Sabtu, 11 Oktober 2025

Si Kancil dan Buaya

Di sebuah hutan yang lebat, hiduplah seekor kancil yang terkenal akan kecerdikan dan sedikit kelicikannya. Namanya sudah dikenal oleh hampir seluruh penghuni hutan.

Pada suatu pagi yang cerah, Si Kancil sedang berjalan-jalan di tepi sungai. Perutnya terasa sangat lapar. Ia membayangkan betapa lezatnya mentimun yang tumbuh subur di seberang sungai itu. Masalahnya, arus sungai sangat deras dan di dalamnya berdiam banyak sekali buaya yang ganas.

Si Kancil berpikir sejenak. Ia tersenyum licik karena sebuah ide cemerlang tiba-tiba muncul di benaknya. Dengan suara lantang, ia berteriak ke arah sungai.

"Hai, Buaya! Keluarlah kalian semua!" seru Kancil.

Tak lama kemudian, muncul seekor buaya besar dari dalam air. Buaya itu membuka mulutnya yang lebar, menunjukkan giginya yang tajam.

"Ada apa, Kancil? Kau mengganggu tidurku! Apa kau datang untuk menjadi santapanku?" tanya Buaya itu dengan nada mengancam.

Si Kancil tidak gentar sedikit pun. Ia memasang wajah serius dan menjawab dengan tenang, "Aku membawa kabar gembira untuk kalian, Tuan Buaya. Aku diutus oleh Raja Hutan untuk menghitung jumlah kalian semua. Raja akan mengadakan pesta besar dan akan membagikan daging segar dalam jumlah banyak. Tapi, daging itu harus dibagi rata sesuai jumlah buaya yang ada di sungai ini."

Mata Buaya itu langsung berbinar mendengar kata "daging segar" dan "pesta besar".

"Benarkah itu, Kancil?" tanya Buaya itu dengan penuh semangat. "Kalau begitu, aku harus memanggil teman-temanku yang lain!"

Buaya itu pun segera menyelam dan tak lama kemudian, muncul kembali bersama seluruh kawanan buaya. Sungai yang tadinya sepi, kini dipenuhi oleh buaya-buaya yang berbaris rapat, berharap segera mendapatkan jatah daging.

"Nah, Tuan Buaya," kata Kancil sambil menunjuk, "agar aku mudah menghitungnya dan pembagian dagingnya adil, kalian harus berbaris rapi membentuk jembatan dari tepi sungai ini sampai ke seberang sana. Aku akan melompati punggung kalian satu per satu sambil menghitung."

Para buaya itu, karena terlalu tergiur dengan iming-iming daging segar, tanpa banyak bertanya langsung menuruti permintaan Kancil. Mereka berbaris rapat, punggung mereka membentuk jembatan di atas air.

Si Kancil tersenyum penuh kemenangan. "Baiklah, aku akan mulai menghitung!"

Lompat! "Satu!" Kancil melompat ke punggung buaya pertama. Lompat! "Dua!" Kancil melompat ke punggung buaya kedua. Lompat! "Tiga!" Kancil terus melompat dengan lincah, menghitung sambil perlahan bergerak mendekati tepi seberang. ...

Setelah akhirnya melompat dari punggung buaya terakhir dan berhasil mendarat dengan aman di seberang sungai, Si Kancil tertawa terbahak-bahak.

"Hahahaha! Terima kasih, Tuan Buaya! Jumlah kalian sudah aku ketahui, tapi sebenarnya aku tidak membawa daging segar apa pun! Aku hanya ingin kalian berbaris agar aku bisa menyeberang sungai ini!"

Wajah para buaya langsung merah padam karena marah. Mereka merasa sangat malu karena telah ditipu mentah-mentah oleh Si Kancil yang kecil itu.

"Dasar Kancil licik! Awas kau!" teriak Raja Buaya, namun sudah terlambat.

Si Kancil sudah berlari kencang menuju kebun mentimun, meninggalkan kawanan buaya yang hanya bisa menggerutu di dalam air. Kelicikan dan kecerdasan Kancil sekali lagi menyelamatkannya dari bahaya.

Pesan Moral: Kecerdikan dapat mengatasi kekuatan, tetapi jangan gunakan kecerdikan untuk menipu dan merugikan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar