Senin, 18 Juli 2022
PENGALAMAN TERBAIK MENJADI GURU DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru dewasa ini berkembang sesuai dengan fungsinya, membina untuk mencapai tujuan pendidikan. Lebih-lebih dalam sistem sekolah sekarang ini, masalah pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan tenaga pengajar perlu mendapat perhatian yang serius. Bagaimanapun baiknya kurikulum, administrasi, dan fasilitas perlengkapan, kalau tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas guru-gurunya tidak akan membawa hasil yang diharapkan. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untukk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru di sekolah adalah memberikan pelayanan kepada para siswa agar mereka menjadi siswa atau anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Melalui bidang pendidikan, guru mempengaruhi aspek kehidupan, baik sosial, budaya maupun ekonomi. Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru merupakan faktor utama yang bertugas sebagai pendidik. Guru memegang berbagai jenis peranan yang mau tidak mau harus dilaksanakannya sebagai guru. Peran guru ini antara lain meliputi guru sebagai pendidik pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaharu, model dan teladan, pribadi dan guru sebagai peneliti dan masih banyak lagi. Untuk lebih memahami masing-masing peran tersebut kami menjelaskan beberapa peran guru dalam makalah ini yaitu guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, pelatih, penasihat, pembaharu, model dan teladan, pribadi dan guru sebagai peneliti.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Guru Sebagai Pendidik
Mendidik berarti mentransfer nilai-nilai kepada siswanya. Nilai-nilai tersebut harus diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari. Mendidik dapat diartikan pula dengan mengantarkan anak didik agar menemukan dirinya, menemukan kemanusiaannya. Selain itu mendidik dapat berarti memanusiakan manusia. Dengan demikian secara esensial dalam proses pendidikan, guru itu bukan hanya berperan sebagai pengajar yang transfer of knowledge tetapi juga pendidik yang transfer of values. Ia bukan hanya pembawa ilmu pengetahuan akan tetapi juga menjadi contoh seorang pribadi manusia.
Guru sebagai pendidik adalah seorang yang berjasa besar terhadap masyarakat dan bangsa. Tinggi rendahnya kebudayaan masyarakat, maju atau mundurnya tingkat kebudayaan suatu masyarakat dan negara sebagian besar bergantung pada pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru. Pekerjaan sebagai guru adalah pekerjaan yang mulia, baik ditinjau dari sudut masyarakat dan negara maupun dari keagamaan. Tugas seorang guru tidak hanya mendidik. Oleh karena itu, untuk melaksanakan tugas sebagai guru tidak sembarang orang dapat menjalankannya. Sebagai guru yang baik harus memenuhi syarat, yang ada dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah untuk seluruh Indonesia, yaitu: (1) Berijazah, (2) Sehat jasmani dan rohani, (3) Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkelakuan baik, (4) Bertanggung jawab, dan (5) Berjiwa nasional.
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus memiliki standar kualitas pribadi teretentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui, serta memahami nilai, moral dan social serta berusaha dan berbuat sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Seorang guru yang berwibawa adalah guru yang memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, social dan intelektual dalam pribadinya. Seorang guru yang mandiri adalah guru yang mampu mengambil keputusan secara mandiri, terutama dalam berbagai hal yang berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan. Sedangkan guru yang disiplin adalah guru yang mematuhi peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran professional.( Mulyasa, 2008: 37)
Seorang guru dikatakan sebagai guru tidak cukup “ tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki “ kepribadian guru” dengan segala cirri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain bahwa untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang harus berpribadi.
Tugas pendidik adalah sebagai teladan bagi siswa. Sukses tidaknya seorang pendidik adalah dilihat dari hasil didikan seorang pendidik. Pendidik yang sukses akan mengikat peserta didik dengan nilai-nilai universal dan menjauhkan peserta didik dari pengaruh budaya dan pemikiran yang merusak. Sebagai seorang guru yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mendidik peserta didik dalam mengembangkan kepribadian, guru dituntut memiliki kepribadian ideal yang patut untuk dicontoh. Peserta didik tidak akan mudah untuk tergugah hati dan pikiran atas ajaran pendidik, bila tidak melihat bukti aktualisasinya pada diri pendidik. Sebagai contoh siswa tidak akan disiplin dalam mengikuti pelajaran guru yang sering terlambat masuk dan memulai pelajaran.
Guru memang seorang pendidik sebab dalam pekerjaannya ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatihkan beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik. Mendidik sikap mental seseorang tidak cukup hanya mengajarkan sesuatu pengetahuan, tetapi bagaimana pengetahuan itu harus dididikkan, dengan guru sebagai idolanya. Dengan mendidikkan dan menanamkan nilai-nilai yang terkandung pada berbagai pengetahuan yang dibarengi dengan contoh-contoh teladan dari sikap dan tingkah laku gurunya, diharapkan anak didik atau siswa dapat menghayati dan kemudian menjadikan miliknya sehingga dapat menumbuhkan sikap mental.
Sebagai seorang pendidik, guru harus memenuhi syarat khusus. Untuk mengajar ia dibekali dengan berbagai ilmu keguruan sebagai dasar, disertai pula seprangkat latihan keterampilan keguruan, dan pada kondisi itu pula, ia belajar mempersonalisasikan beberapa sikap keguruan yang diperlukan. Semuanya itu akan menyatu dalam diri seorang berpribadi khusus, yakni ramuan dari pengetahuan, sikap dan keterampilan keguruan serta penguasaan beberapa ilmu pengetahuan yang akan ia trnsforrmasikan pada anak didik atau siswanya, sehingga mampu membawa perubahan di dalam tingkah laku siswa itu.
Tugas utama pendidik adalah membantu mendewasakan anak. Dewasa secara psikologis, social dan moral. Dewasa secara psikologis berarti individu telah bisa berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain, juga telah mampu bertanggung jawab atas perbuatannya, mampu bersikap objektif. Dewasa secara social berarti telah mampu menjalin hubungan social dan kerja sama dengan orang dewasa lainnya, telah mampu melaksanakan peran-peran social. Dewasa secara moral yaitu telah memiliki seperangkat nilai yang ia akui kebenarannya, ia pegang teguh dan mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang menjadi pegangannya. (Sukmadinata, 2004 : 252)
Seorang guru memiliki psikologi dan karakter yang berbeda. Ada yang bersifat penyayang, pemarah, diktaktor dan lain-lain. Terkadang guru memiliki masalah baik pribadi atau pun dengan lingkungan sehingga secara tidak langsung terkadang masalah tersebut dapat terbawa didalam kelas. Seorang guru yang memiliki sifat pemarah akan lebih mudah membawa masalah pribadinya didalam kelas sehingga secara tidak langsung akan berdampak pada siswanya. Sebagai seorang guru haruslah memiliki sikap profesionalisme sehingga guru dapat mengontrol emosinya dan tidak mencampuradukan urusan diluar kelas dan didalam kelas.
B. Guru Sebagai Pengajar
Sejak adanya kehidupan, sejak itu pula guru telah melaksanakan pembelajaran, dan memang hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawabnya yang pertama dan utama. Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempeljari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari. Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang bertugas menyampaikan materi pembelajaran menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar. (Mulyasa, 2008: 38)
Guru sebagai pengajar atau penyampai ilmu pengetahuan masih cenderung menonjol. Hal ini berarti bahwa guru pada umumya akan memberikan criteria keberhasilan anak didiknya melalui nilai-nilai pelajaran yang diajarkan setiap harinya, serta kurang memperhatikan sikap dan tingkah laku anak sehari-harinya. Dalam kaitan ini berarti guru disifati sebagai seorang yang hanya lebih dan tinggi soal ilmu pengetahuan saja
Lebih dalam lagi keberhasilan siswa dalam pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Sebagai seorang pengajar guru harus mampu membina hubungan yang baik dengan peserta didik dan keterampilan guru saat berkomunikasi di dalam kelas pun merupakan sifat seorang yang harus dimiliki guru sebagai pengajar. Dengan terpenuhinya factor-faktor diatas maka peserta didik dapat belajar dengan baik. (Mulyasa, 2008: 39)
Sebagai pengajar guru harus memiliki tujuan yang jelas, membuat keputusan secara rasional agar peserta didik memahami keterampilan yang dituntut oleh pembelajaran. Untuk kepentingan tersebut perlu dibina hubungan yang positif antara guru dengan peserta didik. Hubungan ini menyangkut bagaimana guru merasakan apa yang dirasakan peserta didiknya dalam pembelajaran, serta bagaimana peserta didik merasakan apa yang dirasakan gurunya. Sebaiknya guru mengetahui bagaimana peserta didik memandangnya karena hal tersebut sangat penting dalam pembelajaran, baik di sekolah maupun luar sekolah.( Mulyasa, 2008: 40)
Sebagai pengajar profesional mengajar yang baik bukan sekedar persoalan teknik-teknik dan metedologi belajar siswa. Salah satu tugas guru yang harus dilaksanakan di sekolah adalah memberikan layanan kepada siswa adalah agar mereka menjadi anak didik yang selaras dengan tujuan sekolah. Guru harus memberikan ilmu yang dimilikinya kepada peserta didik dengan rasa tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi. Terdapat beberapa hal yang dapat / perlu dilakukan guru dalam pembelajaran yakni:
1.Membuat ilustrasi
2.Medefinisikan
3.Menganalisis
4.Mensintesis
5.Bertanya
6.Merespon
7.Mendengar
8.Menciptakan kepercayaan
9.Memberikan pandangan yang bervariasi
10.Menyesuaikan metode pembelajaran dengan situasi dan keadaan kelas
11.Mengevaluasi hasil belajar siswa.
Tugas utama guru sebagai pengajar adalah membantu perkembangan intelektual, afektif dan psikomotor, melalui menyampaikan pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan afektif dan keterampilan. Pada waktu menyampaikan pengetahuan tidak mungkin terlepas dari upaya mendewasakan anak, dan upaya mendewasakan anak tidak mungkin dilepaskan dari mengajar( menyampaikan pengetahuan dll). Dengan demikian peran guru sebagai pendidik dan pengajar tidak mungkin dipisahkan(sukmadinata, 2004 : 253 )
Peran guru merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan peserta didik dalam melakukan tranformasi ilmu serta internalisasi etika dan moral. Seorang guru yang profesional harus mampu memiliki persyarakatan minimal antara lain, memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuni, memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan anak didiknya, memiliki jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya dan melakukan pengembangan diri secara terus menerus ( Continous improvemen ) melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar ( Sidi. 2002: 39 ). Dengan demikian tugas guru bukan lagi sebagai knowledge base tetapi sebagai competency based, yang menekankan pada penguasaan secara optimal konsep keilmuan dan perekayasaan yang berdasarkan nilai- nilai etika dan moral .
Dengan profesionalisasi guru, saat ini guru bukan lagi sebagai pengajar tetapi tugas guru beralih menjadi Coach, Conselor dan learning manager. Sebagai coach, seorang guru harus mampu mendorong siswanya untuk menguasai konsep-konsep keilmuan, memotivasi untuk mencapai prestasi siswa setinggi-tingginya serta membantu untuk menghargai nilai-nilai dan konsep-konsep keilmuan. Sebagai conselor, guru berperan sebagai sahabat dan teladan dalam pribadi siswa serta mengundang rasa hormat dan keakraban pada diri siswa. Sebagai manager, guru membimbing siswanya untuk belajar, mengambil prakarsa dan mengekspresikan ide-ide baik yang dimilikinya. Dengan demikian, diharapkan siswa mampu mengembangkan kreativitas dan mendorong adanya penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga siswa mampu bersaing dengan bangsa lain di dunia.
C. Guru Sebagai Pembimbing
Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif. Siswa adalah individu yang unik. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu setiap individu juga adalah makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
Bimbingan dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai guru harus membimbing dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik. Dengan demikian diharapkan dapat menciptakan perkembangan yang lebih baik pada diri siswa, baik perkembangan fisik maupun mental.
Hubungan guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya. Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah menjaga agar tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama penyakit yang dapat menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, yaitu dengan cara menyemai, menyiram, memberi pupuk dan memberi obat pembasmi hama. Demikian juga halnya dengan seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya jadi ”itu” atau jadi ”ini”. Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya. Inilah makna peran sebagai pembimbing. Jadi, inti dari peran guru sebagai pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru dengan siswa yang dibimbingnya
Agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai pembimbing, berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang potensi dan bakat yang dimiliki anak, dan latar belakang kehidupannya. Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan yang harus diberikan kepada mereka.
2. Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya.
3. Guru seyogyanya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan saling percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi.
4. Guru senantiasa memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengkonsultasikan berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang berada di kelas maupun di luar kelas.
5. Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsup umum konseling dan menguasai teknik-tenik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan siswanya, khususnya ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya.
Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing, minimal ada 2 fungsi yaitu fungsi moral dan fungsi kedinasan. Tinjauan secara umum, guru dengan segala peranannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya. Oleh karena itu guru sebagai pendidik dan pembimbing juga diwarnai oleh fungsi moral itu, yakni dengan wujud bekerja secara sukarela tanpa pamrih dan semata-mata demi panggilan hati nurani. (Sadirman,1990) Sebagai pembimbing, guru perlu memiliki pemahaman yang seksama tentang para siswanya, memahami segala potensi dan kelemahannya, masalah dan kesulitan-kesulitannya, dengan segala latar belakangnya. (Sadirman,1990)
Abin Syamsuddin (2003) menyebutkan bahwa guru sebagai pembimbing dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Berkenaan dengan upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah siswa, peran guru tentu berbeda dengan peran yang dijalankan oleh konselor profesional. Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah siswa yang mungkin bisa dibimbing oleh guru yaitu masalah yang termasuk kategori ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Sehubungan dengan peranannya sebagai pembimbing, seorang guru harus :
1. Mengumpulkan data tentang siswa
2. Mengamati tingkah laku siswa dalam situasi sehari-hari
3. Mengenal para siswa yang memerlukan bantuan khusus
4. Mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orangtua siswa baik secara individu maupun secara kelompok untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan anak
5. Bekerja sama dengan masyarakat dan lembaga lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa
6. Membuat catatan pribadi siswa serta menyiapkannya dengan baiK
7. Menyelenggarakan bimbingan kelompok atau individu
8. Bekerja sama dengan petugas bimbingan lainnya untuk membantu memecahkan masalah siswa
9. Menyusun program bimbingan sekolah bersama-sama dengan petugas bimbingan lainnya
10. Meneliti kemajuan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Berdasarkan uraian di atas maka jelaslah bahwa peran guru baik sebagai pengajar maupun sebagai pembimbing pada hakekatnya saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dengan kata lain, kedua peran tersebut harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan sekaligus merupakan keterpaduan.
D. Guru Sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, baik intelektual maupun motorik, sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih yang bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik. Latihan yang dilakukan selain harus memperhatikan kompetensi dasar atau materi standar, juga harus memperhatikan perbedaan kecerdasan individu peserta didik. Hal ini lebih ditekankan lagi dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, karena tanpa latihan seorang pesrta didik tidak akan mampu menunjukkan penguasaan kompetensi dasar dan tidak akan mahir dalam berbagai keterampilan yang dikembangkan sesuai dengan materi standar.
Dalam hal ini guru dituntut harus banyak tahu, meskipun tidak mencakup semua hal, dan tidak setiap hal secara sempurna, karena hal itu tidaklah mungkin. Benar bahwa guru tidak dapat mengetahui sebanyak yang harus diketahui, tetapi dibanding orang yang belajar bersamanya dalam bidang tertentu yang menjadi tanggung jawabnya, guru harus lebih banyak tahu. Meskipun demikian, tidak mustahil kalau suatu ketika menghadapi kenyataan bahwa guru tidak tahu sesuatu yang seharusnya tahu. Dalam keadaan demikian, guru harus berani berkata jujur, dan berkata “ saya tidak tahu”, kebenaran adalah sesuatu yang amat mulia, namun jika guru terlalu banyak berkata “ saya tidak tahu” maka bukanlah guru yang profesional. Untuk itu guru harus selalu belajar, belajar sepanjang hayat, dan belajar adalah sesuatu yang tidak dapat diwakilkan kepada orang lain.
Guru berperan sebagai pelatih bertugas untuk melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing. Pembelajaran memerlukan latihan keterampilan, berintelektual maupun motorik sehingga menuntut guru untuk bertindak sebagai pelatih.(Mulyasa,2005;42)
Pelaksanaan fugsi ini tidak harus mengalahkan fungsi lain, guru tetap sadar walaupun tahu, tidak harus memberitahukan semua yang diketahinya. Secara didaktis, guru menciptakan situasi agar peserta didik berusaha menemukan sendiri apa yang seharusnya diketahui. Guru harus menahan emosinya untuk menjawab semua pertanyaan yang ditujukan kepadanya, sehingga kewenangan yang dimiliki tidak membunuh kreativitas peserta didik.
Guru sebagai pelatih juga berperan dalam melatih siswa untuk memiliki kedisiplinan yang tinggi, keterampilan yang bermanfaaat, mandiri, berpikif kritis, dan lain-lain.
E. Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang. (Mulyasa,2005;43.). Banyak guru cenderung menganggap bahwa konseling terlalu banyak membicarakan klien, seakan-akan berusaha mengatur kehidupan orang, dan oleh karenanya mereka tidak senang melaksanakan fungsi ini. Padahal menjadi guru pada tingkat manapun berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaan, kegiatan pembelajaran pun meletakkan pada posisi tersebut.
Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental. Peserta didik akan menemukan sendiri dan secara mengherankan, bahkan mungkin menyalahkan apa yang ditemukannya, serta akan mengadu kepada guru sebagai orang kepercayaannya. Semakin efektif guru menangani setiap permasalahan, semakin banyak kemungkinan peserta didik berpaling kepadanya untuk mendapatkan nasehat dan kepercayaan diri.
Menjadi guru berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaaan bagi peserta didiknya. Setiap saat peserta didik selalu dihadapkan dengan masalah, terutama masalah yang berkaitan dengan penguasaan kompetensi. Untuk menjadi orang kepercyaan peserta didik, guru harus menjadi pendengar yang baik (Saondi dan Suherman,2010;150). Carl Rogers, seorang pakar di bidang psikologi pernah berkata bahwa penghalang terbesar untuk melakukan komunikasi pribadi adalah ketidaksanggupan seseorang untuk mendengarkan dengan baik, penuh pengertian dan perhatian kepada orang lain. Jika guru diberi tugas untuk membimbing dan melatih seseorang maka hal ini merupakan satu hal terpenting yang harus diingat. Ketika guru sedang berbicara dengan siswanya, jagalah agar guru tidak terlalu banyak bicara, melainkan lebih banyak mendengarkan keluhan dan masukan dari siswa anda.
Kesediaan untuk mendengar, akan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan keinginan dan pendapatnya. Dengan mendengar, berarti memperhatikannya, seorang guru mempunyai suatu perhatian yang konstruktif mengenai masalah yang dihadapi siswanya, dimana seorang guru mempunyai alternatif solusi yang dibutuhkan siswa tersebut. Dengan demikian akan tercipta rasa aman dan nyaman, sehingga siswa akan terbuka untuk menerima saran-saran yang diberikan oleh gurunya. Selain itu, mendengarkan siswa yang sedang berbicara tentang dirinya merupakan jalan terbaik untuk mengenal lebih jauh siapa dan bagaimana siswa kita tersebut. Meskipun demikian, mendengarkan tidak selalu berarti bahwa guru percaya terhadap segala sesuatu yang diceritakan oleh siswa. Untuk menjadi pendengar yang baik dibutuhkan kesabaran dan kerendahan hati.
Peran guru sebagia penasehat erat hubungannya dengan istilah bimbingan. Istilah bimbingan sering dirangkai dengan konseling. Menurut Robinson (M.Suryo dan Rochman N. ,1986:25) Konseling adalah semua bentuk hubungan yang berkesinambungan antara dua orang, di mana yang seorang, yaitu klien dibantu untuk lebih mampu menyesuaikan diri secara efektif terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya. Menurut Bimo Walgito (1982;11) dalam buku Profesi Keguruan, menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Bimbingan yang diberikan kepada peserta didik bersifat sistematis dan berencana yang terarah kepada pencapaian tujuan. Tujuan bimbingan adalah membantu siswa menjadi lebih matang dan lebih mengaktualisasikan dirinya, membantu siswa maju dengan cara yang lebih positif, membantu dalam sosialisasi siswa dengan memanfaatkan sumber-sumber dan potensi dirinya sendiri. Disisi lain peserta didik adalah sosok yang senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan. Selain itu juga kadang ada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Peserta didik yang mengalami kesulitan belajar kadang-kadang ada yang mengerti bahwa dia mempunyai masalah tetapi tidak tahu bagaimana mengatasinya, dan ada juga yang tidak mengerti kepada siapa ia harus meminta bantuan dalam menyelesaikan masalahnya itu (Soetjipto dan Raflis Kosas,2009;67). Kondisi ini membuat peserta didik menjadi bingung, terombang ambing, bahkan dapat berbuat tidak wajar yang akhirnya dapat merugikan peserta didik itu sendiri. Kondisi seperti inilah dibutuhkan peran guru sebagai penasehat kepercayaan dalam pembelajaran.
Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan, dan penasehat secara lebih mendalam, guru harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental. Selain itu juga menurut Ondi Saondi dan Aris Suherman (2010;151), seorang guru harus mengenali siswanya. Sebagai guru, kita harus mengetahui kesanggupan dan bakat-bakat siswa serta menolong mereka untuk menggunakan kemampuannya untuk disalurkan dalam proses pembelajaran di kelas. Guru juga dituntut untuk mendorong usaha-usaha perbaikan diri siswa, mengerti kebutuhan dan keinginan mereka. Sebagai contoh, guru harus dapat membedakan apakah siswa kita tertarik pada tantangan.
Jika guru dapat mengidentifikasi hal ini, maka akan lebih mudah bagi guru untuk mengarahkan dan memotivasi siswa. Beberapa guru merasa takut untuk mengenal lebih dekat siswanya karena dengan kedekatannya itu maka guru akan menjadi terlalu lunak dan salah menilai prestasi siswanya. Pendapat semacam itu sebenarnya merupakan sustu kekeliruan karena mengenali seseorang dan menghargai kepribadian serta keunikan yang dimilikinya tidaklah berarti bahwa guru tidak menuntut siswanya untuk bekerja dengan sebaik-baiknya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Di antara makhluk hidup di planet ini, manusia merupakan makhluk yang unik, dan sifat-sifatnya pun berkembang secara unik pula. Menjadi apa dia, sangat dipengaruhi pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Untuk menjadi manusia dewasa, manusia harus belajar dari lingkungan selama hidup dengan menggunakan kekuatan dan kelemahannya. Pendekatan psikologi dan mental yang sehat akan banyak menolong guru dalam menjalankan fungsinya sebagai penasehat, yang telah banyak dikenal bahwa guru banyak membantu peserta didik untuk dapat membuat keputusan sendiri.
Dalam aktivitas pembelajaran selalu saja ada kejadian-kejadian khusus yang dapat dijadikan bahan atau contoh untuk membangun semangat belajar siswa. Gunakan keberhasilan ataupun kegagalan tersebut sebagai bahan pembelajaran. Dalam menyikapi kegagalan, carilah alternatif solusi bersama-sama, usahakan banyak ide yang banyak diutarakan dan jangan sekali-kali mematahkan semangat siswa karena apabila semangatnya patah, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Sebagai guru, guru harus jeli memanfaatkan peristiwa yang ada untuk mengarahkan siswa dalam memahami dan menghadapi realitas kehidupan.
Sebagai penasehat, guru juga harus mempunyai batasan-batasannya. Guru tidak dapat mengubah semua hal sesuai dengan keinginan dirinya. Guru harus menyadari bahwa dirinya bukanlah dokter bedah otak yang dapat mengoperasi setiap orang sesuka hatinya. Guru juga bukanlah pendeta bagi siswanya dan juga bukan ahli psikologi yang dapat menyembuhkan berbagai masalah psikologi siswanya. Ingatlah bahwasanya ada tiga jalan yang fundamental untuk mengubah seseorang, yaitu tobat keagamaan, psikoterapi dan operasi otak.
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Guru adalah figur pemimpin yang dalam batas-batas tertentu dapat mengendalikan para muridnya. Guru adalah penentu keberhasilan siswanya. Guru memiliki peluang menentukan untuk membangun sikap hidup atau kepribadian anak didiknya sehingga dapat berguna bagi dirinya dan keluarganya kelak.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. Guru sebagai pendidik adalah ia tidak hanya mengajar seseorang agar tahu beberapa hal, tetapi guru juga melatihkan beberapa keterampilan dan terutama sikap mental anak didik.
2. Guru sebagai pengajar adalah guru membantu perkembangan intelektual, afektif dan psikomotor, melalui menyampaikan pengetahuan, pemecahan masalah, latihan-latihan afektif dan keterampilan.
3. Guru sebagai pembimbing adalah guru membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif.
4. Guru sebagai pelatih. Peran guru sebagai pelatih bertugas untuk melatih peserta didik dalam pembentukan kompetensi dasar, sesuai dengan potensi masing-masing.
5. Guru sebagai penasehat. Menjadi guru berarti menjadi penasehat dan menjadi orang kepercayaaan bagi peserta didiknya. Setiap saat peserta didik selalu dihadapkan dengan masalah, terutama masalah yang berkaitan dengan penguasaan kompetensi.
DAFTAR PUSTAKA
Aqip, Zainal.2003. Karya tulis ilmiah bagi guru pengembangan Profesi Guru. Bandung: Irama Widya
Djohar. 1996. Pendidikan Sains. FPMIPA IKIP Yogyakarta
Pidarta, Made. 2004. Managemen Pendidikan Indonesia . Jakarta: Reneka cipta
E.Mulyasa,. Mejadi guru professional, (bandung:pt remaja rosdakarya,2008)
Mergana, Purba, Supriadi., 2012. Negeri Tanda Tanya. Jakarta-Indonesia.Kesaint blanc.,
http://regional.kompasiana.com/2013/01/23/globalisasi-perilaku-moralitas-para-remaja-jaman-sekarang-522167.html
Duska, Ronald; M. Whelan (1982). Perkembangan Moral: Perkenalan dengan Piaget dan Kohlberg, Terjemahan Dwija Atmaka. Yogyakarta: Kanisius.
http://my.opera.com/lareompong/blog/2011/05/11/pola-fikir-dan-moralitas-remaja-di-era-globalisasi
Sidi, Indrajati. 2003. menuju Masyarakat Belajar Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramadina
Soekarto, Karti. 1995. Teknologi Pembelajaran. SIC IKIP Surabaya
Supeno, Hadi. 1997. Potret Guru. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
Supriadi, Dedi. 1998. mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa
Usman, Muh uzer. 1995. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
MANAGEMENT OF EFFECTIVENESS PAUD BLANG BINTANG UPTD III INGIN JAYA TO DISTRICT ACEH BESAR
The globalization is advancement of science and technology has led to competition in various fields, which require people of Indonesia to establish itself in the improvement of the quality and superior human resources, capable of highly competitive, master of science, technology, and have a high work ethic. Quality of human embodiment is the responsibility of education, especially in preparing students to be the subject of an increasingly instrumental, featuring advantages
tough, creative, independent, and professional in their respective fields.
In Indonesia, early childhood / kindergarten must carry out their duties and functions of his sincerity to achieve national objectives as stated in the Law of the Republic of Indonesia Number 20 Year 2003 on National Education System and an explanation in Chapter II, Article 3 that: Education serves to develop skills and form character and civilization of a dignified nation in the context of the intellectual life of the nation, aimed at developing students' potentials in order to be a man who is faithful and devoted to God Almighty, noble, healthy, independent and become citizens of a democratic and accountable.
Functionally, education is basically aimed at preparing people for the future that is more prosperous lives, both as individuals and collectively as a community, nation or community of nations. For believers, the future of life in the world and includes a view of a happy life days later.
Today, the hot issue in education is about the implementation of Early Childhood Education (ECD). With the enactment of Law No. 29 Year 2003, the system of education in Indonesia now consists of early childhood education, elementary education, secondary education, and higher education, all of which constitute a systemic unity. ECD held before primary education.
Early education is one key to overcome the adversity of the nation, especially in the preliminary reliable human resource later. Various studies in neurology shows, if the child is stimulated from an early age, it will be found genius (potential best / superior) in him. Every child has the unlimited ability to learn (limitless capacity to learn) that interen (existing) in him to think creatively and productively. Therefore, children need educational programs that can unlock the hidden capacity (unlocking the capacity) through meaningful learning as early as possible. If the potential in children was never realized, then it means that the child has lost opportunities and momentum is important in life, and in turn, the State will lose the best human resources.
According Sudradjat (Setiyani, 2009: 22) "It should be understood that the child has such potential can only thrive when given a stimulus, guidance, assistance and treatment in accordance with the rate of growth and development". For it is wise if we as adults are parents, teachers or other adults (counselors / caregivers) who were around the child can do and treat children not as "miniature adults", but can treat it as a small creature that is believed to have the potential to develop.
The average age at least early age range 1-6 years. In early childhood, children's learning opportunities and curriculum age-appropriate learning every level. Intended that all early childhood programs early childhood (ages 0-6 years), both men and women have the opportunity to grow and develop optimally according to its potential, according to the stages of development or their age level. Early childhood education is also a preparation to attend primary school education. More specifically, the program aims to improve access to and quality of education services through formal channels such as Kindergarten (TK), Raudhatul RA (RA) and other equivalent forms, as well as non-formal education pathways shaped Playgroup (KB), TPA (TPA) or other equivalent forms, and informal channels form a family education or training organized by the environment.
Guidance to early childhood education units will require the existence of a framework curriculum management and early childhood competency standards that apply nationally. The basic framework and curriculum management competency standards are the guidelines referenced in the running for a management education curriculum. The goal is to enhance copyright child and raced to learn about an assortment of science through tact value approach, religious, social, emotional, physical / motor, cognitive, language, art, and independence. All are designed in order to develop the intellect and the role of the child in his life. All learning is packaged in a model of learning while playing.
Based on a variety of reality which has been described above, the writer would like to see direct services and activities that include early childhood curriculum management program run by each ECD in Cluster III Want UPTD Blang Bintang Jaya Aceh Besar district in order to reach the target and obtain optimal results and will impact members positive for improving the quality of which is located in the rural areas.
METHOD
A. Research approach
This study used a qualitative approach using descriptive methods. This approach is used to study the problems and gain in-depth meaning of the effectiveness of management ECD Force III UPTD Blang Bintang Jaya Want Aceh Besar district. Bogdan and Taylor (Moleong, 2007: 3) says that "The methodology is qualitative research procedures which produce descriptive data in the form of words written and spoken of the people and observed behavior". While Sukardi (2008: 157) says that "descriptive research is generally done with the main objective to systematically describe the facts and characteristics of the object or subject".
Qualitative research conducted in the state of nature and nature discovery. In qualitative research, the researcher is the key instrument. Therefore, researchers should have the provision theory and insight so you can ask, analyze, and construct the object studied to become clearer. This study emphasizes the meaning and value attached. Qualitative research is used if the problem is not clear, to find the hidden meaning, to understand social interactions, to develop a theory, to ensure accuracy of data, and examine the historical development.
RESULTS AND DISCUSSION
Management is an aspect that humans use to assess efforts to integrate people to cooperate in efforts to achieve a better life. Management can be applied in all activities. Management is universal and is a systematic knowledge framework, which raised about the rules, principles and concepts of management.
Here the authors describe the results of the interview head TK Babussa'adah to plan in advance planning of teaching and learning in class as follows:
"One of the strategic planning process of teaching and learning in class, planning to head kindergarten teacher Babussa'adah surrogate for Learning Program Plan (RPP) as one measure of the impact of maturity plan learning in class."
Based on the interview with the head of the kindergarten Babussa'adah can be concluded that the Learning Programme Plan (RPP) is one bentukterwujudnya Babussa'adah management planning in kindergarten. There is guidance and communication in Learning Programme Plan (RPP) between Kindergarten head teacher Babussa'adah and surrogate can see and understand the feelings, attitudes, and needs of teachers in the learning process.
After the planning stage are conducted, the next step is organizing, organizations are composing and arranging various elements of resource and environmental organizations so they can achieve maximum results. In this case we need to avoid stringing two or more substances are conflicting or contradictory so will weaken each other. It is precisely what we were looking for and bundle are elements that can support each other and support, so the results will further strengthen these elements together, or commonly referred to as "synergistic".
Here the authors describe the results of an interview with one of the kindergarten teachers Al Munawwarah in achieving good organization, allowing an increase in the quality of education in early childhood / kindergarten as follows:
The main prerequisite to improve the quality of education is the availability of educators / teachers are creative and innovative, especially in the era of globalization into full competition. An educator should be able to create a conducive learning climate for students, he worked with the mood loving, sincere and patient, which in turn will produce students who love to learn actively compliant.
Based on the interview with one of the early childhood teachers Atthahirah Al Islami can be concluded that the background in early childhood teacher education in Blang star cluster varies. Educational background is from the SPGTK, DII PGTK, and Bachelor. In recruiting teachers is done by giving announcements and generally a lot of candidates who come in person to apply. Leadership early childhood teachers will select a suitable and qualified for early childhood educators. Of course it will also be seen from the background of prospective teachers, early childhood educators because the candidate must have knowledge of the child's development, have compassion for children, patience and not arrogant or conceited.
Implementation of education on Cluster III Want UPTD Blang Bintang Jaya Aceh Besar district made based on the program of activities that have been arranged so that all the conditioning and basic skills can be developed dapa children well. However oriented learning child development, would be good if their physical needs are met and meresa psychologically safe and secure. Oriented to the needs of early childhood is children who are in need of educational efforts to achieve the optimization of all aspects of the development of both physical and psychological development. Playing while learning or learning while playing. Playing is learning approaches in conducting both the kindergarten and child play group.
As for being one of the chief obstacles in the implementation of the management of early childhood / kindergarten in fostering kindergarten teacher Al Munawwarah, Al Islami Atthahirah early childhood and kindergarten Babussa'adah can be seen from the results of interviews with some of the chief authors Cluster Region III Want UPTD Blang Bintang Jaya Aceh Besar district as follows:
Barriers experienced heads early childhood / kindergarten teacher education qualification is built, there are still teachers in Region III UPTD Force Blang Bintang Jaya Want Aceh Besar district has not certified S-1. This will increase the burden for the head of early childhood / kindergarten teachers with limited disruption to the teaching and learning process because science has grown exponentially in accordance with the times, especially in Aceh.
Based on the interview with the head in the Region III UPTD Force Blang Bintang Jaya Want Aceh Besar district can be said that the obstacles faced by the principal is the educational qualification of teachers in Region III UPTD Force Blang Bintang Jaya Want Aceh Besar district levels are still minimal S-1 . Head early childhood / kindergarten has sought to encourage and motivate teachers binaanya order to continue their education to a higher level. In the thinking of teachers of teachers in Region III UPTD Force Blang Bintang Jaya Want Aceh Besar district who have a certain level no longer wish to continue their education to a higher level due to lack of funding, age teacher and master of science and technology that is increasingly growing .
Early childhood education is an educational program geared towards teaching children according to age and be able to explore the potential of kids, so it can be packed in a life in the future. The aim is to stimulate and support the growth and development of the physical and spiritual so that children have the readiness to enter further education. Developing potential and creativity of children in accordance with the characteristics of the development to be able to adjust to the environment. Here the authors describe the results of an interview with the head of the kindergarten Babussa'adah in the assessment of child development is the final stage of the implementation of the early childhood learning management. Activities and aspects of the assessment conducted in kindergarten Babussa'adah are as follows:
a. Behavior (prayer before and after meals, carry out activities in an orderly marching, singing songs such as greetings keagaamaan, bismillah, etc.).
b. Cognitive (clumsiness an image, cutting out images, classifying the type or size of objects, etc.).
c. Physical motor (take care of themselves without help, such as taking care of books, a cake, feed themselves, tidy up equipment etc.).
d. Islamic Education (read the prayer before and after meals, hijaiyah literate, familiar with Al-Fatiha, short prayers and others).
e. Language (imitating animal sounds, mentioning the five senses, and others)
f. Art (drawing and coloring others.
Based on the interview with the head of the kindergarten Babussa'adah can be concluded that education at an early age requires a conditioning environment encourages creativity. Environment must be created to make it more fun and give comfort to a child's learning. The process of learning in early childhood must integrate the various aspects of learning, by the use of interesting themes and to develop student interest and contextual.
CONCLUSION
Based on the results obtained from observation, interviews and documentary study and the results of the discussion of the effectiveness of early childhood education in the Territory Management Cluster at Blang Bintang Jaya UPTD III Want Aceh Besar district then as the closing of this research report, following the author presents some conclusions, implications and suggestions as follows:
1. Lack of lesson planning is done by the head of the kindergarten / early childhood on Cluster III Want UPTD Blang Bintang Jaya Aceh Besar district consists of manufacturing activities and the implementation plan learning syllabus included a number of aspects of the reference to learning, including behavioral, cognitive, physical motor skills, language and art. Planning the curriculum was implemented at the beginning of the semester and apply one semester.
2. The lack of coordination in early childhood education teaching force in UPTD III Blang Bintang Jaya Want Aceh Besar district conducted by the head of the kindergarten / early childhood education and lack of knowledge of teachers in the kindergarten / early childhood in Cluster III Want UPTD Blang Bintang Jaya Aceh Besar district.
3. Lack of interest in conducting innovative principals that guided CTL activity program that had been developed, but are still not touching the cognitive, affective, and psychomotor. The lack of equipment and lack of educational games education teachers can interfere with the learning process of the implementation of the Cluster Blang Bintang Jaya UPTD III Want Aceh Besar district.
4. Assessment of learning in clusters on UPTD III Blang Bintang Jaya Want Aceh Besar district is not done gradually by the head of the early childhood / kindergarten teachers to target, the lack of supervision of the supervisor to the chief kindergarten / early childhood have an impact on the implementation of learning in kindergarten / early childhood education at Blang Bintang Force III UPTD want Jaya Aceh Besar district.
REFERENCES
Adallila, S. 2010. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini. [online]. Tersedia http://pendidikananak2.blogspot.com/2012/04/makalah-pendidikan-anak-usia-dini.html [17 Mei 2011].
Arikunto, Suharsimi. (2010). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. (2008). Evaluasi program pendidikan: Pedoman teoretis praktis bagi mahasiswa dan praktisi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan, M. (2009). Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Diva Press. Yogyakarta
Moleong, Lexy. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 13 Tahun 2007. Tentang Kepala Sekolah/Madrasah. Jakarta: BNSP.
Setiyani, Ika. (2009). Manajemen Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (Studi Kasus Pengelolaan Materi dan Penggunaan Metode Pembelajaran pada Kelompok B di TKIT Al Ausath Pabelan, Kartasura, Sukoharjo Tahun Pelajaran 2008/2009). Skripsi pada Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta. [online] Tersedia http://etd.eprints.ums.ac.id/3214/1/G000050020.pdf [2 September 2012].
Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Atmodiwirio, Soebagio, (2008). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Ardazya Jaya.
Sagala, Syaiful, (2006). Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat: Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Jakarta. Nimas Multima.
Sukmadinat, Nana Syaodah. (2012). Pendidikan Anak Usia Dini. [online] Tersedia http://pendidikananak2.blogspot.com/2012/04/makalah-pendidikan-anak-usia-dini.html [15 Juni 2012
Purwanto, Ngalim. (2007). Administrasi Pendidikan dan Supervise Pendidikan. Bandung. Remaja Rosda Karya.
Usman, Husaini. (2008). Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman, Nasir. (2007). Manajemen Peningkatan Kinerja Guru. Bandung: Mutiara Ilmu.
Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Iklim Sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang mutu pendidikan tidak akan lepas dari kegiatan belajar. Hasil kegiatan belajar yang diharapkan adalah prestasi belajar yang baik. Setiap orang pasti mendambakan prestasi belajar yang tinggi, baik orang tua, siswa dan lebih-lebih bagi guru. Untuk mencapai prestasi belajar yang optimal tidak lepas dari kondisi-kondisi dimana kemungkinan siswa dapat belajar dengan efektif dan dapat mengembangkan daya eksplorasinya baik fisik maupun psikis. Memperoleh prestasi belajar yang baik tidaklah mudah, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor siswa memegang peranan dalam mencapai prestasi belajar yang baik, karena siswa yang melakukan kegiatan belajar perlu memiliki karakter belajar dan dan lingkungan belajar yang baik.
Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka iklim sekolah harus baik dan kondusif sehingga siswa dapat belajar dengan tenang dan menyenangkan. Selain factor dari dalam diri siswa seperti intelegenci, bakat, minat dan motivasi, iklim sekolah juga sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Iklim sekolah merupakan lingkungan belajar yang medorong prilaku positif dan kepribadian sama sehingga menciptakan proses belajar mengajar yang optimal. Menurut Larsen (1987) dalam Moedjiarto (2002:28) dijelaskan bahwa iklim sekolah merupakan suatu norma, harapan dan kepercayaan dari personil-personil yang terlibat dalam organisasi sekolah yang dapat memberikan dorongan untuk bertindak guna pencapaian prestasi sisawa yang tinggi.
Dalam kenyataannya masih banyak terlihat realita di lapangan sekolah-sekolah yang belum mampu menciptakan iklim yang kondusif sehingga hal ini sangat berpengaruh pada suasana dan aktifitas belajar mengajar disekolah itu dan selanjutnya juga berakibat pada prestasi belajar yang akan dicapai siswa.
Makalah ini mencoba untuk menganalisis secara teoritis tentang pengaruh iklim sekolah terhadap prestasi belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan iklim sekolah?
2. Faktor- factor apa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa?
3. Bagaimana pengaruh iklim terhadap prestasi belajar siswa?
C. Prosedur pemecahan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif, yakni pemaparan yang berkenaan dengan masalah yang diuraikan dan teknik yang digunakan library risert (tinjauan pustaka).
D. Sistematika Uraian
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari:
Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, prosedur pemecahan masalah serta sistematika penulisan.
Bab II Berisi pembahasan tentang teori iklim sekolah dan prestasi belajar, yang di dalamnya memuat pengertian iklim sekolah, dimensi dan indicator iklim sekolah, dan prinsip-prinsip pengembangan iklim sekolah.. Kemudian pengertian prestasi belajar, jenis-jenis prestasi bealajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar serta pengaruh iklim sekolah terhadap prestasi belajar siswa.
Bab III Berisi kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Iklim Sekolah
1. Pengertian Iklim Sekolah
Iklim sekolah didefinisikan orang secara beragam dan dalam penggunaanya kerapkali dipertukarkan dengan istilah budaya sekolah. Iklim sekolah sering dianalogikan dengan kepribadian individu dan dipandang sebagai bagian dari lingkungan sekolah yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis serta direfleksikan melalui interaksi di dalam maupun di luar kelas.
Menurut Sergiovanni dan Startt (1993) dalam Hadiyanto (2004: 153) yang menyatakan bahwa iklim sekolah merupakan karakteristik yang ada, yang menggambarkan ciri-ciri psikologis dari suatu sekolah tertentu, yang membedakan suatu sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan prasaan psikologis yang dimiliki guru dan peserta didik di sekolah tertentu.
Litwin dan Stringer (dalam Gunbayi, 2007:1) menjelaskan iklim sekolah didefinisikan secara bervariasi oleh para ahli sebagai hasil dari persepsi subjektif terhadap sistem formal, gaya informal kepala sekolah, dan faktor lingkungan penting lainnya yang mempengaruhi sikap, kepercayaan, nilai dan motivasi individu yang berada pada sekolah tersebut. Namun demikian variasi definisi iklim sekolah apabila ditelaah lebih dalam, mengerucut kepada tiga pengertian. Pertama iklim sekolah didefinisikan sebagai kepribadian suatu sekolah yang membedakan dengan sekolah lainnya. Kedua iklim sekolah didefinisikan sebagai suasana di tempat kerja, mencakup berbagai norma yang kompleks, nilai, harapan, kebijakan, dan prosedur yang mempengaruhi pola perilaku individu dan kelompok. Ketiga iklim sekolah didefinisikan sebagai persepsi individu terhadap kegiatan, praktik, dan prosedur serta persepsi tentang perilaku yang dihargai, didukung dan diharapkan dalam suatu organisasi.
Pemahaman iklim sekolah sebagai kepribadian suatu sekolah merujuk pada beberapa pendapat berikut. Halpin dan Croft (dalam Tubbs dan Garner, 2008:17) menjelaskan iklim sekolah sebagai sesuatu yang intangible tetapi penting untuk sebuah organisasi dan dianalogikan dengan kepribadian seorang individu. Hoy dan Miskel (dalam Pretorius dan Villiers, 2009:33) menjelaskan iklim sekolah merujuk kepada hati dan jiwa dari sebuah sekolah, psikologis dan atribut institusi yang menjadikan sekolah memiliki kepribadian, yang relatif bertahan dan dialami oleh seluruh anggota, yang menjelaskan persepsi kolektif dari perilaku rutin, dan akan mempengaruhi sikap dan perilaku di sekolah.
Menurut Hoy, Smith dan Sweetland (dalam Milner dan Khoza, 2008:158), iklim sekolah dipahami sebagai manifestasi dari kepribadian sekolah yang dapat dievaluasi dalam di sebuah kontinum dari iklim sekolah terbuka ke iklim sekolah tertutup. Iklim sekolah terbuka didasarkan pada rasa hormat, kepercayaan dan kejujuran, serta memberikan peluang kepada guru, manajemen sekolah dan peserta didik untuk terlibat secara konstruktif dan kooperatif dengan satu sama lain. Sorenson dan Goldsmith (2008:30) memandang iklim sekolah sebagai kepribadian kolektif dari sekolah. Oleh karena itu inti dari iklim sekolah adalah bagaimana kita memperlakukan satu sama lain. Cohen et.al. (dalam Pinkus, 2009:14) menjelaskan iklim sekolah sebagai kualitas dan karakter dari kehidupan sekolah, berdasarkan pola perilaku siswa, orang tua dan pengalaman personil sekolah tentang kehidupan sekolah yang mencerminkan norma-norma, tujuan, nilai, hubungan interpersonal, praktek belajar dan mengajar, serta struktur organisasi.
Pemahaman iklim sekolah sebagai suasana di tempat merujuk pada beberapa pendapat berikut. Moos (1979:81) mendefinisikan iklim sekolah sebagai pengaturan suasana sosial atau lingkungan belajar. Moos membagi lingkungan sosial menjadi tiga kategori, yaitu 1) Hubungan, termasuk keterlibatan, berafiliasi dengan orang lain di dalam kelas, dan dukungan guru; 2) Pertumbuhan pribadi atau orientasi tujuan, meliputi pengembangan pribadi dan peningkatan diri semua anggota lingkungan; dan 3) Pemeliharaan sistem dan perubahan sistem, meliputi ketertiban dari lingkungan, kejelasan dari aturan-aturan, dan kesungguhan dari guru dalam menegakkan aturan. Wenzkaff (dalam Cherubini, 2008:40) mengemukakan iklim suatu sekolah menginformasikan mengenai atmosfir dalam kelas, ruang fakultas, kantor, dan setiap gang yang ada di sekolah. Haynes, et.al. (dalam Hoffman et.al., 2009:2) mendefinisikan iklim sekolah sebagai kualitas dan konsistensi interaksi interpersonal dalam masyarakat sekolah yang mempengaruhi kognitif, sosial, dan perkembangan psikologi anak. Styron dan Nyman (2008:2) menjelaskan iklim sekolah adalah komponen penting untuk mewujudkan sekolah menengah yang efektif.
Pemahaman iklim sekolah sebagai persepsi individu merujuk pada beberapa pendapat berikut. Stichter (2008:45) menyimpulkan iklim sekolah didefinisikan sebagai persepsi bersama tentang apa yang sedang terjadi secara akademis, secara sosial, dan lingkungan di sekolah secara rutin. Effendi (1997) dalam Arif jauhari (2005: 4) mengemukakan bahwa iklim organisasi sekolah merupakan persepsi para guru dan personil sekolah lainnya tentang struktur kerja sekolah, gaya kepemimpinan, manajemen, supervisi, dan faktor lingkungan sosial pening lainnya yang tampak pada sikap, kepercayaan, nilai dan motivasi kerjanya. Selanjutnya dijelaskan bahwa persepsi tersebut mempunyai dampak terhadap semangat kerja atau moral kerja para guru dan personil sekolah lainnya yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas proses belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai iklim organisasi sebagaimana dikemukakan terdahulu, dapat disimpulkan iklim sekolah adalah persepsi kolektif terhadap kualitas dan karakter dari kehidupan sekolah.
Sedangkan iklim sekolah yang positif menurut Moedjiarto dalam Syafaruddin (2005:296) menyebutkan iklim sekolah yang positif merupakan suatu kondisi dimana keadaan sekolah dan lingkungannya dalam keadaan sangat aman, damai, menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar.”
Menurut Syafaruddin (2005:296): “iklim sekolah positif adalah iklim sekolah yang terbebas dari kemungkinan kebisingan, keramaian maupun kejahatan”.
Selanjutnya Mulyasa (2007:154) menyatakan “ lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimis dan harapan yang tinggi dari seluruh warga, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik (student-centered activitres) merupakan iklim yang dapat membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar.
Dari beberapa definsi tentang iklim sekolah seperti yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim sekolah yang positif merupakan suatu kondisi, dimana keadaan sekolah dan Lingkungannya dalam keadaan yang sangat aman, nyaman, damai dan menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar. Iklim sekolah adalah “ suasana” atau “ keadaan” dari suatu sekolah.
2. Jenis-jenis Iklim Sekolah
Iklim sekolah yang satu dengan iklim sekolah yang lain berbeda-beda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan masing-masing iklim sekolah tersebut, dan keseluruhannya dianggap sebagai kepribadian atau iklim suatu sekolah. Halpin dan Don B. Croft dalam Burhanuddin (1990: 272), mengemukakan bahwa iklim-iklim organisasi sekolah itu dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Iklim Terbuka
Yaitu suasana yang melukiskan organisasi sekolah penuh semangat dan daya hidup, memberikan kepuasan pada anggota kelompok dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Tindakan-tindakan pimpinan lancar dan serasi, baik dari kelompok maupun pimpinan. Para anggota kelompok mudah memperoleh kepuasan kerja karena dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan baik, sementara kebutuhan-kebutuhan pribadi terpenuhi. Ciri-ciri iklim organisasi sekolah demikian adalah adanya kewajaran tingkah laku semua orang.
2) Iklim Bebas
Melukiskan suasana organisasi sekolah, dimana tindakan kepemimpinan justru muncul pertama-tama dari kelompok. Pemimpin sedikit melakukan pengawasan, semangat kerja pertama muncul hanya karena untuk memenuhi kepuasan pribadi. Sedangkan kepuasan kerja juga muncul, hanya saja kadarnya kecil sekali. Kepuasan kerja yang dimaksud di sini adalah kepuasan
yang ditimbulkan oleh karena kegiatan tertentu dapat diselesaikan.
3) Iklim Terkontrol
Bercirikan “impersonal” dan sangat mementingkan tugas, sementara kebutuhan anggota organisasi sekolah tidak diperhatikan. Dan adanya anggota kelompok sendiri pada akhirnya hanya memperhatikan tugas-tugas yang ditetapkan pemimpin, sedangkan perhatian yang ditujukannya pada kebutuhan pribadi relatif kecil. Semangat kerja kelompok memang tinggi, namun mencerminkan adanya pengorbanan aspek kebutuhan manusiawi. Ciri khas iklim ini adalah adanya ketidakwajaran tingkah laku karena kelompok hanya mementingkan tugas-tugas.
4) Iklim yang Familier
Adalah suatu iklim ysng terlalu bersifat manusiawi dan tidak terkontrol. Para anggota hanya berlomba-lomba untuk memenuhi tuntutan pribadi mereka, \namun sangat sedikit perhatian pada penyelesaian tugas dan kontrol social yang ada kurang diperhatikan. Sejalan dengan itu, semangat kerja kelompok sebenarnya tidak begitu tinggi, karena kelompok mendapat kepuasan yang sedikit dalam penyelesaian tugas-tugas.
5) Iklim Keayahan
Organisasi sekolah demikian bercirikan adanya penekanan bagi \munculnya kegiatan kepemimpinan dari anggota organisasi. Kepala sekolah biasanya berusaha menekan atau tidak menghargai adanya inisiatif yang muncul dari orang-orang yang dipimpinnya. Kecakapan-kecakapan yang dimiliki kelompok tidak dimanfaaatkannya untuk melengkapi kemampuan kerja kepala sekolah. Sejalan dengan itu banyak tindakan-tindakan kepemimpinan yang dijalankan. Dalam iklim yang demikian pun sedikit kepuasan yang diperoleh bawahan, baik yang bertalian dengan hasil kerja maupun kebutuhan pribadi. Sehingga semangat kerja kelompok organisasi sekolah juga akan rendah.
6) Iklim Tertutup
Para anggota biasanya bersikap acuh tak acuh atau masa bodoh. Organisasi tidak maju, semangat kerja kelompok rendah, karena para anggota disamping tidak memenuhi tuntutan pribadi, juga tidak dapat memperoleh kepuasan dari hasil karya mereka. Tingkah laku anggota dalam iklim organisasi demikian juga tidak wajar, dalam artian kenyataannya organisasi seperti mundur.
Setelah menganalisa beberapa ciri dari masing-masing jenis iklim organisasi sekolah diatas, dapat penulis simpulkan bahwa iklim sekolah yang efektif sebenarnya terdapat pada iklim organisasi yang sifatnya terbuka.
3. Dimensi dan Pengukuran Iklim Sekolah
Dimulai dengan mengkaji iklim lembaga kerja, Moos (1979) mengemukakan ada tiga dimensi umum yang digunakan untuk mengukur lingkungan psikis dan social. Ketiga dimensi tersebut adalah
1) Dimensi Hubungan (relationship) : sejauh mana individu dilibatkan dalam lingkungannnya, sehingga mereka saling mendukung dan tolong menolong (dengan beberapa aspek seperti kekompakan (kohesi), ungkapan, dukungan, keanggotaan, dan keterlibatan).
2) Dimensi Pertumbuhan pribadi (personal growth /development) yang ditandai oleh pertumbuhan pribadi dan peluang untuk meningkatkan diri yang ditawarkan oleh lingkungan (dengan beberapa aspek yang berhubungan seperti kemerdekaan, prestasi, pengarahan tugas, self-discovery, kemarahan, agresi, kompetisi, otonomi, dan status pribadi).
3) Dimensi Pemeliharaan Sistem dan Perubahan ( system maintenance and change) : mempertimbangkan tingkat kendali dari lingkungan, ketertiban, kejelasan akan harapan, dan responsif terhadap perubahan (beberapa aspek yang menandai dimensi ini meliputi : organisasi, pengawasan, order, kejelasan, inovasi, kenyamanan phisik, dan pengaruh). Selanjutnya Moos memperlihatkan kualitas ketiga dimensi dalam keluarga, pekerjaan, sekolah, kesehatan, militer, penjara dan beberapa konteks dalam komunitas sosial (Moos, 1976, 1979, 2002).
Arter (1989) menambahkan satu dimensi lagi sebagai pengembangan dari beberapa dimensi Moos, yaitu :Dimensi lingkungan fisik (physical environment) : berkaitan dengan sejauh mana iklim sekolah seperti kelengkapan sumber, kenyamanan, serta keamanan sekolah ikut mempengaruhi proses belajar mengajar.
Jika dimensi tersebut di atas dikaitkan dengan iklim sekolah maka dapat dikatakan bahwa dimensi hubungan mengukur sejauh mana keterlibatan peserta didik di dalam kelas, sejauhmana peserta didik dan personil sekolah saling mendukung dan membantu, dan sejauh mana mereka dapat mengekspresikan kemempuan mereka secara bebas dan terbuka. Moos (1979) mengatakan bahwa dimensi ini mencakup aspek afektif dari interaksi antar peserta didik dan antara peserta didik dan guru. Skala-skala (scales) iklim sekolah yang termasuk dalam dimensi ini diantaranya adalah kekompakan (cohesiveness), kepuasan (satisfaction), dan keterlibatan (involvement). Keterlibatan misalnya mengukur sejauhmana para peserta didik peduli dan tertarik pada kegiatan-kegiatan dan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan kegiatan dalam kelas khususnya.
Dimensi pertumbuhan/ perkembangan pribadi yang disebut juga dimensi yang berorientasi pada tujuan membicarakan tujuan utama sekolah dalam mendukung pertumbuhan /perkembangan pribadi dan motivasi diri. Skala-skala yang terkait dalam dimensi ini di antaranya adalah kesulitan (difficulty), kecepatan (speed), kemandirian (independence), kompetisi (competition). Skala kecepatan, misalnya mengukur bagaimana tempo (cepat atau lambatnya) pembelajaran berlangsung.
Dimensi perubahan dan perbaikan sistem membicarakan sejauhmana iklim sekolah mendukung harapan, memperbaiki control dan merespon perubahan. Skala-skala yang termasuk dalam dimensi ini di antaranya adalah formalitas (formality), demokrasi (democracy), kejelasan aturan (rule clarity), inovasi (innovation). Skala formalitas, misalnya mengukur sejauhmana tingkah laku peserta didik di sekolah berdasarkan aturan-aturan sekolah.
Dimensi lingkungan fisik membicarakan sejauhmana iklim sekolah seperti kelengkapan sarana dan prasarana , kenyamanan, serta keamanan sekolah ikut mempengaruhi proses belajar mengajar. Skala-skala yang termasuk dalam dimensi ini di antaranya adalah kelengkapan sumber (resource adequacy), keamanan, dan keteraturan lingkungan (safe and onderly environment), kenyamanan lingkungan fisik (physical comfort), dan lingkungan fisik (material environment).
Berdasarkan keempat dimensi dari Moos (dan Arter) di atas, beberapa peneliti mendesain instrumen iklim kelas/sekolah dengan skala yang mungkin saja berbeda satu dengan yang lain. Instrumen Iklim Sekolah lebih luas cakupannya dibandingkan instrumen Iklim Kelas yang hanya di titik beratkan pada hubungan antara guru-siswa dan siswa dengan siswa di kelas. Instrumen untuk iklim kelas, antara lain :
1. WIHIC mempunyai dimensi Student Cohesiveness, Teacher Support, Involvement, Investigation, Task Orientation, Cooperation, and Equity.
