Senin, 18 Juli 2022
Iklim Sekolah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berbicara tentang mutu pendidikan tidak akan lepas dari kegiatan belajar. Hasil kegiatan belajar yang diharapkan adalah prestasi belajar yang baik. Setiap orang pasti mendambakan prestasi belajar yang tinggi, baik orang tua, siswa dan lebih-lebih bagi guru. Untuk mencapai prestasi belajar yang optimal tidak lepas dari kondisi-kondisi dimana kemungkinan siswa dapat belajar dengan efektif dan dapat mengembangkan daya eksplorasinya baik fisik maupun psikis. Memperoleh prestasi belajar yang baik tidaklah mudah, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor siswa memegang peranan dalam mencapai prestasi belajar yang baik, karena siswa yang melakukan kegiatan belajar perlu memiliki karakter belajar dan dan lingkungan belajar yang baik.
Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka iklim sekolah harus baik dan kondusif sehingga siswa dapat belajar dengan tenang dan menyenangkan. Selain factor dari dalam diri siswa seperti intelegenci, bakat, minat dan motivasi, iklim sekolah juga sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Iklim sekolah merupakan lingkungan belajar yang medorong prilaku positif dan kepribadian sama sehingga menciptakan proses belajar mengajar yang optimal. Menurut Larsen (1987) dalam Moedjiarto (2002:28) dijelaskan bahwa iklim sekolah merupakan suatu norma, harapan dan kepercayaan dari personil-personil yang terlibat dalam organisasi sekolah yang dapat memberikan dorongan untuk bertindak guna pencapaian prestasi sisawa yang tinggi.
Dalam kenyataannya masih banyak terlihat realita di lapangan sekolah-sekolah yang belum mampu menciptakan iklim yang kondusif sehingga hal ini sangat berpengaruh pada suasana dan aktifitas belajar mengajar disekolah itu dan selanjutnya juga berakibat pada prestasi belajar yang akan dicapai siswa.
Makalah ini mencoba untuk menganalisis secara teoritis tentang pengaruh iklim sekolah terhadap prestasi belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan iklim sekolah?
2. Faktor- factor apa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa?
3. Bagaimana pengaruh iklim terhadap prestasi belajar siswa?
C. Prosedur pemecahan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metode deskriptif, yakni pemaparan yang berkenaan dengan masalah yang diuraikan dan teknik yang digunakan library risert (tinjauan pustaka).
D. Sistematika Uraian
Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari:
Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, prosedur pemecahan masalah serta sistematika penulisan.
Bab II Berisi pembahasan tentang teori iklim sekolah dan prestasi belajar, yang di dalamnya memuat pengertian iklim sekolah, dimensi dan indicator iklim sekolah, dan prinsip-prinsip pengembangan iklim sekolah.. Kemudian pengertian prestasi belajar, jenis-jenis prestasi bealajar, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar serta pengaruh iklim sekolah terhadap prestasi belajar siswa.
Bab III Berisi kesimpulan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Iklim Sekolah
1. Pengertian Iklim Sekolah
Iklim sekolah didefinisikan orang secara beragam dan dalam penggunaanya kerapkali dipertukarkan dengan istilah budaya sekolah. Iklim sekolah sering dianalogikan dengan kepribadian individu dan dipandang sebagai bagian dari lingkungan sekolah yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis serta direfleksikan melalui interaksi di dalam maupun di luar kelas.
Menurut Sergiovanni dan Startt (1993) dalam Hadiyanto (2004: 153) yang menyatakan bahwa iklim sekolah merupakan karakteristik yang ada, yang menggambarkan ciri-ciri psikologis dari suatu sekolah tertentu, yang membedakan suatu sekolah dari sekolah yang lain, mempengaruhi tingkah laku guru dan peserta didik dan merupakan prasaan psikologis yang dimiliki guru dan peserta didik di sekolah tertentu.
Litwin dan Stringer (dalam Gunbayi, 2007:1) menjelaskan iklim sekolah didefinisikan secara bervariasi oleh para ahli sebagai hasil dari persepsi subjektif terhadap sistem formal, gaya informal kepala sekolah, dan faktor lingkungan penting lainnya yang mempengaruhi sikap, kepercayaan, nilai dan motivasi individu yang berada pada sekolah tersebut. Namun demikian variasi definisi iklim sekolah apabila ditelaah lebih dalam, mengerucut kepada tiga pengertian. Pertama iklim sekolah didefinisikan sebagai kepribadian suatu sekolah yang membedakan dengan sekolah lainnya. Kedua iklim sekolah didefinisikan sebagai suasana di tempat kerja, mencakup berbagai norma yang kompleks, nilai, harapan, kebijakan, dan prosedur yang mempengaruhi pola perilaku individu dan kelompok. Ketiga iklim sekolah didefinisikan sebagai persepsi individu terhadap kegiatan, praktik, dan prosedur serta persepsi tentang perilaku yang dihargai, didukung dan diharapkan dalam suatu organisasi.
Pemahaman iklim sekolah sebagai kepribadian suatu sekolah merujuk pada beberapa pendapat berikut. Halpin dan Croft (dalam Tubbs dan Garner, 2008:17) menjelaskan iklim sekolah sebagai sesuatu yang intangible tetapi penting untuk sebuah organisasi dan dianalogikan dengan kepribadian seorang individu. Hoy dan Miskel (dalam Pretorius dan Villiers, 2009:33) menjelaskan iklim sekolah merujuk kepada hati dan jiwa dari sebuah sekolah, psikologis dan atribut institusi yang menjadikan sekolah memiliki kepribadian, yang relatif bertahan dan dialami oleh seluruh anggota, yang menjelaskan persepsi kolektif dari perilaku rutin, dan akan mempengaruhi sikap dan perilaku di sekolah.
Menurut Hoy, Smith dan Sweetland (dalam Milner dan Khoza, 2008:158), iklim sekolah dipahami sebagai manifestasi dari kepribadian sekolah yang dapat dievaluasi dalam di sebuah kontinum dari iklim sekolah terbuka ke iklim sekolah tertutup. Iklim sekolah terbuka didasarkan pada rasa hormat, kepercayaan dan kejujuran, serta memberikan peluang kepada guru, manajemen sekolah dan peserta didik untuk terlibat secara konstruktif dan kooperatif dengan satu sama lain. Sorenson dan Goldsmith (2008:30) memandang iklim sekolah sebagai kepribadian kolektif dari sekolah. Oleh karena itu inti dari iklim sekolah adalah bagaimana kita memperlakukan satu sama lain. Cohen et.al. (dalam Pinkus, 2009:14) menjelaskan iklim sekolah sebagai kualitas dan karakter dari kehidupan sekolah, berdasarkan pola perilaku siswa, orang tua dan pengalaman personil sekolah tentang kehidupan sekolah yang mencerminkan norma-norma, tujuan, nilai, hubungan interpersonal, praktek belajar dan mengajar, serta struktur organisasi.
Pemahaman iklim sekolah sebagai suasana di tempat merujuk pada beberapa pendapat berikut. Moos (1979:81) mendefinisikan iklim sekolah sebagai pengaturan suasana sosial atau lingkungan belajar. Moos membagi lingkungan sosial menjadi tiga kategori, yaitu 1) Hubungan, termasuk keterlibatan, berafiliasi dengan orang lain di dalam kelas, dan dukungan guru; 2) Pertumbuhan pribadi atau orientasi tujuan, meliputi pengembangan pribadi dan peningkatan diri semua anggota lingkungan; dan 3) Pemeliharaan sistem dan perubahan sistem, meliputi ketertiban dari lingkungan, kejelasan dari aturan-aturan, dan kesungguhan dari guru dalam menegakkan aturan. Wenzkaff (dalam Cherubini, 2008:40) mengemukakan iklim suatu sekolah menginformasikan mengenai atmosfir dalam kelas, ruang fakultas, kantor, dan setiap gang yang ada di sekolah. Haynes, et.al. (dalam Hoffman et.al., 2009:2) mendefinisikan iklim sekolah sebagai kualitas dan konsistensi interaksi interpersonal dalam masyarakat sekolah yang mempengaruhi kognitif, sosial, dan perkembangan psikologi anak. Styron dan Nyman (2008:2) menjelaskan iklim sekolah adalah komponen penting untuk mewujudkan sekolah menengah yang efektif.
Pemahaman iklim sekolah sebagai persepsi individu merujuk pada beberapa pendapat berikut. Stichter (2008:45) menyimpulkan iklim sekolah didefinisikan sebagai persepsi bersama tentang apa yang sedang terjadi secara akademis, secara sosial, dan lingkungan di sekolah secara rutin. Effendi (1997) dalam Arif jauhari (2005: 4) mengemukakan bahwa iklim organisasi sekolah merupakan persepsi para guru dan personil sekolah lainnya tentang struktur kerja sekolah, gaya kepemimpinan, manajemen, supervisi, dan faktor lingkungan sosial pening lainnya yang tampak pada sikap, kepercayaan, nilai dan motivasi kerjanya. Selanjutnya dijelaskan bahwa persepsi tersebut mempunyai dampak terhadap semangat kerja atau moral kerja para guru dan personil sekolah lainnya yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas proses belajar mengajar.
