Rabu, 18 Desember 2024
Selasa, 10 Desember 2024
Hubungan Intervensi Terapi Wicara Dengan Kemampuan Bahasa Anak Gangguan Pendengaran
Terapi wicara adalah tindakan yang dilakukan oleh terapis wicara untuk membantu seseorang yang mengalami gangguan bahasa bicara dan menelan, tindakan terapi wicara untuk membantu anak dengan gangguan pendengaran disebut dengan intervensi, intervensi adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan atau mengubah
gangguan tertentu, aspek perkembangan anak prasekolah yang harus tercapai salah
satunya adalah perkembangan kemampuan bahasa yang salah satunya bahasa
reseptif. Oleh karena itu penting bagi anak gangguan pendengaran untuk memahami
bahasa reseptif, bahasa reseptif berguna untuk memahami situasi dan kondisi sekitar.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan memberi gambaran tentang
Hubungan Intervensi Terapi Wicara Dengan Kemampuan Bahasa Anak Gangguan
Pendengaran. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan
menggunakan desain penelitian ini adalah cross sectional. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan menggunakan sampel sebanyak 30 responden anak usia 4 tahun dan 4 tahun 11 bulan di Komunitas Difabel Dengar . Hasil: Pada hasil uji spearman rank diperoleh hasil nilai ρ sebesar 0.000 atau nilai ρ < 0.05, memiliki nilai koefisien korelasi sebesar 0.724 yang berada pada kategori kuat dan memiliki arah korelasi yang searah atau semakin meningkat. Kesimpulan: Adanya Hubungan antara intervensi terapi wicara dengan kemampuan bahasa reseptif anak gangguan pendengaran usia 4 tahun sampai 4 tahun 11 bulan, sering mendapatkan intervensi terapi wicara maka akan semakin bagus kemampuan bahasa reseptif anak dengan gangguan pendengaran.
Terapi Anak Terlambat Bicara
Terapi wicara
adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang gangguan
bahasa, wicara dan suara yang bertujuan untuk digu- nakan sebagai landasan membuat
diagnosis dan penanganan. Dalam perkembangannya terapi wicara memiliki cakupan penger- tian yang lebih luas dengan mempelajari
hal-hal yang terkait dengan proses
berbicara, termasuk di dalamnya adalah proses
menelan, gangguan irama/kelancaran
dan gangguan neuromotor organ artikulasi (articulation) lainnya.
Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapi wicara baik di dalam maupun luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terapis wicara memiliki tugas, tanggung jawab, kewenangan serta memi- liki hak secara penuh untuk melaksanakan pelayanan terapi wicara secara profesional di sarana pelayanan kesehatan.
Prosedur kerja terapi wicara secara lebih terperinci diuraikan sebagai berikut: 1) Asesmen, bertujuan untuk mendapatkan data awal sebagai bahan yang harus dikaji dan dianalisa untuk mem- buat program selanjutnya. Asesmen ini meliputi tiga cara, yaitu melalui anamnesa, observasi, dan melakukan tes, di samping itu juga diperlukan data penunjang lainnya seperti hasil pemeriksaan dari ahli lain. 2) Diagnosis dan prognosis, setelah terkumpul data, selanjutnya data tersebut digunakan sebagai bahan untuk mene- tapkan diagnosis dan jenis gangguan/gangguan untuk membuat prognosis tentang sejauh mana kemajuan optimal yang bisa dicapai oleh penderita. 3) Perencanaan terapi wicara, perenca- naan terapi wicara ini secara umum terdiri dari: (a) Tujuan dan program (jangka panjang, jangka pendek dan harian), (b) Peren- canaan metode, teknik, frekuensi dan durasi, (c) Perencanaan penggunaan alat, (d) Perencanaan rujukan (jika diperlukan), (e) Perencanaan evaluasi. 4) Pelaksanaan terapi wicara, pelaksanaan terapi harus mengacu pada tujuan, teknik/metode yang digunakan serta alat dan fasilitas yang digunakan. 5) Evaluasi, kegiatan ini terapis wicara menilai kembali kondisi pasien dengan memban- dingkan kondisi, setelah diberikan terapi dengan data sebelum diberikan terapi.
Teori Malthus
Thomas Maltus mengatakan dalam bukunya yang berjudul “Essay on the principle of population” merumuskan pertumbuhan penduduk dan pembangunan ekonomi sebagai konsep pertambahan hasil yang semakin berkurang (diminishing return). Malthus melukiskan jumlah populasi di suatu negara meningkat sebagai deret ukur. Sedangkan untuk persediaan pangan meningkat menurut deret hitung. Sehingga terjadi ketidakseimbangan laju pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan pangan. Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan migrasi (perpindahan penduduk). Teori Malthus memiliki kelemahan karena tidak memperhitungkan begitu besarnya dampak sosial dan teknologi dalam mengimbangi laju pertumbuhan penduduk (Thomas Malthus, 1789 dalam Situmorang, 2010). Di negara-negara berkembang pertumbuhan penduduk sangat pesat khususnya di daerah perkotaan yang merupakan pusat kegiatan ekonomi. Tingginya pertumbuhan penduduk tersebut disebabkan adanya urbanisasi dari pedesaan menuju perkotaan. Urbanisasi di daerah perkotaan disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan penduduk dan menurunnya angka kematian serta adanya kebijakan ekonomi pemerintah yang lebih fokus tertuju ke kota. Tingginya angka urbanisasi ke kota menyebabkan tidak meratanya distribusi penduduk (Todaro, 2000 dikutip dari Situmorang, 2010).
Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan bagi Generasi Muda sebagai Agent of Change
BELAJAR BERMAKNA AUSUBEL
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaita...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seorang maupun organisasi akan selalu memiliki tujuan...
-
1. Bagaimana sistem informasi manajemen digunakana di seluruh lapisan manajemen pendidikan ? Sekarang ini manusia sud...