2. Cultural Learning Environment Questionnaire (CLEQ) mempunyai dimensi Equity, Collaboration, Congruence.
3. Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) mempunyai dimensi Leadership Helpful/friendly, Understanding, Student responsibility, Uncertain, Admonishing, Strict.
4. College and University Classroom Environment Inventory (CUCEI) dengan beberapa dimensi antara lain personalization, innovation, student cohesion, task orientation, cooperation, individualization, dan equity.
5. Techonology-Rich Outcomes-Focused Learning Environment Inventory (TROFLEI) dengan beberapa dimensi, antara lain : student cohesiveness, teacher support, involvement, task orientation, investigation, cooperation, equity, differentation, computer usage, dan young adult ethos.
Sedangkan instrumen untuk iklim sekolah, antara lain :
1. Inventory of School Climate (ISC) mempunyai dimensi Teacher Support, Consistency and Clarity of Rules and Expectations, Student Commitment and Achievement Orientation, Negative Peer Interaction, Positive Peer Interactions, Disciplinary Harshness, Student Input in Decision Making, Instructional Innovation/Relevance, Support for Cultural Pluralism, dan Safety Problems.
2. Student Climate Survey (SCS) dengan tiga dimensi, yakni Behavioral Environment (dengan skala Peer Behavior, Behavior Expectations, dan School Safety & Cleanliness), Student Interactions (dengan skala Teacher Support, Adult Fairness & Respect), Academic Environment (dengan skala Academic Standarts dan Academic Self-Confidence).
3. The Comprehensif School Climate Inventory (CSCI), dengan beberapa dimensi yakni Safety (dengan skala Physical dan Social-Emotional), Teaching and Learning (dengan skala Quality of Instruction, Social, Emotional and Ethical Learning / hanya personil sekolah, Leadership / hanya untuk personil sekolah), Relationship (dengan skala Respect for Diversity, School Community and Collaboration, dan Morale), dan dimensi Environment.
Hasil penelitian Walberg (dalam sergiovanni dan Starrat, 1983) menunjukkan bahwa hampir seluruh skala di atas berkorelasi signifikan dengan prestasi belajar peserta didik. Hal ini ditandai dengan kebanyakan hasil penelitian yang diidentifikasi Walberg di atas menunjukkan korelasi yang positif antara skala-skala iklim kelas yang tertuang dalam Learning Environment Inventory dengan prestasi belajar peserta didik.
4. Model dan Prinsip pengembangan iklim sekolah
1) Model Pengembangan Iklim Sekolah
Model pengembangan budaya dan iklim sekolah yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik itu kepala sekolah, guru dan staf sekolah dan utamanya siswa itu sendiri dapat dijadikan dasar dalam upaya memperbaiki iklim sekolah. Model tersebut merupakan integrasi komponen-komponen seperti budaya sekolah, iklim organisasi, dan pranata sistem sekolah.
Komponen pengembangan budaya dan iklim sekolah secara umum dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori dengan beberapa aspek sebagai berikut:
1). Budaya sekolah meliputi aspek-aspek:
1. Nilai
2. Norma
3. Perilaku
2). Lingkungan fisik sekolah meliputi:
1. Keindahan
2. Keamanan
3. Kenyamanan
4. Ketentraman
5. Kebersihan
3). Lingkungan sistem sekolah meliputi:
1. Berbasis mutu
2. Kepemimpinan kepala sekolah
3. Disiplin dan tata tertib
4. Penghargaan dan insentif
5. Harapan untuk berprestasi
6. Akses informasi
7. Evaluasi
8. Komunikasi yang intensif dan terbuka
Model berikut ini menjelaskan tentang bagaimana membangun sebuah budaya dan iklim sekolah berdasarkan unsur-unsur di atas. Model tersebut menggambarkan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan kumpulan nilai-nilai, norma dan perilaku yang mengontrol interaksi-personil sekolah dengan orang diluar sekolah. Budaya organisasi sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang dianut oleh individu-induidu yang memiliki kepentingan dengan sekolah, atau dengan kata lain budaya dan iklim sekolah merupakan hasil interaksi nilai-nilai yang dianut individu didalam dan diluar sekolah. Sekolah merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif terus-menerus untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah.
2) Prinsip-Prinsip Pengembangan Iklim Sekolah
Prinsip adalah ”suatu pernyataan atau suatu kebenaran yang pokok, yang memberikan suatu petunjuk kepada pemikiran atau tindakan” (Moekijat ,1990). Budaya dan iklim sekolah yang efektif akan memberikan efek positif bagi semua unsur dan personil sekolah seperti kepala sekolah, guru, staf, siswa dan masyarakat. Prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan iklim sekolah adalah sebagai berikut:
1. Berfokus Pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah
Pengembangan budaya dan iklim sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya dan iklim sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya dan iklim sekolah.
2. Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal
Komunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya dan iklim sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.
3. Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko
Salah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.
4. Memiliki Strategi yang Jelas
Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu ditopang oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan.
5. Berorientasi Kinerja
Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.
6. Sistem Evaluasi yang Jelas
Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.
7. Memiliki Komitmen yang Kuat
Komitemen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya dan iklim sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik.
8. Keputusan Berdasarkan Konsensus
Ciri budaya organisasi yang positif adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut.
9. Sistem Imbalan yang Jelas
Pengembangan iklim sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit poin terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah.
10. Evaluasi Diri
Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi pengembangan budaya dan iklim sekolah.
B. Prestasi Belajar Siswa
1. Definisi prestasi belajar
Istilah prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Istilah prestasi dalam Kamus Ilmiah Populer (Adi Satrio, 2005: 467) didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai. Noehi Nasution (1998: 4) menyimpulkan bahwa belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara karena sesuatu hal.
Sementara itu Muhibbin Syah (2008: 90-91) mengutip pendapat beberapa pakar psikologi tentang definisi belajar, di antaranya adalah:
a. Skinner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya educational Psychology : The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suau proses adaptasi atau penyesuaian tinkah laku yang berlangsung secara progresif (a process of progressive behavior adaptation). Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).
b. Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning is change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organism (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organism tersebut. Jadi, dalam pandangan Hitzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.
Berdasarkan hal tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap (permanent) sebagai hasil atau akibat dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif, afektif dan psikomotor.
Adapun yang dimaksud dengan prestasi belajar atau hasil belajar menurut Muhibbin Syah, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008) adalah “taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu.
2. Jenis dan indikator prestasi belajar
Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar. Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35), hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing); 2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen (being).
Adapun menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008), bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain).
Bertolak dari kedua pendapat tersebut di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat Benjamin S. Bloom. Kecenderungan ini didasarkan pada alasan bahwa ketiga ranah yang diajukan lebih terukur, dalam artian bahwa untuk mengetahui prestasi belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal. Sedangkan ketiga aspek tujuan pembelajaran yang diajukan oleh Ahmad Tafsir sangat sulit untuk diukur. Walaupun pada dasarnya bisa saja dilakukan pengukuran untuk ketiga aspek tersebut, namun ia membutuhkan waktu yang tidak sedikit, khususnya pada aspek being, di mana proses pengukuran aspek ini harus dilakukan melalui pengamatan yang berkelanjutan sehingga diperoleh informasi yang meyakinkan bahwa seseorang telah benar-benar melaksanakan apa yang ia ketahui dalam kesehariannya secara rutin dan konsekuen.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa jenis prestasi belajar itu meliputi 3 (tiga) ranah atau aspek, yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain).
Untuk mengungkap hasil belajar atau prestasi belajar pada ketiga ranah tersebut di atas diperlukan patokan-patokan atau indikator-indikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu dari ketiga ranah tersebut. Dalam hal ini Muhibbin Syah (2008: 150) mengemukakan bahwa:
kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.
Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang akan menggunakan alat dan kiat evaluasi. Muhibbin Syah (2008: 150) mengemukakan bahwa urgensi pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai jenis-jenis prestasi belajar dan indikator-indikatornya adalah bahwa pemilihan dan pengunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliabel, dan valid.
Selanjutnya agar lebih mudah dalam memahami hubungan antara jenis-jenis belajar dengan indikator-indikatornya, berikut ini penulis sajikan sebuah tabel yang disarikan dari tabel jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi (Muhibbin Syah, 2008: 151).
Tabel 1
Jenis dan Indikator Prestasi Belajar
No Jenis Prestasi Belajar Indikator Prestasi Belajar
1 Ranah Cipta (Kognitif)
Pengamatan
Ingatan
Pemahaman
Penerapan
Analisis (pemeriksaan dan pemilahan secara teliti)
Sintesis (membuat panduan baru dan utuh) Dapat menunjukkan
Dapat membandingkan
Dapat menghubungkan
Dapat menyebutkan
Dapat menunjukkan kembali
Dapat menjelaskan
Dapat mendefinisikan dengan lisan sendiri
Dapat memberikan contoh
Dapat menggunakan secara tepat
Dapat menguraikan
Dapat mengklasifikasikan/memilah-milah
Dapat menghubungkan
Dapat menyimpulkan
Dapat menggeneralisasikan (membuat prinsip umum)
2 Ranah Rasa (Afektif)
Penerimaan
Sambutan
Apresiasi (sikap menghargai)
Internalisasi (pendalaman)
Karaktirasasi Mengingkari
Melembagakan atau meniadakan
Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari)
3 Ranah Karsa (Psikomotor))
Keterampilan bergerak dan bertindak
Kecakapan kespresi verbal dan nonverbal Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya
Mengucapkan
Membuat mimik dan gerakan jasmani
Untuk lebih spesifiknya, penulis akan akan menguraikan ketiga ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai yang terdapat dalam teori Bloom berikut:
a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
1) Pengetahuan (Knowledge), Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar dan sebagainya. Pengetahuan juga diartikan sebagai kemampuan mengingat akan hal-hal yang pernah dipelajaridan disimpan dalam ingatan.
2) Pemahaman (Comprehension), Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menangkap makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari. Pemahaman juga dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya.
3) Aplikasi (Application), Aplikasi atau penerapan diartikansebagai kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru. Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja.
4) Analisis (Analysis), Analisis didefinisikan sebagai kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.
5) Sintesis (Synthesis). Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Sintesis satu tingkat di atas analisa. Seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur
atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.
6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untik membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria
tertentu. Evaluasi dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
b. Affective Domain (Ranah Afektif)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan pendidikan ranah afektif adalah hail belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif. Taksonomi tujuan pendidikan ranah afektif terdiri dari aspek:
1) Penerimaan (Receiving/Attending), Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleg guru.
2) Tanggapan (Responding), Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
3) Penghargaan (Valuing), Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten dengan sikap batin.
4) 4). Pengorganisasian (Organization),Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Pengorganisasian juga mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai- nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting.
5) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex), Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya. Karakterisasinya mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikin rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.
c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Alisuf Sabri dalam buku Psikologi Pendidikan menjelaskan, keterampilan ini disebut .motorik. karena keterampilan ini melibatkan secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga keterampilan benar-benar berakar pada kejasmanian. Orang yang memiliki keterampiulan motorik, mampu melakukan serangkaian gerakan tubuh dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi gerakan-gerakan anggota tubuh secara terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik ini ialah adanya kemampuan Automatisme. yaitu gerakan-gerik yang terjadi berlangsung secara teratur dan berjalan dengan enak, lancar dan luwes tanpa harus disertai pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal itu dilakukan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum kita yang diukur oleh IQ, IQ yang tinggi dapat meramalkan kesuksesan prestasi belajar. Namun demikian pada beberapa kasus, IQ yang tinggi ternyata tidak menjamin kesuksuksesan seseorang dalam belajar dan hidup bermasyarakat.
Sementara itu, Sunarto (2009) mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dan mengklasifikasikannya menjadi dua bagian, yaitu: 1) faktor-faktor intern; dan 2) faktor-faktor ekstern.
Faktor-faktor intern, yakni faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Di antara faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang adalah antara lain: 1) kecerdasan/intelegensi; 2) bakat; 3) minat; 4) motivasi. Adapun faktor-faktor ekstern, yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor ini adalah antara lain: 1) keadaan lingkungan keluarga; 2) keadaan lingkungan sekolah; dan 3) keadaan lingkungan masyarakat (Sunarto, 2009).
Kedua uraian pendapat tersebut di atas kurang merepresentasikan kesemua faktor yang dapat mempengaruhi proses dan prestasi belajar seseorang. Masih banyak faktor-faktor lain yang belum tercover di dalamnya. Oleh karenanya, untuk melengkapi kedua pendapat tersebut, penulis sajikan pandangan Muhibbin Syah mengenai hal tersebut. Menurut beliau, faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik di sekolah, secara garis besar dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu :
Faktor internal (faktor dari dalam diri peserta didik), yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani peserta didik. Yang termasuk faktor-faktor internal antara lain adalah:
a. Faktor fisiologis
Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya.
b. Faktor psikologis
Yang termasuk dalam faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar adalah antara lain:
Intelegensi, faktor ini berkaitan dengan Intellegency Question (IQ) seseorang
Perhatian, perhatian yang terarah dengan baik akan menghasilkan pemahaman dan kemampuan yang mantap.
Minat, Kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Motivasi, merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
Bakat, kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yag akan datang.
c. Faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan sekitar peserta didik. Adapun yang termasuk faktor-faktor ini antara lain yaitu :
Faktor sosial, yang terdiri dari: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat
Faktor non sosial, yang meliputi keadaan dan letak gedung sekolah, keadaan dan letak rumah tempat tinggal keluarga, alat-alat dan sumber belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor tersebut dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik di sekolah.
Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran (Muhibin Syah, 2008: 139).
Dan untuk lebih memudahkan dalam memahami hubungan antara proses dan prestasi belajar dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, berikut ini penulis sajikan skema hubungan tersebut:
Gambar 1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Prestasi Belajar
C. Iklim Sekolah dan Kaitannya Dengan Prestasi Belajar Siswa.
Proses belajar mengajar erat sekali kaitannya dengan lingkungan atau suasana dimana proses itu berlangsung. Meskipun prestasi belajar juga dipengaruhi oleh banyak aspek seperti gaya belajar, fasilitas yang tersedia, tapi pengaruh iklim sekolah masih sangat penting. Hal ini beralasan karena ketika para peserta didik belajar di sekolah, lingkungan sekolah terutama kelas, baik itu lingkungan fisik maupun non fisik kemungkinan mendukung mereka atau bahkan malah mengganggu mereka. Oleh karena itu, Hyman (1980) mengatakan bahwa iklim yang kondusif antara lain dapat mendukung: (1) interaksi yang bermanfaat di antara peserta didik, (2) memperjelas pengalaman-pengalaman guru dan peserta didik, (3) menumbuhkan semangat yang memungkinkan kegiatan-kegiatan di kelas berlangsung dengan baik, dan (4) mendukung saling pengertian antara guru dan peserta didik. Lebih lanjut, Moos dalam Walberg (1979) mengatakan bahwa iklim social mempunyai pengaruh yang penting terhadap kepuasan peserta didik, belajar, dan pertumbuhan/ perkembangan pribadi. Kedua pendapat itu sangat beralasan karena hal-hal tersebut di atas pada gilirannya akan mempengaruhi prestasi belajar peserta didik.
