : Esensi pembinaan bagi karyawan apabila: besarnya pemborosan karena banyak kesalahan yang diperbuat dalam melaksanakan tugas, sering terjadinya kecelakaan, rendahnya produktivitas kerja, kurangnya kegairahan bekerja”. Menurut Siagian (2004:187) menyebutkan bahwa “Pembinaan mengandung makna adalah: 1) pertumbuhan setiap individu guru dalam pekerjaan, 2) meningkatkan kepercayaan diri, 3) memperluas dan memantapkan keterampilan, 4) memperluas/memperdalam pengetahuan sebagai upaya peningkatan serta penyegaran, 5) mempertinggi kesadaran terhadap pekerjaan”. Pembinaan pengembangan kinerja adalah upaya perbaikan kelemahan, yang dilakukan kepada bawahan (termasuk guru)) yang mengacu kepada kepentingan organisasi.

3. Peran Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Kinerja Guru

Salah satu faktor utama dalam pelaksanaan pembelajaran, yang harus mendapat perhatian penting oleh kepala sekolah adalah guru, sebab guru merupakan ujung tombak yang berhadapan langsung dengan peserta didik dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu sangat strategis sekali bilamana dilakukan pemerataan guru baik dari segi jumlahnya maupun mutunya, sehingga relevan dengan kebutuhan pendidikan di lapangan. Sebagaimana dikemukakan oleh Djojonegoro (2005:216) bahwa:
Faktor yang menentukan keberhasilan mutu, selain ditentukan oleh kelengkapan fasilitas juga ditentukan oleh faktor tenaga pengajar. Oleh karena itu, dalam setiap program pengembangan pendidikan, faktor penyediaan dan peningkatan kemampuan tenaga pengajar selalu menjadi komponen utama dalam upaya peningkatan mutu pendidikan. Peningkatan tenaga pengajar itu sendiri masih dapat dibedakan dalam hal jumlah, mutu, dan kesejahteraan. Peningkatan mutu dan kesejahteraan tenaga kependidikan dimaksudkan agar guru-guru dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnya dalam membantu anak didik belajar.

Selanjutnya untuk mengukur kinerja guru menurut Usman (2007:115) adalah:

(1) Tingkat keterampilan. Keterampilan adalah bahan mentah yang dibawa seseorang guru ke tempat kerja: pengetahuan, kemampuan, kecakapan interpersonal serta kecakapan-kecakapan teknis. (2). Tingkat upaya. Upaya dapat digambarkan sebagai motivasi yang diperlihatkan guru untuk menyelesaikan pekerjaan. Meskipun guru memiliki tingkat keterampilan untuk melakukan pekerjaan, mereka tidak akan bekerja dengan baik bila hanya sedikit berupaya atau tidak ada upaya sama sekali. (3) Kondisi-kondisi eksternal. Elemen penentu kinerja adalah tingkat sejauh mana kondisi-kondisi eksternal mendukung produktivitas guru. meskipun seorang guru mempunyai tingkat keterampilan dan upaya yang diperlukan untuk berhasil, guru tersebut mungkin saja tidak berhasil. Hal ini diakibatkan oleh kondisi-kondisi yang di luar kendali guru.

Guru yang bermutu atau berkinerja juga harus didukung oleh peran kepala sekolah. Menurut Pidarta (2005:39) ada beberapa bentuk peran kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru yaitu:
1. Meningkatkan sistem kepemimpinan
2. Memotivasi, mengaktifkan dan mensejahterakan
3. Melaksanakan supervisi
4. Meningkatkan profesi
5. Melaksanakan disiplin.

Untuk lebih jelasnya bentuk peran kepala sekolah akan diuraikan satu persatu sebagai berikut:
1. Meningkatkan Sistem Kepemimpinan

Kegiatan memimpin pembelajaran di sekolah terutama ditentukan kepada guru sebab merekalah yang terlibat langsung dengan proses pendidikan dan pembelajaran. Memimpin pembelajaran di sekolah tidak boleh dipandang sebagai tugas sambilan, melainkan perhatian harus diarahkan sepenuhnya kepada proses kepemimpian itu. Duke dalam Pidarta (2005:40) menjelaskan bahwa:
Kepala sekolah sebagai seorang pemimpin diibaratkan seorang ibu rumah tangga yang setia, yang dengan tekun mencurahkan perhatian dan bekerja, tanpa mengenal lelah dari hari ke hari demi kesejahteraan keluarga secara lahir dan bathin. Demikian pula hendaknya seorang pemimpin pembelajaran haruslah menekuni tugasnya demi kesuksesan belajar siswa sebagai tujuan akhir sekolah.

Kepala sekolah sebagai pimpinan harus bertanggung jawab terhadap bawahannya, terutama guru yang harus diawasi, dibina dan diberikan motivasi agar kinerjanya dalam melakukan aktivitas proses pembelajaran senantiasa terwujud. Dalam hal ini Gorton dalam Purwanto (2004:76) menerangkan sebagai berikut:
Kepala sekolah sebagai pimpinan yang baik adalah merasa terbebani untuk menciptakan kinerja guru, dia tahu bahwa kinerja guru adalah kunci keberhasilan belajar siswa. Oleh sebab itu kepala sekolah yang efektif dalam meningkatkan kinerja guru adalah:
1. Dapat melihat secara akurat problem atau kebutuhan perbaikan pembelajaran.
2. Memiliki wawasan pendidikan yang dinamis/maju.
3. Ahli dalam membuat konsep dan terampil mengubah program.
4. Punya dorongan yang kuat untuk mempengaruhi guru-guru dan menyelesaikan tugas-tugas.
5. Punya komitmen yang kuat untuk memperbaiki pembelajaran.
6. Sangat bernergi dan bekerja dengan giat untuk membimbing, membina guru-guru dalam usaha meningkatkan kinerjanya.
7. Bisa bekerja sama dengan baik dalam waktu yang lama.

Jelas bahwa kepala sekolah yang berperan dalam meningkatkan kinerja guru adalah kepala sekolah yang dapat melihat dan membaca bagaimana situasi sekolah yang sebenarnya terutama keadaan guru dan siswa. Kepala sekolah dalam hal ini harus bisa mengintropeksi diri apakah ia sudah memiliki sikap dan kemampuan yang digambarkan dalam kepemimpinan efektif tersebut. Kepemimpinan kepala sekolah yang berperan dalam meningkatkan kinerjanya tidak hanya terjadi di sekolah saja, tetapi juga terjadi pada setiap tempat proses pembelajaran. Selain di sekolah juga berlangsung di perusahaan-perusahaan tempat para siswa praktik atau magang. Sementara itu menurut Gorton dalam Rusyan (2005:234) menjelaskan bahwa kepemimpinan kepala sekolah yang efektif dalam meningkatkan kinerja guru adalah:
1. Mendukung guru-guru terhadap isu dan problem disiplin siswa. Artinya kalau ada ketidakcocokan antara guru dengan para siswa, kepala sekolah diharapkan membantu menyelesaikannya tanpa merugikan pihak guru.
2. Memperlakukan guru sebagai teman profesi, tidak sebagai bawahan. Hal ini cocok dengan kepemimpinan demokrasi.
3. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan sekolah, juga tentang aktivitas yang melibatkan guru bersangkutan. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dapat meningkatkan harga diri dan dedikasi guru. Lebih-lebih kalau suatu kegiatan akan melibatkan guru tertentu, sangat tidak bijaksana kalau pengambilan keputusannya tidak melibatkan guru bersangkutan.

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah yang berperan aktif dalam meningkatkan kinerja guru adalah kepala sekolah yang memiliki gaya kepemimpinan demokrasi, sebab kenyataan menunjukan guru-guru tidak banyak matang betul dalam ilmu dan keterampilan mengajar, juga dalam dedikasi bekerja dan lain-lain.

G. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian korelasi yaitu penelitian yang berusaha untuk mengetahui hubungan satu variabel atau lebih dengan variabel lainnya. Arikunto (2003:65) mengatakan penelitian korelasi adalah “suatu penelitian yang mencari hubungan antara satu varibel atau lebih dengan variabel lainnya pada suatu kelompok manusia, objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun program, peristiwa pada masa sekarang”. Dimana temuan penelitian ini untuk membuat suatu gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fenomena-fenomena, fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasi dengan pendekatan kuantitatif. Pada dasarnya kuantitatif bertujuan untuk membuat suatu gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fenomena-fenomena, fakta-fakta serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Pada proses tersebut setiap langkah yang dilakukan untuk menggali informasi yang berkenaan dengan supervisi pengawas dan kepala sekolah dan pengaruhnya terhadap kinerja guru, sehingga diharapkan data yang didapat akan lebih lengkap, lebih mendalam dan dapat dipercaya serta lebih bermakna. Penelitian ini adalah penelitian ekspositori-post facto yang bersifat korelasional, dengan melibatkan dua variabel penelitian yaitu variabel bebas yaitu variabel supervisi kepala Sekolah dan variabel terikat yaitu kinerja guru.

H. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah seluruh guru Sekolah Dasar 26 Meulaboh yang dengan jumlah guru 26 orang. Menurut Arikunto (2003:112) jika jumlah subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, jika jumlah subjeknya lebih dari 100 dapat diambil antara 10 – 15% atau 20 – 25%. Karena populasi yang tidak terlalu banyak, maka semua populasi ditetapkan menjadi sampel (total sampel).

I. Teknik Pengumpulan Data
Ada dua macam data yang diperlukan untuk dianalisis dalam penelitian ini yaitu data supervisi kepala sekolah, data kinerja guru. Data-data variabel tersebut masing-masing diperoleh dengan teknik angket dan teknik dokumentasi.
1. Angket yang digunakan itu bersifat tertutup, dimana setiap pertanyaan yang diajukan disediakan empat alternatif jawaban. Angket ini berpedoman pada skala Likert (skala sikap) yaitu: sangat setuju (4), setuju (3), kurang setuju (2) tidak setuju (1).
2. Dokumentasi berupa photo-photo yang digunakan untuk mendukung data angket tentang pengaruh supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru pada Sekolah Dasar 26 Meulaboh.