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai iklim organisasi sebagaimana dikemukakan terdahulu, dapat disimpulkan iklim sekolah adalah persepsi kolektif terhadap kualitas dan karakter dari kehidupan sekolah.
Sedangkan iklim sekolah yang positif menurut Moedjiarto dalam Syafaruddin (2005:296) menyebutkan iklim sekolah yang positif merupakan suatu kondisi dimana keadaan sekolah dan lingkungannya dalam keadaan sangat aman, damai, menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar.”
Menurut Syafaruddin (2005:296): “iklim sekolah positif adalah iklim sekolah yang terbebas dari kemungkinan kebisingan, keramaian maupun kejahatan”.
Selanjutnya Mulyasa (2007:154) menyatakan “ lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimis dan harapan yang tinggi dari seluruh warga, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik (student-centered activitres) merupakan iklim yang dapat membangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar.
Dari beberapa definsi tentang iklim sekolah seperti yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa iklim sekolah yang positif merupakan suatu kondisi, dimana keadaan sekolah dan Lingkungannya dalam keadaan yang sangat aman, nyaman, damai dan menyenangkan untuk kegiatan belajar mengajar. Iklim sekolah adalah “ suasana” atau “ keadaan” dari suatu sekolah.
2. Jenis-jenis Iklim Sekolah
Iklim sekolah yang satu dengan iklim sekolah yang lain berbeda-beda. Banyak faktor yang menentukan perbedaan masing-masing iklim sekolah tersebut, dan keseluruhannya dianggap sebagai kepribadian atau iklim suatu sekolah. Halpin dan Don B. Croft dalam Burhanuddin (1990: 272), mengemukakan bahwa iklim-iklim organisasi sekolah itu dapat digolongkan sebagai berikut :
1) Iklim Terbuka
Yaitu suasana yang melukiskan organisasi sekolah penuh semangat dan daya hidup, memberikan kepuasan pada anggota kelompok dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Tindakan-tindakan pimpinan lancar dan serasi, baik dari kelompok maupun pimpinan. Para anggota kelompok mudah memperoleh kepuasan kerja karena dapat menyelesaikan tugas-tugas dengan baik, sementara kebutuhan-kebutuhan pribadi terpenuhi. Ciri-ciri iklim organisasi sekolah demikian adalah adanya kewajaran tingkah laku semua orang.
2) Iklim Bebas
Melukiskan suasana organisasi sekolah, dimana tindakan kepemimpinan justru muncul pertama-tama dari kelompok. Pemimpin sedikit melakukan pengawasan, semangat kerja pertama muncul hanya karena untuk memenuhi kepuasan pribadi. Sedangkan kepuasan kerja juga muncul, hanya saja kadarnya kecil sekali. Kepuasan kerja yang dimaksud di sini adalah kepuasan
yang ditimbulkan oleh karena kegiatan tertentu dapat diselesaikan.
3) Iklim Terkontrol
Bercirikan “impersonal” dan sangat mementingkan tugas, sementara kebutuhan anggota organisasi sekolah tidak diperhatikan. Dan adanya anggota kelompok sendiri pada akhirnya hanya memperhatikan tugas-tugas yang ditetapkan pemimpin, sedangkan perhatian yang ditujukannya pada kebutuhan pribadi relatif kecil. Semangat kerja kelompok memang tinggi, namun mencerminkan adanya pengorbanan aspek kebutuhan manusiawi. Ciri khas iklim ini adalah adanya ketidakwajaran tingkah laku karena kelompok hanya mementingkan tugas-tugas.
4) Iklim yang Familier
Adalah suatu iklim ysng terlalu bersifat manusiawi dan tidak terkontrol. Para anggota hanya berlomba-lomba untuk memenuhi tuntutan pribadi mereka, \namun sangat sedikit perhatian pada penyelesaian tugas dan kontrol social yang ada kurang diperhatikan. Sejalan dengan itu, semangat kerja kelompok sebenarnya tidak begitu tinggi, karena kelompok mendapat kepuasan yang sedikit dalam penyelesaian tugas-tugas.
5) Iklim Keayahan
Organisasi sekolah demikian bercirikan adanya penekanan bagi \munculnya kegiatan kepemimpinan dari anggota organisasi. Kepala sekolah biasanya berusaha menekan atau tidak menghargai adanya inisiatif yang muncul dari orang-orang yang dipimpinnya. Kecakapan-kecakapan yang dimiliki kelompok tidak dimanfaaatkannya untuk melengkapi kemampuan kerja kepala sekolah. Sejalan dengan itu banyak tindakan-tindakan kepemimpinan yang dijalankan. Dalam iklim yang demikian pun sedikit kepuasan yang diperoleh bawahan, baik yang bertalian dengan hasil kerja maupun kebutuhan pribadi. Sehingga semangat kerja kelompok organisasi sekolah juga akan rendah.
6) Iklim Tertutup
Para anggota biasanya bersikap acuh tak acuh atau masa bodoh. Organisasi tidak maju, semangat kerja kelompok rendah, karena para anggota disamping tidak memenuhi tuntutan pribadi, juga tidak dapat memperoleh kepuasan dari hasil karya mereka. Tingkah laku anggota dalam iklim organisasi demikian juga tidak wajar, dalam artian kenyataannya organisasi seperti mundur.
Setelah menganalisa beberapa ciri dari masing-masing jenis iklim organisasi sekolah diatas, dapat penulis simpulkan bahwa iklim sekolah yang efektif sebenarnya terdapat pada iklim organisasi yang sifatnya terbuka.
3. Dimensi dan Pengukuran Iklim Sekolah
Dimulai dengan mengkaji iklim lembaga kerja, Moos (1979) mengemukakan ada tiga dimensi umum yang digunakan untuk mengukur lingkungan psikis dan social. Ketiga dimensi tersebut adalah
1) Dimensi Hubungan (relationship) : sejauh mana individu dilibatkan dalam lingkungannnya, sehingga mereka saling mendukung dan tolong menolong (dengan beberapa aspek seperti kekompakan (kohesi), ungkapan, dukungan, keanggotaan, dan keterlibatan).
2) Dimensi Pertumbuhan pribadi (personal growth /development) yang ditandai oleh pertumbuhan pribadi dan peluang untuk meningkatkan diri yang ditawarkan oleh lingkungan (dengan beberapa aspek yang berhubungan seperti kemerdekaan, prestasi, pengarahan tugas, self-discovery, kemarahan, agresi, kompetisi, otonomi, dan status pribadi).
3) Dimensi Pemeliharaan Sistem dan Perubahan ( system maintenance and change) : mempertimbangkan tingkat kendali dari lingkungan, ketertiban, kejelasan akan harapan, dan responsif terhadap perubahan (beberapa aspek yang menandai dimensi ini meliputi : organisasi, pengawasan, order, kejelasan, inovasi, kenyamanan phisik, dan pengaruh). Selanjutnya Moos memperlihatkan kualitas ketiga dimensi dalam keluarga, pekerjaan, sekolah, kesehatan, militer, penjara dan beberapa konteks dalam komunitas sosial (Moos, 1976, 1979, 2002).
Arter (1989) menambahkan satu dimensi lagi sebagai pengembangan dari beberapa dimensi Moos, yaitu :Dimensi lingkungan fisik (physical environment) : berkaitan dengan sejauh mana iklim sekolah seperti kelengkapan sumber, kenyamanan, serta keamanan sekolah ikut mempengaruhi proses belajar mengajar.
Jika dimensi tersebut di atas dikaitkan dengan iklim sekolah maka dapat dikatakan bahwa dimensi hubungan mengukur sejauh mana keterlibatan peserta didik di dalam kelas, sejauhmana peserta didik dan personil sekolah saling mendukung dan membantu, dan sejauh mana mereka dapat mengekspresikan kemempuan mereka secara bebas dan terbuka. Moos (1979) mengatakan bahwa dimensi ini mencakup aspek afektif dari interaksi antar peserta didik dan antara peserta didik dan guru. Skala-skala (scales) iklim sekolah yang termasuk dalam dimensi ini diantaranya adalah kekompakan (cohesiveness), kepuasan (satisfaction), dan keterlibatan (involvement). Keterlibatan misalnya mengukur sejauhmana para peserta didik peduli dan tertarik pada kegiatan-kegiatan dan berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan kegiatan dalam kelas khususnya.
Dimensi pertumbuhan/ perkembangan pribadi yang disebut juga dimensi yang berorientasi pada tujuan membicarakan tujuan utama sekolah dalam mendukung pertumbuhan /perkembangan pribadi dan motivasi diri. Skala-skala yang terkait dalam dimensi ini di antaranya adalah kesulitan (difficulty), kecepatan (speed), kemandirian (independence), kompetisi (competition). Skala kecepatan, misalnya mengukur bagaimana tempo (cepat atau lambatnya) pembelajaran berlangsung.
Dimensi perubahan dan perbaikan sistem membicarakan sejauhmana iklim sekolah mendukung harapan, memperbaiki control dan merespon perubahan. Skala-skala yang termasuk dalam dimensi ini di antaranya adalah formalitas (formality), demokrasi (democracy), kejelasan aturan (rule clarity), inovasi (innovation). Skala formalitas, misalnya mengukur sejauhmana tingkah laku peserta didik di sekolah berdasarkan aturan-aturan sekolah.
Dimensi lingkungan fisik membicarakan sejauhmana iklim sekolah seperti kelengkapan sarana dan prasarana , kenyamanan, serta keamanan sekolah ikut mempengaruhi proses belajar mengajar. Skala-skala yang termasuk dalam dimensi ini di antaranya adalah kelengkapan sumber (resource adequacy), keamanan, dan keteraturan lingkungan (safe and onderly environment), kenyamanan lingkungan fisik (physical comfort), dan lingkungan fisik (material environment).
Berdasarkan keempat dimensi dari Moos (dan Arter) di atas, beberapa peneliti mendesain instrumen iklim kelas/sekolah dengan skala yang mungkin saja berbeda satu dengan yang lain. Instrumen Iklim Sekolah lebih luas cakupannya dibandingkan instrumen Iklim Kelas yang hanya di titik beratkan pada hubungan antara guru-siswa dan siswa dengan siswa di kelas. Instrumen untuk iklim kelas, antara lain :
1. WIHIC mempunyai dimensi Student Cohesiveness, Teacher Support, Involvement, Investigation, Task Orientation, Cooperation, and Equity.
2. Cultural Learning Environment Questionnaire (CLEQ) mempunyai dimensi Equity, Collaboration, Congruence.
3. Questionnaire on Teacher Interaction (QTI) mempunyai dimensi Leadership Helpful/friendly, Understanding, Student responsibility, Uncertain, Admonishing, Strict.
4. College and University Classroom Environment Inventory (CUCEI) dengan beberapa dimensi antara lain personalization, innovation, student cohesion, task orientation, cooperation, individualization, dan equity.
5. Techonology-Rich Outcomes-Focused Learning Environment Inventory (TROFLEI) dengan beberapa dimensi, antara lain : student cohesiveness, teacher support, involvement, task orientation, investigation, cooperation, equity, differentation, computer usage, dan young adult ethos.
Sedangkan instrumen untuk iklim sekolah, antara lain :
1. Inventory of School Climate (ISC) mempunyai dimensi Teacher Support, Consistency and Clarity of Rules and Expectations, Student Commitment and Achievement Orientation, Negative Peer Interaction, Positive Peer Interactions, Disciplinary Harshness, Student Input in Decision Making, Instructional Innovation/Relevance, Support for Cultural Pluralism, dan Safety Problems.
2. Student Climate Survey (SCS) dengan tiga dimensi, yakni Behavioral Environment (dengan skala Peer Behavior, Behavior Expectations, dan School Safety & Cleanliness), Student Interactions (dengan skala Teacher Support, Adult Fairness & Respect), Academic Environment (dengan skala Academic Standarts dan Academic Self-Confidence).
3. The Comprehensif School Climate Inventory (CSCI), dengan beberapa dimensi yakni Safety (dengan skala Physical dan Social-Emotional), Teaching and Learning (dengan skala Quality of Instruction, Social, Emotional and Ethical Learning / hanya personil sekolah, Leadership / hanya untuk personil sekolah), Relationship (dengan skala Respect for Diversity, School Community and Collaboration, dan Morale), dan dimensi Environment.
Hasil penelitian Walberg (dalam sergiovanni dan Starrat, 1983) menunjukkan bahwa hampir seluruh skala di atas berkorelasi signifikan dengan prestasi belajar peserta didik. Hal ini ditandai dengan kebanyakan hasil penelitian yang diidentifikasi Walberg di atas menunjukkan korelasi yang positif antara skala-skala iklim kelas yang tertuang dalam Learning Environment Inventory dengan prestasi belajar peserta didik.
4. Model dan Prinsip pengembangan iklim sekolah
1) Model Pengembangan Iklim Sekolah
Model pengembangan budaya dan iklim sekolah yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik itu kepala sekolah, guru dan staf sekolah dan utamanya siswa itu sendiri dapat dijadikan dasar dalam upaya memperbaiki iklim sekolah. Model tersebut merupakan integrasi komponen-komponen seperti budaya sekolah, iklim organisasi, dan pranata sistem sekolah.
Komponen pengembangan budaya dan iklim sekolah secara umum dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori dengan beberapa aspek sebagai berikut:
1). Budaya sekolah meliputi aspek-aspek:
1. Nilai
2. Norma
3. Perilaku
2). Lingkungan fisik sekolah meliputi:
1. Keindahan
2. Keamanan
3. Kenyamanan
4. Ketentraman
5. Kebersihan
3). Lingkungan sistem sekolah meliputi:
1. Berbasis mutu
2. Kepemimpinan kepala sekolah
3. Disiplin dan tata tertib
4. Penghargaan dan insentif
5. Harapan untuk berprestasi
6. Akses informasi
7. Evaluasi
8. Komunikasi yang intensif dan terbuka
Model berikut ini menjelaskan tentang bagaimana membangun sebuah budaya dan iklim sekolah berdasarkan unsur-unsur di atas. Model tersebut menggambarkan bahwa budaya dan iklim organisasi merupakan kumpulan nilai-nilai, norma dan perilaku yang mengontrol interaksi-personil sekolah dengan orang diluar sekolah. Budaya organisasi sekolah tidak bisa lepas dari nilai-nilai yang dianut oleh individu-induidu yang memiliki kepentingan dengan sekolah, atau dengan kata lain budaya dan iklim sekolah merupakan hasil interaksi nilai-nilai yang dianut individu didalam dan diluar sekolah. Sekolah merupakan kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif terus-menerus untuk mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah.
2) Prinsip-Prinsip Pengembangan Iklim Sekolah
Prinsip adalah ”suatu pernyataan atau suatu kebenaran yang pokok, yang memberikan suatu petunjuk kepada pemikiran atau tindakan” (Moekijat ,1990). Budaya dan iklim sekolah yang efektif akan memberikan efek positif bagi semua unsur dan personil sekolah seperti kepala sekolah, guru, staf, siswa dan masyarakat. Prinsip-prinsip yang menjadi acuan dalam pengembangan iklim sekolah adalah sebagai berikut:
1. Berfokus Pada Visi, Misi dan Tujuan Sekolah
Pengembangan budaya dan iklim sekolah harus senantiasa sejalan dengan visi, misi dan tujuan sekolah. Fungsi visi, misi, dan tujuan sekolah adalah mengarahkan pengembangan budaya dan iklim sekolah. Visi tentang keunggulan mutu misalnya, harus disertai dengan program-program yang nyata mengenai penciptaan budaya dan iklim sekolah.
2. Penciptaan Komunikasi Formal dan Informal
Komunikasi merupakan dasar bagi koordinasi dalam sekolah, termasuk dalam menyampaikan pesan-pesan pentingnya budaya dan iklim sekolah. Komunikasi informal sama pentingnya dengan komunikasi formal. Dengan demikian kedua jalur komunikasi tersebut perlu digunakan dalam menyampaikan pesan secara efektif dan efisien.
3. Inovatif dan Bersedia Mengambil Resiko
Salah satu dimensi budaya organisasi adalah inovasi dan kesediaan mengambil resiko. Setiap perubahan budaya sekolah menyebabkan adanya resiko yang harus diterima khususnya bagi para pembaharu. Ketakutan akan resiko menyebabkan kurang beraninya seorang pemimpin mengambil sikap dan keputusan dalam waktu cepat.
4. Memiliki Strategi yang Jelas
Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu ditopang oleh strategi dan program. Startegi mencakup cara-cara yang ditempuh sedangkan program menyangkut kegiatan operasional yang perlu dilakukan. Strategi dan program merupakan dua hal yang selalu berkaitan.
5. Berorientasi Kinerja
Pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu diarahkan pada sasaran yang sedapat mungkin dapat diukur. Sasaran yang dapat diukur akan mempermudah pengukuran capaian kinerja dari suatu sekolah.
6. Sistem Evaluasi yang Jelas
Untuk mengetahui kinerja pengembangan budaya dan iklim sekolah perlu dilakukan evaluasi secara rutin dan bertahap: jangka pendek, sedang, dan jangka panjang. Karena itu perlu dikembangkan sistem evaluasi terutama dalam hal: kapan evaluasi dilakukan, siapa yang melakukan dan mekanisme tindak lanjut yang harus dilakukan.
7. Memiliki Komitmen yang Kuat
Komitemen dari pimpinan dan warga sekolah sangat menentukan implementasi program-program pengembangan budaya dan iklim sekolah. Banyak bukti menunjukkan bahwa komitmen yang lemah terutama dari pimpinan menyebabkan program-program tidak terlaksana dengan baik.
8. Keputusan Berdasarkan Konsensus
Ciri budaya organisasi yang positif adalah pengembilan keputusan partisipatif yang berujung pada pengambilan keputusan secara konsensus. Meskipun hal itu tergantung pada situasi keputusan, namun pada umumnya konsensus dapat meningkatkan komitmen anggota organisasi dalam melaksanakan keputusan tersebut.
9. Sistem Imbalan yang Jelas
Pengembangan iklim sekolah hendaknya disertai dengan sistem imbalan meskipun tidak selalu dalam bentuk barang atau uang. Bentuk lainnya adalah penghargaan atau kredit poin terutama bagi siswa yang menunjukkan perilaku positif yang sejalan dengan pengembangan budaya dan iklim sekolah.
10. Evaluasi Diri
Evaluasi diri merupakan salah satu alat untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi di sekolah. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan curah pendapat atau menggunakan skala penilaian diri. Kepala sekolah dapat mengembangkan metode penilaian diri yang berguna bagi pengembangan budaya dan iklim sekolah.
B. Prestasi Belajar Siswa
1. Definisi prestasi belajar
Istilah prestasi belajar terdiri dari dua suku kata, yaitu prestasi dan belajar. Istilah prestasi dalam Kamus Ilmiah Populer (Adi Satrio, 2005: 467) didefinisikan sebagai hasil yang telah dicapai. Noehi Nasution (1998: 4) menyimpulkan bahwa belajar dalam arti luas dapat diartikan sebagai suatu proses yang memungkinkan timbulnya atau berubahnya suatu tingkah laku sebagai hasil dari terbentuknya respon utama, dengan syarat bahwa perubahan atau munculnya tingkah baru itu bukan disebabkan oleh adanya kematangan atau oleh adanya perubahan sementara karena sesuatu hal.
Sementara itu Muhibbin Syah (2008: 90-91) mengutip pendapat beberapa pakar psikologi tentang definisi belajar, di antaranya adalah:
a. Skinner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya educational Psychology : The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suau proses adaptasi atau penyesuaian tinkah laku yang berlangsung secara progresif (a process of progressive behavior adaptation). Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).
b. Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning is change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organism (manusia dan hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organism tersebut. Jadi, dalam pandangan Hitzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.
Berdasarkan hal tersebut dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap (permanent) sebagai hasil atau akibat dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif, afektif dan psikomotor.
Adapun yang dimaksud dengan prestasi belajar atau hasil belajar menurut Muhibbin Syah, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008) adalah “taraf keberhasilan murid atau santri dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah atau pondok pesantren yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah “penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah tingkat keberhasilan yang dicapai dari suatu kegiatan atau usaha yang dapat memberikan kepuasan emosional, dan dapat diukur dengan alat atau tes tertentu.
2. Jenis dan indikator prestasi belajar
Prestasi belajar pada dasarnya adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seseorang belajar. Menurut Ahmad Tafsir (2008: 34-35), hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu merupakan suatu target atau tujuan pembelajaran yang meliputi 3 (tiga) aspek yaitu: 1) tahu, mengetahui (knowing); 2) terampil melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing); dan 3) melaksanakan yang ia ketahui itu secara rutin dan konsekwen (being).
Adapun menurut Benjamin S. Bloom, sebagaimana yang dikutip oleh Abu Muhammad Ibnu Abdullah (2008), bahwa hasil belajar diklasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain).
Bertolak dari kedua pendapat tersebut di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat Benjamin S. Bloom. Kecenderungan ini didasarkan pada alasan bahwa ketiga ranah yang diajukan lebih terukur, dalam artian bahwa untuk mengetahui prestasi belajar yang dimaksudkan mudah dan dapat dilaksanakan, khususnya pada pembelajaran yang bersifat formal. Sedangkan ketiga aspek tujuan pembelajaran yang diajukan oleh Ahmad Tafsir sangat sulit untuk diukur. Walaupun pada dasarnya bisa saja dilakukan pengukuran untuk ketiga aspek tersebut, namun ia membutuhkan waktu yang tidak sedikit, khususnya pada aspek being, di mana proses pengukuran aspek ini harus dilakukan melalui pengamatan yang berkelanjutan sehingga diperoleh informasi yang meyakinkan bahwa seseorang telah benar-benar melaksanakan apa yang ia ketahui dalam kesehariannya secara rutin dan konsekuen.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis berkesimpulan bahwa jenis prestasi belajar itu meliputi 3 (tiga) ranah atau aspek, yaitu: 1) ranah kognitif (cognitive domain); 2) ranah afektif (affective domain); dan 3) ranah psikomotor (psychomotor domain).
Untuk mengungkap hasil belajar atau prestasi belajar pada ketiga ranah tersebut di atas diperlukan patokan-patokan atau indikator-indikator sebagai penunjuk bahwa seseorang telah berhasil meraih prestasi pada tingkat tertentu dari ketiga ranah tersebut. Dalam hal ini Muhibbin Syah (2008: 150) mengemukakan bahwa:
kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.
Pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai indikator-indikator prestasi belajar sangat diperlukan ketika seseorang akan menggunakan alat dan kiat evaluasi. Muhibbin Syah (2008: 150) mengemukakan bahwa urgensi pengetahuan dan pemahaman yang mendalam mengenai jenis-jenis prestasi belajar dan indikator-indikatornya adalah bahwa pemilihan dan pengunaan alat evaluasi akan menjadi lebih tepat, reliabel, dan valid.
Selanjutnya agar lebih mudah dalam memahami hubungan antara jenis-jenis belajar dengan indikator-indikatornya, berikut ini penulis sajikan sebuah tabel yang disarikan dari tabel jenis, indikator, dan cara evaluasi prestasi (Muhibbin Syah, 2008: 151).
Tabel 1
Jenis dan Indikator Prestasi Belajar
No Jenis Prestasi Belajar Indikator Prestasi Belajar
1 Ranah Cipta (Kognitif)
Pengamatan
Ingatan
Pemahaman
Penerapan
Analisis (pemeriksaan dan pemilahan secara teliti)
Sintesis (membuat panduan baru dan utuh) Dapat menunjukkan
Dapat membandingkan
Dapat menghubungkan
Dapat menyebutkan
Dapat menunjukkan kembali
Dapat menjelaskan
Dapat mendefinisikan dengan lisan sendiri
Dapat memberikan contoh
Dapat menggunakan secara tepat
Dapat menguraikan
Dapat mengklasifikasikan/memilah-milah
Dapat menghubungkan
Dapat menyimpulkan
Dapat menggeneralisasikan (membuat prinsip umum)
2 Ranah Rasa (Afektif)
Penerimaan
Sambutan
Apresiasi (sikap menghargai)
Internalisasi (pendalaman)
Karaktirasasi Mengingkari
Melembagakan atau meniadakan
Menjelmakan dalam pribadi dan perilaku sehari-hari)
3 Ranah Karsa (Psikomotor))
Keterampilan bergerak dan bertindak
Kecakapan kespresi verbal dan nonverbal Mengkoordinasikan gerak mata, tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya
Mengucapkan
Membuat mimik dan gerakan jasmani
Untuk lebih spesifiknya, penulis akan akan menguraikan ketiga ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai yang terdapat dalam teori Bloom berikut:
a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif)
Yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Bloom membagi domain kognisi ke dalam 6 tingkatan. Domain ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama adalah berupa Pengetahuan (kategori 1) dan bagian kedua berupa Kemampuan dan Keterampilan Intelektual (kategori 2-6).
1) Pengetahuan (Knowledge), Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar dan sebagainya. Pengetahuan juga diartikan sebagai kemampuan mengingat akan hal-hal yang pernah dipelajaridan disimpan dalam ingatan.
2) Pemahaman (Comprehension), Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menangkap makna dan arti yang dari bahan yang dipelajari. Pemahaman juga dikenali dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran, laporan, tabel, diagram, arahan, peraturan, dan sebagainya.
3) Aplikasi (Application), Aplikasi atau penerapan diartikansebagai kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru. Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur,metode, rumus, teori, dan sebagainya di dalam kondisi kerja.
4) Analisis (Analysis), Analisis didefinisikan sebagai kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik. Di tingkat analisis, seseorang akan mampu menganalisa informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit.
5) Sintesis (Synthesis). Sintesis diartikan sebagai kemampuan untuk membentuk suatu kesatuan atau pola baru. Sintesis satu tingkat di atas analisa. Seseorang di tingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur
atau pola dari sebuah skenario yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.
6) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi diartikan sebagai kemampuan untik membentuk suatu pendapat mengenai sesuatu atau beberapa hal, bersama dengan pertanggungjawaban pendapat itu, yang berdasarkan kriteria
tertentu. Evaluasi dikenali dari kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, metodologi, dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
b. Affective Domain (Ranah Afektif)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri. Tujuan pendidikan ranah afektif adalah hail belajar atau kemampuan yang berhubungan dengan sikap atau afektif. Taksonomi tujuan pendidikan ranah afektif terdiri dari aspek:
1) Penerimaan (Receiving/Attending), Penerimaan mencakup kepekaan akan adanya suatu perangsang dan kesediaan untuk memperhatikan rangsangsangan itu, seperti buku pelajaran atau penjelasan yang diberikan oleg guru.
2) Tanggapan (Responding), Memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya. Meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam memberikan tanggapan.
3) Penghargaan (Valuing), Penghargaan atau penilaian mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.mulai dibentuk suatu sikap menerima, menolak atau mengabaikan, sikap itu dinyatakan dalam tingkah laku yang sesuai dengan konsisten dengan sikap batin.
4) 4). Pengorganisasian (Organization),Memadukan nilai-nilai yang berbeda, menyelesaikan konflik di antaranya, dan membentuk suatu sistem nilai yang konsisten. Pengorganisasian juga mencakup kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan dalam kehidupan. Nilai- nilai yang diakui dan diterima ditempatkan pada suatu skala nilai mana yang pokok dan selalu harus diperjuangkan, mana yang tidak begitu penting.
5) Karakterisasi Berdasarkan Nilai-nilai (Characterization by a Value or Value Complex), Memiliki sistem nilai yang mengendalikan tingkah-lakunya sehingga menjadi karakteristik gaya-hidupnya. Karakterisasinya mencakup kemampuan untuk menghayati nilai-nilai kehidupan sedemikin rupa, sehingga menjadi milik pribadi (internalisasi) dan menjadi pegangan nyata dan jelas dalam mengatur kehidupannya sendiri.
c. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor)
Berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin. Alisuf Sabri dalam buku Psikologi Pendidikan menjelaskan, keterampilan ini disebut .motorik. karena keterampilan ini melibatkan secara langsung otot, urat dan persendian, sehingga keterampilan benar-benar berakar pada kejasmanian. Orang yang memiliki keterampiulan motorik, mampu melakukan serangkaian gerakan tubuh dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi gerakan-gerakan anggota tubuh secara terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik ini ialah adanya kemampuan Automatisme. yaitu gerakan-gerik yang terjadi berlangsung secara teratur dan berjalan dengan enak, lancar dan luwes tanpa harus disertai pikiran tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa hal itu dilakukan.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Prestasi belajar di sekolah sangat dipengaruhi oleh kemampuan umum kita yang diukur oleh IQ, IQ yang tinggi dapat meramalkan kesuksesan prestasi belajar. Namun demikian pada beberapa kasus, IQ yang tinggi ternyata tidak menjamin kesuksuksesan seseorang dalam belajar dan hidup bermasyarakat.
Sementara itu, Sunarto (2009) mendeskripsikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dan mengklasifikasikannya menjadi dua bagian, yaitu: 1) faktor-faktor intern; dan 2) faktor-faktor ekstern.
Faktor-faktor intern, yakni faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya. Di antara faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang adalah antara lain: 1) kecerdasan/intelegensi; 2) bakat; 3) minat; 4) motivasi. Adapun faktor-faktor ekstern, yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor ini adalah antara lain: 1) keadaan lingkungan keluarga; 2) keadaan lingkungan sekolah; dan 3) keadaan lingkungan masyarakat (Sunarto, 2009).
Kedua uraian pendapat tersebut di atas kurang merepresentasikan kesemua faktor yang dapat mempengaruhi proses dan prestasi belajar seseorang. Masih banyak faktor-faktor lain yang belum tercover di dalamnya. Oleh karenanya, untuk melengkapi kedua pendapat tersebut, penulis sajikan pandangan Muhibbin Syah mengenai hal tersebut. Menurut beliau, faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar peserta didik di sekolah, secara garis besar dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu :
Faktor internal (faktor dari dalam diri peserta didik), yakni keadaan/kondisi jasmani atau rohani peserta didik. Yang termasuk faktor-faktor internal antara lain adalah:
a. Faktor fisiologis
Keadaan fisik yang sehat dan segar serta kuat akan menguntungkan dan memberikan hasil belajar yang baik. Tetapi keadaan fisik yang kurang baik akan berpengaruh pada siswa dalam keadaan belajarnya.
b. Faktor psikologis
Yang termasuk dalam faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar adalah antara lain:
Intelegensi, faktor ini berkaitan dengan Intellegency Question (IQ) seseorang
Perhatian, perhatian yang terarah dengan baik akan menghasilkan pemahaman dan kemampuan yang mantap.
Minat, Kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Motivasi, merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.
Bakat, kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yag akan datang.
c. Faktor eksternal (faktor dari luar peserta didik), yakni kondisi lingkungan sekitar peserta didik. Adapun yang termasuk faktor-faktor ini antara lain yaitu :
Faktor sosial, yang terdiri dari: lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat
Faktor non sosial, yang meliputi keadaan dan letak gedung sekolah, keadaan dan letak rumah tempat tinggal keluarga, alat-alat dan sumber belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor tersebut dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar peserta didik di sekolah.
Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar peserta didik yang meliputi strategi dan metode yang digunakan peserta didik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran (Muhibin Syah, 2008: 139).
Dan untuk lebih memudahkan dalam memahami hubungan antara proses dan prestasi belajar dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, berikut ini penulis sajikan skema hubungan tersebut:
Gambar 1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Prestasi Belajar
C. Iklim Sekolah dan Kaitannya Dengan Prestasi Belajar Siswa.
Proses belajar mengajar erat sekali kaitannya dengan lingkungan atau suasana dimana proses itu berlangsung. Meskipun prestasi belajar juga dipengaruhi oleh banyak aspek seperti gaya belajar, fasilitas yang tersedia, tapi pengaruh iklim sekolah masih sangat penting. Hal ini beralasan karena ketika para peserta didik belajar di sekolah, lingkungan sekolah terutama kelas, baik itu lingkungan fisik maupun non fisik kemungkinan mendukung mereka atau bahkan malah mengganggu mereka. Oleh karena itu, Hyman (1980) mengatakan bahwa iklim yang kondusif antara lain dapat mendukung: (1) interaksi yang bermanfaat di antara peserta didik, (2) memperjelas pengalaman-pengalaman guru dan peserta didik, (3) menumbuhkan semangat yang memungkinkan kegiatan-kegiatan di kelas berlangsung dengan baik, dan (4) mendukung saling pengertian antara guru dan peserta didik. Lebih lanjut, Moos dalam Walberg (1979) mengatakan bahwa iklim social mempunyai pengaruh yang penting terhadap kepuasan peserta didik, belajar, dan pertumbuhan/ perkembangan pribadi. Kedua pendapat itu sangat beralasan karena hal-hal tersebut di atas pada gilirannya akan mempengaruhi prestasi belajar peserta didik.
Iklim organisasi sekolah itu tidak muncul dengan sendirinya. Ia perlu diciptakan dan dibina agar dapat bertahan lama. Untuk menciptakan lingkungan belajar mengajar yang sehat dan produktif menurut Pidarta (1988: 178) haruslah ada kesempatan dan kemauan para profesional untuk :
1) Saling memberi informasi, ide, persepsi, dan wawasan.
2) Kerja sama dalam kelompok mereka. Kerja sama itu dapat saling memberi dan menerima tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas mereka sebagai pendidik.
3) Membuat para personalia pendidikan khususnya para pengajar sebagai masyarakat paguyuban di lembaga pendidikan.
4) Mengusahakan agar fungsi kepemimpinan dapat dilakukan secara bergantian, sehingga tiap orang mendapat kesempatan mengalami sebagai pemimpin untuk menunjukkan kemampuannya.
5) Menciptakan jaringan komunikasi yang memajukan ketergantungan para anggota satu dengan yang lain.
6) Perlu diciptakan situasi-situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan yang membuat para anggota tertarik pada kegiatan-kegiatan pengambilan \keputusan untuk kepentingan bersama.
7) Usahakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan menyerupai hidup dalam keluarga dan hilangkan situasi tegang.
8) Kalau ada permasalahan, berilah kesempatan orang atau kelompok yang paling bertalian dengan masalah itu menyelesaikan terlebih dahulu. Kalau mereka tidak bisa mengatasi baru dipecahkan bersama-sama.
9) Para pegawai yang baru diberi penjelasan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu dan menyelesaikan masalah.
10) Wujudkan tindakan dalam setiap kegiatan yang menggambarkan bahwa lembaga pendidikan adalah milik setiap warga paguyuban.
Usaha-usaha yang mengkreasikan iklim sekolah yang hangat tersebut dimulai oleh kepala sekolah atau para manajer lembaga pendidikan. Usaha-usaha tersebut juga perlu didukung oleh seluruh warga sekolah agar iklim sekolah yang hangat dapat tercapai dengan baik.
Iklim sekolah yang kondusif-akademik baik fisik maupun non fisik mrupakan landasan bagi penyelenggaraan pembelajaran yang efektif dan produktif. Oleh karena itu, sekolah perlu menciptakan iklim yang kondusif untuk menumbuhkembangkan semangat dan merangsang nafsu belajar peserta didik. Dengan iklim yang kondusif diharapkan tercipta suasana yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan.
Iklim yang kondusif menurut Mulyasa (2004: 23) mencakup :
1) Lingkungan yang aman, nyaman dan tertib
2) Ditunjang oleh optimisme dan harapan warga sekolah
3) Kesehatan sekolah
4) Kegiatan-kegiatan yang berpusat pada perkembangan peserta didik
Seperti halnya iklim fisik, suasana kerja yang tenang dan menyenangkan juga akan membangkitkan kinerja para tenaga kependidikan. (Mulyasa 2004: 120). Untuk itu semua pihak sekolah harus mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis, serta menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan menyenangkan.
Walberg dalam Farley dan Gordon (1981) mengemukakan bahwa prestasi belajar peserta didik ditentukan oleh banyak factor seperti usia, kemampuan dan motivasi, jumlah dan mutu pengajaran, lingkungan alamiah di rumah dan sekolah. Disamping itu, Berliner (dalam Walberg, 1979) kelihatannya mendukung Walberg dengan mengatakan bahwa iklim sekolah ditandai dengan kehangatan, demokrasi, dan keramahtamahan dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi prestasi belajar peserta didik.
Ada beberapa penelitian lain juga membuktikan bahwa iklim sekolah ikut mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Sijde (1988) melakukan penelitian terhadap 558 peserta didik kelas 2 sekolah menengah pertama yang belajar Matematika di Belanda dengan menggunakan Dutch Classroom Climate Questionnaire (DCCQ). Salah satu indicator iklim kelas itu, ‘ pengawasan guru terhadap peserta didik’ mempunyai korelasi yang signifikan dengan prestasi belajar peserta didik.
Lebih jauh, Fraser (1986) mendokumentasikan lebih dari 45 penelitian yang membuktikan bahwa adanya hubungan yang positif antara iklim sekolah dengan prestasi belajar peserta didik. Penelitian-penelitian itu menggunakan berbagai macam alat ukur iklim kelas seperti Learning Environment Inventory (LEI), Classroom Environment Scales (CES), Individualized Classroom Environment Questionnaire (ICEQ). My Class Inventory (MCI) dan instrumen-instrumen yang lain di beberapa Negara baik Negara-negara maju seperti India, Jamaica, Brazil dan Thailand.
Kesimpulan dari beberapa studi tersebut di atas adalah bahwa prestasi belajar peserta didik juga ditentukan oleh kualitas iklim sekolah dimana mereka belajar. Implikasi lebih lanjut dari studi-studi ini adalah bahwa prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan dengan menciptakan iklim sekolah yang kondusif dan lebih baik.
Karena iklim sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa maka hendaknya sekolah mampu membuat atau mengkreasikan suasananya sehingga selalu menyenangkan peserta didik dan dapat menumbuhkan kegairahan tuk belajar dan berakhir pada peningkatan prestasi belajarnya baik secara kognitif, efektif maupun secara psikomotorik dapat dicapai secara maksimal.
BAB III
KESIMPULAN
Iklim sekolah nerupakan merupakan satu kajian yang masih kurang memperoleh perhatian yang maksimal dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan pendidikan di Indonesia, padahal langkah-langkah perbaikan iklim sekolah yang diajukan para ahli iklim sekolah mempunyai jiwa pengambilan keputusan bersama antara guru dan kepala sekolah.
Iklim sekolah diyakini berkorelasi positif dengan perubahan tingkah laku dan prestasi hasil pembelajaran siswa. Dengan kata lain, iklim sekolah merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas pembelajaran di sekolah. Namun demikian, pada umumnya guru dan kepala sekolah belum mengetahui makna dan hakikat serta dampak iklim sekolah terhadap proses belajar mengajar.
Melalui iklim sekolah dapat dikembangkan aspek-aspek demokrasi dalam pendidikan. Hal ini tercermin dalam kegiatan seperti pemberian penilaian awal, perlakuan umpan balik, pelaksanaan refleksi dan diskusi, perlakuan perbaikan, dan pemberian penilaian ulang.
Kamis, 14 Juli 2022
Niat Berpuasa
Tiap tahun seluruh umat muslim selalu menanti – nantikan datangnya bulan suci ramadhan, bulan yang penuh berkah dan hikmah yang berlimpah. Dan inilah Do'a Niat Puasa Ramadhan dengan arti dan lafadz dalam bahasa indonesia.
Arab:
نـَوَيْتُ صَوْمَ غـَدٍ عَـنْ ا َدَاءِ فـَرْضِ شـَهْرِ رَمـَضَانَ هـَذِهِ السَّـنـَةِ لِلـّهِ تـَعَالىَ
Lafadz:
Nawaitu saumagadin an'adai fardi syahri ramadhana hadzihissanati lillahita'ala.
Artinya:
"Sengaja aku berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu puasa pada bulan Ramadhan bagi tahun ini karena Allah Taala"
Pengenalan Ilmu Kimia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa waktu lalu di dunia ini terjadi peristiwa yang menyita banyak perhatian masyarakat, yaitu peristiwa perang antara Irak melawan sekutunya. Diantaranya pemicunya Irak dituduh memiliki senjata nuklir dan senjata kimia yang mematikan. Senjata tersebut dianggap berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia, terutama bagi Amerika serikat dan sekutunya. Walau hari ini kita sulit meyakini, pihak mana yang benar atau pihak mana yang salah.
Isu kimia seperti contoh diatas hanya mengarah pada hal-hal yang menakutkan. Padahal jika kita berbicara kimia, lingkupnya sangat luas bahkan setiap hari kita “sesungguhnya’ selalu berinteraksi dengan kimia atau zat kimia, mengapa? Karena tubuh kita sendiri kaya dengan zat kimia. Yang kita hirup, kita injak, bahkan keringat yang menetes itu semua terdiri dari zat kimia. Jadi tidak benar jika kita bicara kimia selalu membahas hal yang buruk. Apalagi anda seorang guru, yang salah satunya memberikan informasi kepada peserta didik dengan benar. Maka anda harus dapat menguasai kimia lebih baik dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya.
Untuk memberikan bekal yang benar menurut modul ini anda akan mempelajari tentang kimia yang benar. Setelah anda mempelajari modul ini yang benar dan dapat menjelaskan pengertian ilmu kimia dan perannya dalam kehidupan sehari hari secara benar
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam modul ini untuk mengetahui gambaran pengenalan ilmu kimia secara khusus adalah sebagai berikut:
1. Pengertian ilmu kimia
2. Peran ilmu kimia dalam kehidupan manusia dan perkembangan iptek
3. Bahan kimia yang terdapat di sekitar manusia
4. Pengertian dan sifat materi
5. Larutan dan kelarutan
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penyajiannya dibagi dalam tiga bab, yaitu: Pada Bab I Pendahuluan, membahas tentang Latar Belakang Masalah, Tujuan dan Sistematika Penulisan. Pada Bab II membahas tentang Rangkuman Modul Meliputi: Pengertian ilmu kimia, Peran ilmu kimia dalam kehidupan manusia dan perkembangan iptek, Bahan kimia yang terdapat di sekitar manusia, Pengertian dan sifat materi, Larutan dan kelarutan yang terakhir Bab III merupakan Kesimpulan.
BAB II
RANGKUMAN
A. Pengertian ilmu kimia
Pernahkah Anda berpikir bahwa, Anda hidup diantara bahan-bahan kimia dan proses kimia? Mulai dari unsur-unsur pembentuk tubuh dan berbagai aktivitas manusia, yang dilakukan di rumah, di sekolah, di tempat kerja, bahkan di luar angkasa sekalipun, tidak terlepas dari proses kimia.
Tetapi kenyataan dalam kehidupan, kadang masin sering mendengar terjadinya kesalahpahaman tentang ilmu kimia bahkan untuk hal yang mendasar sekalipun, misalkan: "Dijual: produk bla-bla-bla yang bebas bahan kimia", padahal pada kenyataannya produk tersebut juga mengandung bahan kimia yang merupakan komponen dasar kehidupan yaitu air yang dalam bahasa kimianya disebut H20.