Iklim organisasi sekolah itu tidak muncul dengan sendirinya. Ia perlu diciptakan dan dibina agar dapat bertahan lama. Untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang sehat dan produktif menurut Pidarta (1988: 178) haruslah ada kesempatan dan kemauan para profesional untuk :
1) Saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan.
2) Kerja sama dalam kelompok mereka. Kerja sama itu dapat saling memberi dan menerima tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas mereka sebagai pendidik.
3) Membuat para personalia pendidikan khususnya para pengajar sebagai masyarakat paguyuban di lembaga pendidikan.
4) Mengusahakan agar fungsi kepemimpinan dapat dilakukan secara bergantian, sehingga tiap orang mendapat kesempatan mengalami sebagai pemimpin untuk menunjukkan kemampuannya.
5) Menciptakan jaringan komunikasi yang memajukan ketergantungan para anggota satu dengan yang lain.
6) Perlu diciptakan situasi-situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan yang membuat para anggota tertarik pada kegiatan-kegiatan pengambilan \keputusan untuk kepentingan bersama.
7) Usahakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan menyerupai hidup dalam keluarga dan hilangkan situasi tegang.
8) Kalau ada permasalahan, berilah kesempatan orang atau kelompok yang paling bertalian dengan masalah itu menyelesaikan terlebih dahulu. Kalau mereka tidak bisa mengatasi baru dipecahkan bersama-sama.
9) Para pegawai yang baru diberi penjelasan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu dan menyelesaikan masalah.
10) Wujudkan tindakan dalam setiap kegiatan yang menggambarkan bahwa lembaga pendidikan adalah milik setiap warga paguyuban.
Usaha-usaha yang mengkreasikan iklim sekolah yang hangat tersebut dimulai oleh kepala sekolah atau para manajer lembaga pendidikan. Usaha-usaha tersebut juga perlu didukung oleh seluruh warga sekolah agar iklim sekolah yang hangat dapat tercapai dengan baik.
Iklim sekolah yang kondusif-akademik baik fisik maupun non fisik mrupakan landasan bagi penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan produktif. Oleh karena itu, sekolah perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk menumbuhkembangkan semangat dan merangsang nafsu belajar peserta didik. Dengan iklim yang kondusif diharapkan tercipta suasana yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan.
Iklim yang kondusif menurut Mulyasa (2004: 23) mencakup :
1) Lingkungan yang aman, nyaman dan tertib
2) Ditunjang oleh optimisme dan harapan warga sekolah
3) Kesehatan sekolah
4) Kegiatan-kegiatan yang berpusat pada perkembangan peserta didik
Seperti halnya iklim fisik, suasana kerja yang tenang dan menyenangkan juga akan membangkitkan kinerja para tenaga kependidikan. (Mulyasa 2004: 120). Untuk itu semua pihak sekolah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis, serta menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan menyenangkan.
Walberg dalam Farley dan Gordon (1981) mengemukakan bahwa prestasi belajar peserta didik ditentukan oleh banyak factor seperti usia, kemampuan dan motivasi, jumlah dan mutu pengajaran, lingkungan alamiah di rumah dan sekolah. Disamping itu, Berliner (dalam Walberg, 1979) kelihatannya mendukung Walberg dengan mengatakan bahwa iklim sekolah ditandai dengan kehangatan, demokrasi, dan keramahtamahan dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi prestasi belajar peserta didik.
Ada beberapa penelitian lain juga membuktikan bahwa iklim sekolah ikut mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Sijde (1988) melakukan penelitian terhadap 558 peserta didik kelas 2 sekolah menengah pertama yang belajar Matematika di Belanda dengan menggunakan Dutch Classroom Climate Questionnaire (DCCQ). Salah satu indicator iklim kelas itu, ‘ pengawasan guru terhadap peserta didik’ mempunyai korelasi yang signifikan dengan prestasi belajar peserta didik.
Lebih jauh, Fraser (1986) mendokumentasikan lebih dari 45 penelitian yang membuktikan bahwa adanya hubungan yang positif antara iklim sekolah dengan prestasi belajar peserta didik. Penelitian-penelitian itu menggunakan berbagai macam alat ukur iklim kelas seperti Learning Environment Inventory (LEI), Classroom Environment Scales (CES), Individualized Classroom Environment Questionnaire (ICEQ). My Class Inventory (MCI) dan instrumen-instrumen yang lain di beberapa Negara baik Negara-negara maju seperti India, Jamaica, Brazil dan Thailand.
Kesimpulan dari beberapa studi tersebut di atas adalah bahwa prestasi belajar peserta didik juga ditentukan oleh kualitas iklim sekolah dimana mereka belajar. Implikasi lebih lanjut dari studi-studi ini adalah bahwa prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan dengan menciptakan iklim sekolah yang kondusif dan lebih baik.
Karena iklim sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa maka hendaknya sekolah mampu membuat atau mengkreasikan suasananya sehingga selalu menyenangkan peserta didik dan dapat menumbuhkan kegairahan tuk belajar dan berakhir pada peningkatan prestasi belajarnya baik secara kognitif, efektif maupun secara psikomotorik dapat dicapai secara maksimal.
BAB III
KESIMPULAN
Iklim sekolah nerupakan merupakan satu kajian yang masih kurang memperoleh perhatian yang maksimal dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan pendidikan di Indonesia, padahal langkah-langkah perbaikan iklim sekolah yang diajukan para ahli iklim sekolah mempunyai jiwa pengambilan keputusan bersama antara guru dan kepala sekolah.
Iklim sekolah diyakini berkorelasi positif dengan perubahan tingkah laku dan prestasi hasil pembelajaran siswa. Dengan kata lain, iklim sekolah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas pembelajaran di sekolah. Namun demikian, pada umumnya guru dan kepala sekolah belum mengetahui makna dan hakikat serta dampak iklim sekolah terhadap proses belajar mengajar.
Melalui iklim sekolah dapat dikembangkan aspek-aspek demokrasi dalam pendidikan. Hal ini tercermin dalam kegiatan seperti pemberian penilaian awal, perlakuan umpan balik, pelaksanaan refleksi dan diskusi, perlakuan perbaikan, dan pemberian penilaian ulang.
Kamis, 14 Juli 2022
Niat Berpuasa
Tiap tahun seluruh umat muslim selalu menanti – nantikan datangnya bulan suci ramadhan, bulan yang penuh berkah dan hikmah yang berlimpah. Dan inilah Do'a Niat Puasa Ramadhan dengan arti dan lafadz dalam bahasa indonesia.
Arab:
نـَوَيْتُ صَوْمَ غـَدٍ عَـنْ ا َدَاءِ فـَرْضِ شـَهْرِ رَمـَضَانَ هـَذِهِ السَّـنـَةِ لِلـّهِ تـَعَالىَ
Lafadz:
Nawaitu saumagadin an'adai fardi syahri ramadhana hadzihissanati lillahita'ala.
Artinya:
"Sengaja aku berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu puasa pada bulan Ramadhan bagi tahun ini karena Allah Taala"
Pengenalan Ilmu Kimia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa waktu lalu di dunia ini terjadi peristiwa yang menyita banyak perhatian masyarakat, yaitu peristiwa perang antara Irak melawan sekutunya. Diantaranya pemicunya Irak dituduh memiliki senjata nuklir dan senjata kimia yang mematikan. Senjata tersebut dianggap berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia, terutama bagi Amerika serikat dan sekutunya. Walau hari ini kita sulit meyakini, pihak mana yang benar atau pihak mana yang salah.
Isu kimia seperti contoh diatas hanya mengarah pada hal-hal yang menakutkan. Padahal jika kita berbicara kimia, lingkupnya sangat luas bahkan setiap hari kita “sesungguhnya’ selalu berinteraksi dengan kimia atau zat kimia, mengapa? Karena tubuh kita sendiri kaya dengan zat kimia. Yang kita hirup, kita injak, bahkan keringat yang menetes itu semua terdiri dari zat kimia. Jadi tidak benar jika kita bicara kimia selalu membahas hal yang buruk. Apalagi anda seorang guru, yang salah satunya memberikan informasi kepada peserta didik dengan benar. Maka anda harus dapat menguasai kimia lebih baik dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.
Untuk memberikan bekal yang benar menurut modul ini anda akan mempelajari tentang kimia yang benar. Setelah anda mempelajari modul ini yang benar dan dapat menjelaskan pengertian ilmu kimia dan perannya dalam kehidupan sehari hari secara benar
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam modul ini untuk mengetahui gambaran pengenalan ilmu kimia secara khusus adalah sebagai berikut:
1. Pengertian ilmu kimia
2. Peran ilmu kimia dalam kehidupan manusia dan perkembangan iptek
3. Bahan kimia yang terdapat di sekitar manusia
4. Pengertian dan sifat materi
5. Larutan dan kelarutan
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penyajiannya dibagi dalam tiga bab, yaitu: Pada Bab I Pendahuluan, membahas tentang Latar Belakang Masalah, Tujuan dan Sistematika Penulisan. Pada Bab II membahas tentang Rangkuman Modul Meliputi: Pengertian ilmu kimia, Peran ilmu kimia dalam kehidupan manusia dan perkembangan iptek, Bahan kimia yang terdapat di sekitar manusia, Pengertian dan sifat materi, Larutan dan kelarutan yang terakhir Bab III merupakan Kesimpulan.
BAB II
RANGKUMAN
A. Pengertian ilmu kimia
Pernahkah Anda berpikir bahwa, Anda hidup diantara bahan-bahan kimia dan proses kimia? Mulai dari unsur-unsur pembentuk tubuh dan berbagai aktivitas manusia, yang dilakukan di rumah, di sekolah, di tempat kerja, bahkan di luar angkasa sekalipun, tidak terlepas dari proses kimia.
Tetapi kenyataan dalam kehidupan, kadang masin sering mendengar terjadinya kesalahpahaman tentang ilmu kimia bahkan untuk hal yang mendasar sekalipun, misalkan: "Dijual: produk bla-bla-bla yang bebas bahan kimia", padahal pada kenyataannya produk tersebut juga mengandung bahan kimia yang merupakan komponen dasar kehidupan yaitu air yang dalam bahasa kimianya disebut H20.
Kesalahan siapakah jika terjadi hal seperti ini? Temyata ketidakpedulian masyarakat terhadap kimia telah terbentuk sedemikian rupa sehingga hal itu terjadi. Selain itu, image negatif mengenai ilmu kimia semakin memperparah suasana. Kimia dihubungkan dengan segala sesuatu yang mengerikan, merusak, dan berbahaya. Adanya peristiwa-peristiwa pengeboman di Jakarta dan Bali menambah image negatif tersebut. Karena pada kenyataannya, born tak lepas dari terlibatnya reaksi kimia. Hal-hal positif mengenai ilmu kimia telah dilupakan masyarakat. Padahal kimia telah menolong kehidupan dan peradaban manusia sehingga mempermudah manusia melakukan aktivitasnya.
Oleh karena itu, perlu ada pelurusan pemahaman masyarakat tentang hakikat kimia atau ilmu kimia. Hal ini penting agar pandangan kita terhadap kimia menjadi benar dan tepat. Anda sebagai guru anak usia dini juga diharapkan memiliki pandangan yang benar tentang kimia, hal ini sangat penting karena Anda akan berinteraksi dengan banyak peserta didik, dan Anda juga akan mentransfer hal-hal yang berkaitan dengan kimia dan keberadaannya kepada mereka.
Lalu apakah sesungguhnya ilmu kimia itu? Banyak sekali para pakar yang menyampaikan pandangan dan definisinya, tetapi secara sederhana sebetulnya kimia adalah ilmu tentang perubahan. Batasan tersebut tidak terlepas dari kajian secara etimologi (asal-usul kata), kata kimia diterjemahkan dari bahasa Arab kuno yang pada mulanya mendekati mithos, yaitu dari kata chemist yang berarti 'memasak emas', dimana para ahli alkemi mengharapkan dapat melakukan cara mendapatkan rahasia mengubah logam biasa menjadi emas yang mendatangkan banyak uang
Selanjutnya pengertian tersebut berkembang, sejalan dengan kemajuan ilmu kimia itu sendiri, hingga saat ini ilmu kimia dikenal dengan kimia modern. Dalam peninjauan dan cara membatasinya, terdapat dua perspektif (cara pandang), yang pertama ilmu kimia dapat dipandang sebagaimana kelompok ilmu lainnya, yaitu ilmu pengetahuan alam kelompok ilmu eksakta, dan kedua ilmu kimia dipandang dari sudut kerja dan ruang lingkup i1mu kimia itu sendiri sebagai bidang ilmi memiliki karakteristik yang bersifat khusus. Ilmu kimia sebagai bagian dari ilmu alam atau eksakta umumnya disejajarkan dan diserumpunkan dengan ilmu fisika, biologi, geologi astronomi:
Sedangkan ilmu kimia sebagai bidang ilmu yang memiliki karaki khusus didefmisikan sebagai ilmu yang mempelajari segala sesuatu ti materi, seperti hakikat, susunan, sifat-sifat perubahan serta energi menyertai perubahan materi (Michael Purba: 1995). Pengertian lainnya kimia yaitu ilmu tentang unsur dan ciri-ciri zat, serta reaksi menyebabkan timbulnya zat-zat baru. (Badudu: 2001), senada Klenfiler (1999) kimia adalah ilmu yang mempelajari struktur materi perubahan-perubahan yang dialaminya. llmu yang membahas sifat struktur dari zat, perubahan yang terjadi pada zat untuk diperoleh zat baru.(Lec Gorth., 1970). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu kimia adalah yang mempelajari tentang materi yang meliputi struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertainya.
Dengan memahan i pengertian ilmu kirrda secara benar, maka akan ditemukan fokus kajiaanya. Menurut Howley Grenssen (1981), hal-hal yang menjadi perhatian utama ilmu kimia, yaitu 1) struktur dan kelakuan dari atom (elemen), 2) komposisi dan kandungan bahan, 3) reaksi yang terjadi zat dengan perubahan energi yang menyertainya, serta 4) Hukum dari unit fenomena yang menyertai perubahan itu.Secara detail, dampak positif dari pemahaman kimia yang baik, di antaranya sebagai berikut.