J. Teknik Analisis Data
Analisis data meliputi penggolongan, interpretasi data atau pemberian makna dan mencari hubungan antar konsep. Analisis data dilakukan secara terus menerus sejak pengumpulan data dan analisis data dilakukan secara induktif.
1. Uji Validitas
Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Dalam pelaksanaan kegiatan ini penulis olah dengan menggunakan metode statistik validitas Product Moment menurut Sudjana (2002:369) sebagai berikut:
n X Y) – ( X) ( Y)
r = ------------------------------------------------
2 – ( 2}{n ( 2) – ( )2}

Dimana:
r = Koefisien korelasi antara X dengan Y
XY = Jumlah hasil perkalian antara X dengan Y
X = Jumlah variabel X
Y = Jumlah variabel Y
X2 = Jumlah variabel X yang dikuadratkan
Y2 = Jumlah variabel Y yang dikuadratkan
n = Jumlah sampel
Data yang terkumpul dalam penelitian ini, diolah dengan menggunakan teknik statistik, baik teknik statistik korelasi maupun teknik analisis inferensial. Teknik statistik korelasi dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang karakteristik populasi. Statistik korelasi yang digunakan adalah distribusi frekuensi, rata-rata hitung, standar deviasi, modus, median dan analisis persentase.

2. Uji Normalitas
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah korelasi antara variabel merupakan model normalitas. Hal-hal yang dilakukan untuk pengujian ini adalah:
1) Regresi normalitas yang ditaksir adalah:
γ= a + bX, Sudjana (2002:315)
Y : Kriterion
a : bilangan konstan
b : koefisien arah
x : prediktor
Uji statistik inferensial dimaksudkan untuk pengujian hipotesis penelitian. Uji statistik inferensial yang digunakan adalah analisis regresi linier sederhana untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh variabel terikat dan variabel bebas.

3. Uji Hipotesis
Kriteria pengujian hipotesis adalah jika t-hitung diperoleh lebih besar dari t tabel maka menerima hipotesis Ha dan menolak hipotesis Ho dan sebaliknya jika t hitung diperoleh lebih kecil dari t-tabel maka menolak hipotesis Ha dan menerima Ho pada taraf signifikan 0,05 atau 95%.
Hipotesis yang diajukan adalah:
Ha = Ada pengaruh antara supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru pada Sekolah Dasar 26 Meulaboh.
Ho = Tidak ada ada pengaruh antara supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru pada Sekolah Dasar 26 Meulaboh.
Langkah selanjutnya perlu diadakan uji hipotesis untuk menentukan signifikan tidaknya koefisien korelasi yang diperoleh dapat dilakukan dengan menggunakan uji-t seperti yang dikemukakan oleh Sudjana (2002:380) sebagai berikut:
√n - 2
t = r -----------
√2 – r2

Dengan derajat kebebasan dk = ( n – 2). Taraf signifikan untuk pengujian α = 0,05 oleh Sudjana (2002:243) mengemukakan : Kriteria pengujian yang berlaku adalah terima Ho jika t < t (1 – α) dan tolak Ho jika t mempunyai harga lain”.


DAFTAR PUSTAKA

Alfonso, Robert dan Firth, Nevelle. (1997). Intructional Supervisi on Abehavior System. New York: Allynand Bacon Inc

Arikunto, Suharsimi. (2003). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Depdiknas, (2003). Perangkat Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Depdiknas (2006). Perangkat Pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Djoyonegoro, W. (2005). Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui SMK. Jakarta: PT. Jayakarta Agung Ofset.
Imron, Ali. (2005). Pembinaan Guru di Indonesia. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Mulyasa, E. (2002). Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2005). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Panduan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Patmonodewo, Soemiarti. (2003). Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Pidarta, Made. (2002). Landasan Pendidikan. Jakarta; Rineka Cipta.

Pidarta, Made. (2003). Perencanaan Pendidikan Partisipatori, dengan Pendekatan Sistem. Jakarta: Rineka Cipta.

Pidarta, Made (2005). Perencanaan Pendidikan Partisipatori, dengan Pendekatan Sistem. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. (2002). Administrasi Pendidikan dan Prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan. Jakarta: Mutiara.

Purwanto, M. Ngalim. (2004). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rusyan, A. Tabrani. (2005). Efisisensi dan Efektivitas Pendidikan di Sekolah. Jakarta: Bandung: Remaja Karya.

Sahertian, A. (2004). Konsep Dasar dan Tehnik Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Siagian, P. Sondang. (2004). Organisasi Kepemimpinan dan Perilaku Adaministrasi. Jakarta: Gunung Agung.

Silalahi, (2000). Azas-Azas Manajemen. Bandung: Bandar Maju.

Sudjana. (2002). Metode Statistika. Edisi Kelima, Bandung: Tarsito.

Usman. Nasir. (2007). Manajemen Peningkatan Kinerja Guru. Bandung: Mutiara Ilmu.

Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Herzberg dan Teori Maslow

Makalah Aves

PERENCANAAN SUMBER DAYA PENDIDIKAN YANG EFEKTIF DAN EFISIEN