Kesalahan siapakah jika terjadi hal seperti ini? Temyata ketidakpedulian masyarakat terhadap kimia telah terbentuk sedemikian rupa sehingga hal itu terjadi. Selain itu, image negatif mengenai ilmu kimia semakin memperparah suasana. Kimia dihubungkan dengan segala sesuatu yang mengerikan, merusak, dan berbahaya. Adanya peristiwa-peristiwa pengeboman di Jakarta dan Bali menambah image negatif tersebut. Karena pada kenyataannya, born tak lepas dari terlibatnya reaksi kimia. Hal-hal positif mengenai ilmu kimia telah dilupakan masyarakat. Padahal kimia telah menolong kehidupan dan peradaban manusia sehingga mempermudah manusia melakukan aktivitasnya.
Oleh karena itu, perlu ada pelurusan pemahaman masyarakat tentang hakikat kimia atau ilmu kimia. Hal ini penting agar pandangan kita terhadap kimia menjadi benar dan tepat. Anda sebagai guru anak usia dini juga diharapkan memiliki pandangan yang benar tentang kimia, hal ini sangat penting karena Anda akan berinteraksi dengan banyak peserta didik, dan Anda juga akan mentransfer hal-hal yang berkaitan dengan kimia dan keberadaannya kepada mereka.
Lalu apakah sesungguhnya ilmu kimia itu? Banyak sekali para pakar yang menyampaikan pandangan dan definisinya, tetapi secara sederhana sebetulnya kimia adalah ilmu tentang perubahan. Batasan tersebut tidak terlepas dari kajian secara etimologi (asal-usul kata), kata kimia diterjemahkan dari bahasa Arab kuno yang pada mulanya mendekati mithos, yaitu dari kata chemist yang berarti 'memasak emas', dimana para ahli alkemi mengharapkan dapat melakukan cara mendapatkan rahasia mengubah logam biasa menjadi emas yang mendatangkan banyak uang
Selanjutnya pengertian tersebut berkembang, sejalan dengan kemajuan ilmu kimia itu sendiri, hingga saat ini ilmu kimia dikenal dengan kimia modern. Dalam peninjauan dan cara membatasinya, terdapat dua perspektif (cara pandang), yang pertama ilmu kimia dapat dipandang sebagaimana kelompok ilmu lainnya, yaitu ilmu pengetahuan alam kelompok ilmu eksakta, dan kedua ilmu kimia dipandang dari sudut kerja dan ruang lingkup i1mu kimia itu sendiri sebagai bidang ilmi memiliki karakteristik yang bersifat khusus. Ilmu kimia sebagai bagian dari ilmu alam atau eksakta umumnya disejajarkan dan diserumpunkan dengan ilmu fisika, biologi, geologi astronomi:
Sedangkan ilmu kimia sebagai bidang ilmu yang memiliki karaki khusus didefmisikan sebagai ilmu yang mempelajari segala sesuatu ti materi, seperti hakikat, susunan, sifat-sifat perubahan serta energi menyertai perubahan materi (Michael Purba: 1995). Pengertian lainnya kimia yaitu ilmu tentang unsur dan ciri-ciri zat, serta reaksi menyebabkan timbulnya zat-zat baru. (Badudu: 2001), senada Klenfiler (1999) kimia adalah ilmu yang mempelajari struktur materi perubahan-perubahan yang dialaminya. llmu yang membahas sifat struktur dari zat, perubahan yang terjadi pada zat untuk diperoleh zat baru.(Lec Gorth., 1970). Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu kimia adalah yang mempelajari tentang materi yang meliputi struktur, susunan, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertainya.
Dengan memahan i pengertian ilmu kirrda secara benar, maka akan ditemukan fokus kajiaanya. Menurut Howley Grenssen (1981), hal-hal yang menjadi perhatian utama ilmu kimia, yaitu 1) struktur dan kelakuan dari atom (elemen), 2) komposisi dan kandungan bahan, 3) reaksi yang terjadi zat dengan perubahan energi yang menyertainya, serta 4) Hukum dari unit fenomena yang menyertai perubahan itu.Secara detail, dampak positif dari pemahaman kimia yang baik, di antaranya sebagai berikut.
1. Mengenali secara benar tentang jenis materi yang sedang diamatinya. Baik ukuran, ruang, bentuk, warna dan karakteristik khususnya;
2. Memahami secara baik bentuk struktur dan susunan materinya yang sedang diamati, sehingga menambah keyakinan tentang pola-pola struktur dan susunan materi yang ada di alam;
3. Mengetahui sifat-sifat zat secara lebih baik dari setiap materi yang sedang diamati, sehingga tidak keliru dalam menilai suatu materi dan kandungannya;
4. Dapat memprediksi dengan lebih tepat setiap perubahan yang mungkin terjadi pada materi yang sedang diamati tersebut, sehingga mengendalikannya dengan baik agar tidak terjadi dampak negatif,
5. Mengenali sifat-sifat perubahan yang terjadi, sehingga akan dapat menarik kesimpulan yang benar tentang arah perubahan dari suatu materi yang sedang dihadapinya;
6. Memahami reaksi-reaksi yang menimbulkan terjadinya zat baru, sehingga memberi peluang dalam mengembangkan zat-zat kimia yang sesuai dengan kebutuhan umat manusia dalam kehidupannya;
7. Memahami hubungan komposisi dari zat-zat yang terkandung dalam materi, hal ini akan memberikan pilihan-pilihan dalam mencari pola hubungan yang dibutuhkan dalam reaksi kimia. Ini akan sangat bermanfaat dalam menyimpulkan komposisi zat yang bermanfaat bagi manusia dan lingkungannya;
8. Pemahaman terhadap kimia akan dapat membantu memahami perubahan warna yang mengikutinya jika sedang melakukan percobaan, sehingga dapat mengelompokkannya dengan baik.
9. Mengetahui setiap energi yang menyertai dalam perubahan, baik yang dapat menimbulkan dampak luas maupun tidak. Jugs dapat mengenali perubahan yang berdampak negatif dan yang berdampak positif;
10. Mengenali proses dan pola-polanya, sehingga mendapat pengetahuan menyimpulkan hukum yang berlaku pada perubahan tersebut.
Hal-hal tersebut jika terjadi pada Anda setelah mempelajari maka Anda akan menjadi guru yang baik dalam member pandangan ilmu kimia kepada peserta didik serta akan dapat mengarahkan pada wawasan yang benar tentang kimia dan ruang lingkupnya.
Gambar 1 Notasi Rumus Kimia
B. Peran ilmu kimia dalam kehidupan manusia dan perkembangan iptek
Ilmu kimia mempunyai peran yang sangat panting, apalagi modern. ini. Ilmu kimia penting, karena dapat menjelaskan tentang pembentukan suatu materi baru. Dengan kemampuan ilmu kimia dapat mencari materi alternatif. Temuan-temuan melalui proses dan pendekatan kimia akan banyak membantu memecahkan masalah yang dihadapi manusia dalam kebidupannya, sehingga kualitas kehidupan semakin baik dan lebih sejahtera. (mudah, praktis, nyaman, dan menyenangkan). Walaupun, jika tidak memperhatikan dan m dampak negatifnya, maka tidak mustahil manusia akan mendapatkan dari kegiatan dan penggunaan kimia tersebut.
Ilmu kimia memiliki peran yang menentukan dalam kehidupan dapat membuka pikiran dan memperluas wawasan pengetahuan. Dengan mempelajari kimia, kita dapat mengubah bahan alam menjadi yang lebih berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia pihak yang telah membuktikannya dan berhasil,bahkan pada komunitas dalam suatu negara tertentu Jepang, negara ini mampu membuat bahan tahan gempa dan to membuat baterai setipis kertas, membuat film fotografi berkualitas tinggi membuat computer-chip yang dapat menyimpan jutaan jenis informasi Contoh lainnya Negara Korea, negara ini dengan kegigihan membuat makanan bergizi dari tumbuhan laut; begitu juga israel kecerdasan bidang kimianya mampu mengubah gurun pasir menjadi pertanian. Melalui pengetahuan kimia, manusia dimanapun berada mampu membuat bahan-bahan baru dan sintetis seperti plastik, paralon, aspal, karet, tekstil, detergen, pewarna, aroma, dan sebagainya.
Kekuatan ilmu kimia tidak disangsikan lagi, bahkan dengan kemampuannya; berbagai masalah yang dihadapi dunia secara global juga dapat dibantu penyelesaiannya dengan bantuan ilmu kimia, misalkan saja masalah yang mengemuka terkait dengan lingkungan hidup, kedokteran, geologi, krisis energi dan sebagainya.