1. Mengenali secara benar tentang jenis materi yang sedang diamatinya. Baik ukuran, ruang, bentuk, warna dan karakteristik khususnya;
2. Memahami secara baik bentuk struktur dan susunan materinya yang sedang diamati, sehingga menambah keyakinan tentang pola-pola struktur dan susunan materi yang ada di alam;
3. Mengetahui sifat-sifat zat secara lebih baik dari setiap materi yang sedang diamati, sehingga tidak keliru dalam menilai suatu materi dan kandungannya;
4. Dapat memprediksi dengan lebih tepat setiap perubahan yang mungkin terjadi pada materi yang sedang diamati tersebut, sehingga mengendalikannya dengan baik agar tidak terjadi dampak negatif,
5. Mengenali sifat-sifat perubahan yang terjadi, sehingga akan dapat menarik kesimpulan yang benar tentang arah perubahan dari suatu materi yang sedang dihadapinya;
6. Memahami reaksi-reaksi yang menimbulkan terjadinya zat baru, sehingga memberi peluang dalam mengembangkan zat-zat kimia yang sesuai dengan kebutuhan umat manusia dalam kehidupannya;
7. Memahami hubungan komposisi dari zat-zat yang terkandung dalam materi, hal ini akan memberikan pilihan-pilihan dalam mencari pola hubungan yang dibutuhkan dalam reaksi kimia. Ini akan sangat bermanfaat dalam menyimpulkan komposisi zat yang bermanfaat bagi manusia dan lingkungannya;
8. Pemahaman terhadap kimia akan dapat membantu memahami perubahan warna yang mengikutinya jika sedang melakukan percobaan, sehingga dapat mengelompokkannya dengan baik.
9. Mengetahui setiap energi yang menyertai dalam perubahan, baik yang dapat menimbulkan dampak luas maupun tidak. Jugs dapat mengenali perubahan yang berdampak negatif dan yang berdampak positif;
10. Mengenali proses dan pola-polanya, sehingga mendapat pengetahuan menyimpulkan hukum yang berlaku pada perubahan tersebut.
Hal-hal tersebut jika terjadi pada Anda setelah mempelajari maka Anda akan menjadi guru yang baik dalam member pandangan ilmu kimia kepada peserta didik serta akan dapat mengarahkan pada wawasan yang benar tentang kimia dan ruang lingkupnya.
Gambar 1 Notasi Rumus Kimia
B. Peran ilmu kimia dalam kehidupan manusia dan perkembangan iptek
Ilmu kimia mempunyai peran yang sangat panting, apalagi modern. ini. Ilmu kimia penting, karena dapat menjelaskan tentang pembentukan suatu materi baru. Dengan kemampuan ilmu kimia dapat mencari materi alternatif. Temuan-temuan melalui proses dan pendekatan kimia akan banyak membantu memecahkan masalah yang dihadapi manusia dalam kebidupannya, sehingga kualitas kehidupan semakin baik dan lebih sejahtera. (mudah, praktis, nyaman, dan menyenangkan). Walaupun, jika tidak memperhatikan dan m dampak negatifnya, maka tidak mustahil manusia akan mendapatkan dari kegiatan dan penggunaan kimia tersebut.
Ilmu kimia memiliki peran yang menentukan dalam kehidupan dapat membuka pikiran dan memperluas wawasan pengetahuan. Dengan mempelajari kimia, kita dapat mengubah bahan alam menjadi yang lebih berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia pihak yang telah membuktikannya dan berhasil,bahkan pada komunitas dalam suatu negara tertentu Jepang, negara ini mampu membuat bahan tahan gempa dan to membuat baterai setipis kertas, membuat film fotografi berkualitas tinggi membuat computer-chip yang dapat menyimpan jutaan jenis informasi Contoh lainnya Negara Korea, negara ini dengan kegigihan membuat makanan bergizi dari tumbuhan laut; begitu juga israel kecerdasan bidang kimianya mampu mengubah gurun pasir menjadi pertanian. Melalui pengetahuan kimia, manusia dimanapun berada mampu membuat bahan-bahan baru dan sintetis seperti plastik, paralon, aspal, karet, tekstil, detergen, pewarna, aroma, dan sebagainya.
Kekuatan ilmu kimia tidak disangsikan lagi, bahkan dengan kemampuannya; berbagai masalah yang dihadapi dunia secara global juga dapat dibantu penyelesaiannya dengan bantuan ilmu kimia, misalkan saja masalah yang mengemuka terkait dengan lingkungan hidup, kedokteran, geologi, krisis energi dan sebagainya.
A. Bahan Bakar
Saat ini bahan bakar dunia, berupa minyak burni, batu bara, gas alam berasal dari fosil. Fosil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena fosil terbentuk dari organisme yang terkubur beberapa jutaan tahun lalu. Bahan bakar tersebut akan habis dan manusia harus dapat mencari sumber energi alternatif, untuk mengatasi krisis energi tersebut.
B. Teknologi Biogas
Ternak-ternak di pedesaan dapat menimbulkan masalah lingkungan, karena kotorannya yang berserakan dapat menimbulkan bau yang tidak enak, kotoran ternak juga merusak pemandangan di desa, bahkan dapat menjadi sumber penularan penyakit. Dengan teknologi biogas, permasalahan tersebut, dapat diatasi. Kotoran hewan tersebut diolah hingga bermanfaat bagi manusia. Pembuatan biogas menggunakan bahan baku kotoran hewan/ternak yang dibubur halus menjadi butiran kecil dan dicampur air. Hasil teknologi biogas tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya untuk lampu penerangan maupun untuk memasak.
C. Program Langit Biru
Program Langit Biru artinya program yang bertujuan untuk rneminimalisasikan polusi udara akibat pemanfaatan energi. Polusi udara tersebut diakibatkan dari emisi gas buang yang ditimbulkan dari pemanfaatan energi. Transportasi merupakan salah satu udara. Emisi gas buang tersebut misalnya Karbon Hidrokarbon, Nitrogen Oksida, Sulfur dioksida, Timal debu.
Gambar 1 Bahan Bakar dan Teknologi Biogas
Ilmu Kimia termasuk dalam kategori "Central Science"', karena peranannya yang sangat penting di antara ilmu pengetahuan lainnya. Tidak ada ilmu pengetahuan alam yang tidak bergantung pada ilmu kimia. Di samping berkaitan erat dengan ilmu lainnya, ilmu kimia juga dapat dimanfaatkan untuk mempelajari teknologi di berbagai industri yang memproduksi bahan-bahan baru (mulai dari industri sederhana hingga industri berat) yang menjadi kebutuhan kehidupan sehari-hari. pengetahuan kimia dapat pula diterapkan untuk menganalisa kebutuhan bahan baku dan produk dari suatu industry.
Pemanfaatan ilmu kimia bagi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi serta penerapannya yang lebih luas, diantaranya adalah berikut.
A. Bidang Kedokteran, Farmasi dan Kesehatan
B. Bidang Geologi
C. Bidang Pertanian
D. Bidang Industri
E. Teknologi Biogas
F. Menuntaskan kasus kriminalitas
C. Bahan kimia yang terdapat di sekitar manusia
Disekitar kita ada yang diciptakan oleh Tuhan dan ada benda yang dibuat oleh manusia. Kadang-kadang kita tidak menyadari bagaimana asal mula dan perubahan¬perubahan yang terjadi pada benda tersebut. Dengan adanya ilmu kimia kini kita dapat menjumpai berbagai macam bahan, barang atau peralatan yang akan digunakan untuk kepertuan sehari-hari. Misalnya pembersih, pemutih, pewangi, serta pembasmi serangga.
Banyak sekah bahan pembersih yang dikemas dan dijual secara bebas. Bahan pembersih itu dapat dikelompokkan menjadi bahan pembersih pakaian, bahan pembersih lantai, bahan pembersih porselen dan kaca, Berta bahan pembersih perabotan rumah tangga.Setiap bahan pembersih yang kegunaannya sama memiliki kandungan bahan kimia yang lama, perbedaannya hanya pada merek dan konsentrasi bahan kimianya. Misalnya pads bahan pembersih porselen, bahan kimia yang digunakan dalam pembersih tersebut adalah asam klorida (HCI).
Gambar 2 Pembersih yang sering digunakan
Bahan-bahan kimia yang cukup akrab berinteraksi dengan kita. Jika diidentifikasi mungkin akan banyak sekali jumlahnya. Namun untuk lebih memberikan pemahaman kepada anda, berikut ini disajikan daftar yang lebih rinci tentang bahan dan atau zat kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan. Bahan-bahan tersebut disajikan berdasarkan tempat dimana anda dapat menjumpainya.
a. Rumah
Rumah adalah. tempat tinggal kita, dan mungkin tempat yang paling dikenali dengan baik. Anda akan dapat mengidentifikasi bahan dan atau zat kimia yang terdapat di rumah. Beberapa contoh yang dapat dituliskan, di antaranya:
a. hair spray untuk rambut.
b. obat nyamuk;
c. obat nyamuk bakar:
d. pemutih untuk cat tembok rumah kita;
e. freon dalam kulkas, dan AC;
f. gas pada kompor gas;
g. korek api;
h. kosmetik;
i. puzzle plastik;
j. pewangi ruangan;
k. jok mobil;
l. koran/majalah
b. sekolah
Sekolah merupakan tempat kedua yang paling dikenal oleh seseorang Anda tentu pernah mengalami sekolah, misalnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ingatkah Anda, bahan apa sajakah yang terdapat sekitar sekolah yang benipa bahan dan atau zat kimia. Berikut sejumlah bahan dan atau zat kimia yang dapat diidentifikasi di lingkungan sekolah, di antaranya:
a. buku;
b. papan tulis;
c. meja yang dilapisi vernish;
d. kapur tulis;
e. pulpen;
f. bola;
g. krayon;
h. spidol;
i. cat warna;
j. penghapus;
k. cat mainan;
c. Lingkungan
Tempat yang lebih luas lagi adalah di lingkungan terbuka, yang meliputi lingkungan di luar rumah dan sekolah. Bahan dan atau zat kimia yang dapat ditemui di tempat tersebut sangat banyak sekali jumlahnya; mungkin Anda tidak akan bisa menghitungnya. Hampir dapat dipastikan bahan di setiap sudut atau bagian dapat dijumpai berbagai bahan dan atau zat kimia.
Prinsipnya makin luas dan jauh langkah kita, akan makin banyak daftar bahan dan atau zat kimia yang dapat diidentifikasi dan dikemukakan. Berikut adalah sebagian kecil contoh bahan dan atau zat kimia yang terdapat di lingkungan kita:
a. air
b. udara. (gas);
c. plastik;
d. kaleng;
e. botol;
f. logam;
g. aspal;
h. pupuk urea;
i. zat pestisida.
d. bahan kimia yang terdapat dalam makanan
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di sandang dan papan. Makanan yang kita makan setiap hari mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Zat makanan terdiri dari makro nutrisi dan mikro nutrisi. Kelompok makro nutri dari karbohidrat, lemak, dan protein yang diperlukan tubuh dalan besar, sedangkan yang merupakan mikro nutrisi adalah vitamin dan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Di dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita melihat berbagai makanan dan minuman yang disajikan sangat menarik hal itu dapat dilakukan dengan menambahkan zat tambahan makanan yang disebut dengan zat aditif makanan.
Gambar 3 zat aditif buatan
D. Pengertian dan sifat materi
Secara umum materi dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki massa, menempati ruang, dan memiliki sifat dapat dilihat, dicium, didengar, dirasa, atau diraba. Dari batasan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa semua benda di alam ini termasuk diri kita adalah materi. Jadi makhluk hidup dan yang tidak hidup terdiri atas materi: manusia, tumbuh tumbuhan, hewan, air, batu, kayu, garam dan benda-benda apa saja di sekitar kita termasuk materi. Bahkan lebih luas dan lebih jauh bintang, bumi, bulan, segala batuan, minyak bumi, kayu, tanah, udara, air, logam, bakteri, molekul, atom, elektron, dan seterusnya juga adalah materi.
Setiap materi seperti yang telah dicontohkan memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat materi menunjuk pada karakteristik materi menjadi ciri atau identitas dari materi itu. Mengenal sifat-sifatnya berarti mengenai materi itu, demikian juga sebaliknya. Berdasarkan sifat utamanya, materi secara umum dikenali melalui dua sifat, yaitu dari sifat fisis dan kimia. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Sifat Fisis
Sifat fisis adalah sifat materi yang berhubungan dengan gejala-gejala fisika. Mencakup: wujud (fasa), bentuk, rasa, warna, bau, daya hantar panas, daya hantar listrik, kelarutan dan beberapa tetapan fisis (massa jenis, indeks bias, titik beku, titik leleh, titik didih, titik bakar, dan lain-lain).
b. Sifat Kimia
Sifat kimia adalah sifat materi yang berhubungan dengan gejala-gejala kimia. Mencakup: kereaktifan (misalnya mudah/sukar bereaksi, dapat terbakar, melapuk, atau membusuk), rumus kimia, susunan ikatan, bentuk molekul, dan lain-lain.
Contoh yang terkait dengan sifat kimia adalah.-
1) Air, pada suhu kamar yang berwujud cair (suhu 25°C) tetap dipanaskan berubah menjadi uap air. Di udara dingin dapat mengembun dan jika didinginkan hingga 0°C dapat berubah menjadi es.
2) Kayu & kertas, kayu dan kertas dibakar berubah menjadi abu
3) Besi, jika didiamkan di udara terbuka lama kelamaan akan berkarat
4) Kawat, kawat pijar dalam bola lampu, jika dialiri akan menyala.
5) Nasi dan susu, jika dibiarkan di udara terbuka akan menjadi basi.
a. Perubahan Materi
Setiap materi di alam ini selalu berubah. Materi tak pernah tidak terkecuali diri kita sendiri. Apakah perubahan materi itu sesungguhnya. Perubahan materi adalah perabahan sifat suatu zat atau materi menjadi zat yang lain baik yang menjadi zat baru maupun tidak. Jadi dapat bahwa perubahan materi dapat berupa pertumbuhan, pergerakkan, pembelahan, penguapan, pencernaan, pembakaran, perkaratan, pelapukan, pembusukan, dan seterusnya.
Sesungguhnya, perubahan materi melibatkan perubahan sifat materi itu sendiri. Perubahan sifat ini ada yang hanya melibatkan perub fisisnya saja, dan ada juga yang melibatkan perubahan sifat kimia, perubahan sifat kimia suatu materi selalu melibatkan juga perubahan fisisnya.
Apa yang menyebabkan suatu materi mengalami perubahan? Energilah yang menyebabkan suatu materi berubah. Setiap materi selalu mengandung energi. Materi berubah maka berubah pula kandungan energinya. Materi dapat disertai dengan pembebasan energi atau penyerap energi, pembebasan energi menyebabkan kandungan energi dari berkurang; sementara penyerapan energi menyebabkan materi asal kandungan energinya. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa perubahan materi selalu disertai dengan perubahan energi. Dengan demikian, secara umum perubahan pada materi terbagi dua macam, yaitu 1) Perubahan Materi Secara Fisika atau Fisi Perubahan Materi Secara Kimia.
b. Perubahan Fisis
Salah satu bentuk energi penyebab perubahan materi adalah energi panas. Pemanasan dapat menyebabkan lilin meleleh; air menguap; kamper (kapur barus) dan iodium menyublim; dan lain-lain. Jadi patokannya, perubahan materi yang hanya melibatkan perubahan pada sifat fisis suatu materi disebut perubahan fisis. Dapat dinyatakan bahwa ciri umurn dari perubahan yang bersifat fisis tersebut adalah tidak menghasilkan zat baru dan perubahannya bersifat sementara (zat asal dapat segera diperoleh kembali). Jika diidentifikasi lebih tepat, perubahan fisis biasanya mengarah pada perubahan wujud, perubahan bentuk serta perubahan rasa yang didasarkan pada tanggapan pancaindera. Contoh yang nyata dapat ditampilkan, misalkan dapat dilihat pada Gambar Lilin Meleleh.
1) Perubahan wujud
Kejadian perubahan wujud dapat diamati pada perubahan materi di antaranya:
a) es balok yang mencair menjadi air-,
b) air menguap menjadi nap;
c) kapur barus menyublim menjadi gas, dsb.
2) Perubahan bentuk
Kejadian perubahan bentuk dapat diamati pada perubahan materi di antaranya:
a) gandum yang digiling menjadi tepung terigu;
b) benang diubah menjadi train;
c) batang pohon dipotong-potong jadi kayu balok dan triplek,dll.
3) Perubahan rasa berdasarkan alas indera
a) perubahan suhu-,
b) perubahan rasa, dan lain sebagainya.
c. Perubahan Kimia
Perubahan juga menyebabkan terbentuknya materi baru, atau perubahan materi yang melibatkan perubahan sifat materi secara kekal. Perubahan itu dikenali dengan sebutan perubahan kimia. Misalnya bila kita memanaskanr kayu, maka suhunya akan naik; dan bila suhu ini sampai pada titik bakarnya maka kayu itu akan terbakar dengan sendirinya.
Anda dapat mengidentifikasi banyak perubahan kimia di sekitar baik pada lingkungan yang dekat maupun yang jauh. Berikut adalah contoh yang dapat membantu Anda dalam memahami perubahan antaranya sebagai berikut.
1) Bensin biodiesel sebagai bahan bakar berubah dari cair menjadi asap knalpot.
2) Proses fotosintesis pada tumbuh-tumbuhan yang merubah air, sinar matahari, dan sebagainya menjadi makanan.
3) Membuat masakan yang mencampurkan bahan-bahan masakan sesuai resep menjadi masakan yang dapat dimakan.
4) Bom meledak yang berubah benda padat menjadi pecahan dan ledakan.
Demikianlah sejumlah contoh yang dapat disajikan, Anda dapat mengidentifikasi lebih banyak lagi baik melalui pengamatan alamiah, maupun melalui percobaan-percobaan secara langsung. Tetapi, meskipun telah disajikan sejumlah contoh perubahan dalam kimia, janganlah Anda melupakan bahwa ilmu kimia juga mempelajari suatu perubahan yang diikuti dengan energinya dan hal ini telah dijelaskan pada paparan sebelumnya. Mengapa kejadian perubahan bersifat demikian? karena pada dasarnya setiap materi memiliki energi, yaitu energi kinetik dan energi potensial. Nah, perubahan kimia juga selalu disertai dengan perubahan energi tersebut. Hal ini dapat dicontohkan dalam proses asimilasi pada tumbuhan yang terjadi pada siting hari dengan bantuan sinar matahari. Pada proses tersebut energi matahari diubah menjadi energi kimia yang disimpan dalam karbohidrat hasil reaksi itu. Jadi setiap perubahan zat selalu disertai perubahan energi, tetapi tidak semua energi yang menyertai perubahan zat dapat diamati oleh indera kita.
Pertanyaan yang penting diajukan adalah bagaimanakah sesungguhnya proses perubahan wujud itu terjadi? Sejumlah perubahan terjadi melalui proses tertentu. Di bawah ini akan digambarkan beberapa proses perubahan wujud, yaitu:
1) benda atau zat padat berubah menjadi benda cair. Proses ini sering, disebut sebagai mencair atau pencairan. Contoh dari proses ini adalah:
a) es krim yang berubah menjadi cair terkena suhu panas;
b) permen atau coklat yang mencair terkena suhu panas.
2) benda atau zat cair berubah menjadi benda padat. Proses ini dinamakan dengan membeku atau pembekuan. Contoh dari proses ini adalah:
a) membuat es mambo dari air sirup dalam plastik,
b) membuat agar-agar atau jelly.
3) benda atau zat padat berubah menjadi benda gas. Proses ini dinamakan menyublim atau penyubliman atau sublim. Contoh dari proses ini adalah:
a) kapur barus yang menyublim menjadi gas berbau wangi;
b) biang es di dalam kotak es tongtong untuk mendinginkan es.
4) benda atau zat gas berubah menjadi benda padat. Proses ini dinamakan menghablur atau penghabluran atau hablur atau mengkristal atau pengkristalan. Contoh dari proses ini adalah: pembuatan ammonium sulfat dan ammonium nitrat bahan pupuk.
Berdasarkan keadaan fisisnya, materi dapat digolongkan ke macam wujud yaitu padat, cair dan gas. Ciri-ciri dari setiap wujud materi tersebut sangat penting untuk dipahami, karena merupakan landasan penguasaan konsep dan proses dalam kimia. Salah satu cara mengenali ciri-ciri wujud suatu materi, di antaranya dapat dilakukan dengan berdasarkan bentuk, volume, kompresibilitas (pernampatan), massa jenis serta kemampuan mengalirnya.
Sebelum dipaparkan ciri-cirinya lebih lanjut, terlebih dahulu akan dikemukakan faktor yang dapat mempengaruhi wujud suatu wujud zat. Secara mendasar terdapat dua faktor yang mempengaruhi suatu materi, yaitu kekuatan gaya antara dan jarak antar molekulnya. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi struktur fisis wujud zat berpengaruh pada bentuk, volume, tegangan permukaan, laju penguapan daya alir. Sedangkan jarak antar molekul akan mempengaruhi ke pemampatan dan laju bauran (difusi).
Gambar 4 Lilin Meleleh dan Kayu Terbakar
E. Larutan dan kelarutan
a.Larutan
Reaksi-reaksi kimia banyak yang berlangsung dalam sistem larutan, terutama dalam pelarut air. Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Larutan terdiri dari 2 komponen yaitu Zat Terlarut (disebut: solut), dan Pelarut (disebut: solven). Zat dalam larutan yang berada dalam jumlah terbesar berkedudukan sebagai pelarut, sedangkan zat-zat lainnya sebagai zat terlarut. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalarn larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses campuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti gula dilarutkan dalam air. Jika Anda memasukkan satu sendok gula ke dalam satu gelas air, maka seolah-olah gula tersebut menghilang di dalam air, Dalam gelas tersebut, gula dan air tidak dapat dibedakan lagi. Apa sesungguhnya yang terjadi? Sesungguhnya, partikel partikel gula menyebar secara homogen di antara partikel-partikel air. campuran yang bersifat homogen itulah yang kita rebut sebagai larutan. Pada contoh itu, gula adalah zat terlarut sedangkan zat pelarutnya adalah air.
Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, pada suatu titik komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah endapan. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal, dan 'arutannya disebut sebagai larutan jenuh. Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan, dan kontaminasi.
Gambar 5 Campuran homogen
Larutan dapat juga terbentuk antar zat cair, rnisalnya antara alcohol dan air. Dalam hal ini, komponen terbanyaklah yang dianggap sebagai dan yang lebih sedikit sebagai zat terlarut. Jadi dapat disimpulkan, larutan dapat berupa padatan, cairan atau gas. Tanah tergolong larutan sedangkan udara adalah larutan gas.
Tentunya masih banyak contoh-contoh lainnya, akan sangat baik jika anda melakukan percobaan sendiri di rumah, terutama pada saat atau mempelajari modul ini. Semoga dapat melakukannya dengan sukses dan lancar.
Campuran heterogen adalah suatu campuran yang terdiri dari dua bahan atau lebih yang memiliki fasa yang berbeda. Contohnya adalah pasir dimasukkan kedalam air, campuran ini merupakan campuran heterogen karena terdiri dari bahan-bahan yang memiliki fase berbeda, pasir dalam fase padatan dan air dalam fase cair.
Campuaran homogen adalah suatu campuran yang terdiri dari 2 bahan atau lebih dalam fase yang sama. Sebagai contoh sejumlah kecil garam (NaCl) dimasukkan ke dalam air, garam perlahan akan menghilang. Garam yang telah dimasukkan larut dalam air dank arena larutnya garam, air dan garam pun membentuk suatu zat baru yang memiliki sifat yang berbeda dengan zat murninya. Air pada saat murni tidak memiliki rasa.namun setelah ditambahkan garam,air akan memiliki rasa asin begitu pula pada garam. Garam pada saat murni slalu berbentuk padatan namun setelah dimasukkan dalam air garam berubah cair.
B.Kelarutan
Secara sederhana kelarutan dapat diartikan sebagai jumlah suatu zat dapat terlarut dalam pelarut tertentu. Secara umum, kelarutan suatu zat jumlah suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku pada zat padat, walaupun beberapa perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair lainnya umum kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau gas zat cair. Kelarutan gas dalam air umumnya berbanding terbalik terhadap suhu. Larutan ideal mematuhi Hukum Raoult, yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair) berbanding lurus dengan fiksi mol pelarut dan larutan. Larutan yang benar-benar ideal tidak terdapat di alam, namun beberapa larutan memenuhi hukum Raoult sampai batas-batas tertentu. Agar Anda lebih memahami, berikut akan diilustrasikan melalui contoh sederhana, yaku dengan memasukan satu sendok gula dalam satu gelas air, maka gula itu akan larut. Namur, bila gula ditambahkan terus-menerus ke dalam larutan tersebut maka suatu saat gula tidak dapat larut. Butiran-butiran gula tersebut justru akan mengendap di dasar gelas. Pada kondisi ini dikatakan bahwa larutan telah jenuh.
Gambar 6 Larutan jenuh
Tabel 1 Zat terlarut dan kelarutan
Zat terlarut Kelarutan (g zat terlarut/100g air)
Garam dapur 35,7
gula pasir 179,2
vitamin C (Asam Askorbat) 33
Amonium Klorida 29,7
Amonium Nitrat 118,3
Amonium Sulfat 70,6
Kalsium klorida 53,3
Kalsium Sulfat 0,23
Faktor lain yang terkait dengan larutan dan kelarutan. Ada penting yang patut anda ketahui dengan baik, yaitu tentang proses Pada pengertian larutan sebagaimana yang telah dijelaskan. Nah, larutan. terdapat dua zat utama yang salah satunya adalah zat pelarut pelarut akan bekerja dengan baik apabila dipengaruhi oleh proses tertentu.
Sebelum mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap proses pelarutan, terlebih dahulu akan dibedakan maksud dari proses pelarutan dan kelarutan. Kelarutan menyatakan jumlah maksimal zat terlarut yang larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu, sedangkan proses adalah bagaimana suatu larutan terbentuk. Kecepatan proses dipengaruhi oleh suhu, pengadukan, ukuran partikel zat terlarut dan pelarut.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Secara umum dari pembahasan di atas terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan, diantaranya:
1. Materi adalah segala sesuatu yang memiliki massa, menempati ruang, dan memiliki sifat dapat dilihat, dicium, didengar, dirdengar atau diraba. Jadi makhluk hidup dan tidak hidup terdiri atas materi manusia, tumbuhan, hewan, air, batu, kayu, garam dan benda-benda apa saja di sekitar kita termasuk materi.
2. Setiap materi memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat materi menunjuk pada karakteristik materi menjadi ciri atau identitas dari materi Berdasarkan sifat utamanya, materi secara umum dikenali melalui dua sifat, yaitu dari sifat fisis dan kimia.
3. Sifat fisis adalah sifat materi yang berhubungan dengan geja gejala fisika. Mencakup: wujud (fasa), bentuk rasa, warna, bau, da hantar panas, daya hantar listrik, kelarutan dan beberapa tetap fisis (massa-jenis, indeks bias, titik beku, titik leleh, titik didih, dan lain-lain).
4. Sifat kimia adalah sifat materi yang berhubungan dengan gejal gejala kimia. Mencakup: kereaktifan (misalnya mudah/sukar bereaksi, dapat terbakar, melapuk, atau membusuk), rumus kimia, susunan ikatan, bentuk molekul, dan lain-lain.
5. Setiap materi di dalam ini selalu berubah. Perubahan materi adal perubahan sifat suatu zat atau materi menjadi zat yang lain baik yang menjadi zat baru maupun tidak.
6. Secara umum perubahan pada materi terbagi menjadi dua macam yaitu 1) Perubahan Materi Secara Fisika atau Fisis, dan Perubahan Materi Secara Kimia. Perubahan materi secara fisik adalah perubahan yang merubah suatu zat dalam hal bentuk, wujud atau ukuran, tetapi tidak merubah zat tersebut menjadi zat bay. Sedangkan perubahan materi secara kimia didefinisikan sebagai perubahan dari suatu zat atau materi yang menyebabkan terbentuknya zat baru.
7. Berdasarkan keadaan fisisnya, materi dapat digolongkan ke data tiga macam wujud yaitu padat, cair dan gas.
8. Reaksi-reaksi kimia banyak yang berlangsung dalam sistem larutan terutama dalam pelarut air. Larutan adalah campuran homogen di zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.
9. Secara sederhana kelarutan dapat diartikan sebagai jumlah suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Nugraha dan A. Sy. Dina Dwiyana. Dasar-dasar matematika dan sains. Jakarta. Universitas Terbuka.
Klenfiler. (1999). Kimia Untuk Universitas. (Edisi 6). Jakarta. Penerbit Erlangga.
Lec Gorth. (1970). Principles Of Chimistry a Structural Approach. Pensylvania. International Textboox Company.
Purba, Michael. (2003). Ilmu Kimia.Jakarta. Erlangga.
http://kimia123sma.wordpress.com/2010/01/23/kimia-123-sma-mengetik-rumus-kimia/
http://nisrinaa.blogspot.com/2010/07/redup.html
http://blog.codingwear.com/bacaan-328-Macam-Macam-Zat-Aditif-pada-Makanan.html
http://nasrulbintang.wordpress.com/2011/12/18/sistim-koloid-sistem-dispers-dan-sistem-koloid/
Langganan:
Postingan (Atom)
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaita...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seorang maupun organisasi akan selalu memiliki tujuan...
-
1. Bagaimana sistem informasi manajemen digunakana di seluruh lapisan manajemen pendidikan ? Sekarang ini manusia sud...