A. Bahan Bakar
Saat ini bahan bakar dunia, berupa minyak burni, batu bara, gas alam berasal dari fosil. Fosil merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, karena fosil terbentuk dari organisme yang terkubur beberapa jutaan tahun lalu. Bahan bakar tersebut akan habis dan manusia harus dapat mencari sumber energi alternatif, untuk mengatasi krisis energi tersebut.
B. Teknologi Biogas
Ternak-ternak di pedesaan dapat menimbulkan masalah lingkungan, karena kotorannya yang berserakan dapat menimbulkan bau yang tidak enak, kotoran ternak juga merusak pemandangan di desa, bahkan dapat menjadi sumber penularan penyakit. Dengan teknologi biogas, permasalahan tersebut, dapat diatasi. Kotoran hewan tersebut diolah hingga bermanfaat bagi manusia. Pembuatan biogas menggunakan bahan baku kotoran hewan/ternak yang dibubur halus menjadi butiran kecil dan dicampur air. Hasil teknologi biogas tersebut dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya untuk lampu penerangan maupun untuk memasak.
C. Program Langit Biru
Program Langit Biru artinya program yang bertujuan untuk rneminimalisasikan polusi udara akibat pemanfaatan energi. Polusi udara tersebut diakibatkan dari emisi gas buang yang ditimbulkan dari pemanfaatan energi. Transportasi merupakan salah satu udara. Emisi gas buang tersebut misalnya Karbon Hidrokarbon, Nitrogen Oksida, Sulfur dioksida, Timal debu.
Gambar 1 Bahan Bakar dan Teknologi Biogas
Ilmu Kimia termasuk dalam kategori "Central Science"', karena peranannya yang sangat penting di antara ilmu pengetahuan lainnya. Tidak ada ilmu pengetahuan alam yang tidak bergantung pada ilmu kimia. Di samping berkaitan erat dengan ilmu lainnya, ilmu kimia juga dapat dimanfaatkan untuk mempelajari teknologi di berbagai industri yang memproduksi bahan-bahan baru (mulai dari industri sederhana hingga industri berat) yang menjadi kebutuhan kehidupan sehari-hari. pengetahuan kimia dapat pula diterapkan untuk menganalisa kebutuhan bahan baku dan produk dari suatu industry.
Pemanfaatan ilmu kimia bagi perkembangan ilmu pengetahuan teknologi serta penerapannya yang lebih luas, diantaranya adalah berikut.
A. Bidang Kedokteran, Farmasi dan Kesehatan
B. Bidang Geologi
C. Bidang Pertanian
D. Bidang Industri
E. Teknologi Biogas
F. Menuntaskan kasus kriminalitas
C. Bahan kimia yang terdapat di sekitar manusia
Disekitar kita ada yang diciptakan oleh Tuhan dan ada benda yang dibuat oleh manusia. Kadang-kadang kita tidak menyadari bagaimana asal mula dan perubahan¬perubahan yang terjadi pada benda tersebut. Dengan adanya ilmu kimia kini kita dapat menjumpai berbagai macam bahan, barang atau peralatan yang akan digunakan untuk kepertuan sehari-hari. Misalnya pembersih, pemutih, pewangi, serta pembasmi serangga.
Banyak sekah bahan pembersih yang dikemas dan dijual secara bebas. Bahan pembersih itu dapat dikelompokkan menjadi bahan pembersih pakaian, bahan pembersih lantai, bahan pembersih porselen dan kaca, Berta bahan pembersih perabotan rumah tangga.Setiap bahan pembersih yang kegunaannya sama memiliki kandungan bahan kimia yang lama, perbedaannya hanya pada merek dan konsentrasi bahan kimianya. Misalnya pads bahan pembersih porselen, bahan kimia yang digunakan dalam pembersih tersebut adalah asam klorida (HCI).
Gambar 2 Pembersih yang sering digunakan
Bahan-bahan kimia yang cukup akrab berinteraksi dengan kita. Jika diidentifikasi mungkin akan banyak sekali jumlahnya. Namun untuk lebih memberikan pemahaman kepada anda, berikut ini disajikan daftar yang lebih rinci tentang bahan dan atau zat kimia yang sering dijumpai dalam kehidupan. Bahan-bahan tersebut disajikan berdasarkan tempat dimana anda dapat menjumpainya.
a. Rumah
Rumah adalah. tempat tinggal kita, dan mungkin tempat yang paling dikenali dengan baik. Anda akan dapat mengidentifikasi bahan dan atau zat kimia yang terdapat di rumah. Beberapa contoh yang dapat dituliskan, di antaranya:
a. hair spray untuk rambut.
b. obat nyamuk;
c. obat nyamuk bakar:
d. pemutih untuk cat tembok rumah kita;
e. freon dalam kulkas, dan AC;
f. gas pada kompor gas;
g. korek api;
h. kosmetik;
i. puzzle plastik;
j. pewangi ruangan;
k. jok mobil;
l. koran/majalah
b. sekolah
Sekolah merupakan tempat kedua yang paling dikenal oleh seseorang Anda tentu pernah mengalami sekolah, misalnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ingatkah Anda, bahan apa sajakah yang terdapat sekitar sekolah yang benipa bahan dan atau zat kimia. Berikut sejumlah bahan dan atau zat kimia yang dapat diidentifikasi di lingkungan sekolah, di antaranya:
a. buku;
b. papan tulis;
c. meja yang dilapisi vernish;
d. kapur tulis;
e. pulpen;
f. bola;
g. krayon;
h. spidol;
i. cat warna;
j. penghapus;
k. cat mainan;
c. Lingkungan
Tempat yang lebih luas lagi adalah di lingkungan terbuka, yang meliputi lingkungan di luar rumah dan sekolah. Bahan dan atau zat kimia yang dapat ditemui di tempat tersebut sangat banyak sekali jumlahnya; mungkin Anda tidak akan bisa menghitungnya. Hampir dapat dipastikan bahan di setiap sudut atau bagian dapat dijumpai berbagai bahan dan atau zat kimia.
Prinsipnya makin luas dan jauh langkah kita, akan makin banyak daftar bahan dan atau zat kimia yang dapat diidentifikasi dan dikemukakan. Berikut adalah sebagian kecil contoh bahan dan atau zat kimia yang terdapat di lingkungan kita:
a. air
b. udara. (gas);
c. plastik;
d. kaleng;
e. botol;
f. logam;
g. aspal;
h. pupuk urea;
i. zat pestisida.
d. bahan kimia yang terdapat dalam makanan
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di sandang dan papan. Makanan yang kita makan setiap hari mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Zat makanan terdiri dari makro nutrisi dan mikro nutrisi. Kelompok makro nutri dari karbohidrat, lemak, dan protein yang diperlukan tubuh dalan besar, sedangkan yang merupakan mikro nutrisi adalah vitamin dan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Di dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita melihat berbagai makanan dan minuman yang disajikan sangat menarik hal itu dapat dilakukan dengan menambahkan zat tambahan makanan yang disebut dengan zat aditif makanan.
Gambar 3 zat aditif buatan
D. Pengertian dan sifat materi
Secara umum materi dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memiliki massa, menempati ruang, dan memiliki sifat dapat dilihat, dicium, didengar, dirasa, atau diraba. Dari batasan tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa semua benda di alam ini termasuk diri kita adalah materi. Jadi makhluk hidup dan yang tidak hidup terdiri atas materi: manusia, tumbuh tumbuhan, hewan, air, batu, kayu, garam dan benda-benda apa saja di sekitar kita termasuk materi. Bahkan lebih luas dan lebih jauh bintang, bumi, bulan, segala batuan, minyak bumi, kayu, tanah, udara, air, logam, bakteri, molekul, atom, elektron, dan seterusnya juga adalah materi.
Setiap materi seperti yang telah dicontohkan memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat materi menunjuk pada karakteristik materi menjadi ciri atau identitas dari materi itu. Mengenal sifat-sifatnya berarti mengenai materi itu, demikian juga sebaliknya. Berdasarkan sifat utamanya, materi secara umum dikenali melalui dua sifat, yaitu dari sifat fisis dan kimia. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Sifat Fisis
Sifat fisis adalah sifat materi yang berhubungan dengan gejala-gejala fisika. Mencakup: wujud (fasa), bentuk, rasa, warna, bau, daya hantar panas, daya hantar listrik, kelarutan dan beberapa tetapan fisis (massa jenis, indeks bias, titik beku, titik leleh, titik didih, titik bakar, dan lain-lain).
b. Sifat Kimia
Sifat kimia adalah sifat materi yang berhubungan dengan gejala-gejala kimia. Mencakup: kereaktifan (misalnya mudah/sukar bereaksi, dapat terbakar, melapuk, atau membusuk), rumus kimia, susunan ikatan, bentuk molekul, dan lain-lain.
Contoh yang terkait dengan sifat kimia adalah.-
1) Air, pada suhu kamar yang berwujud cair (suhu 25°C) tetap dipanaskan berubah menjadi uap air. Di udara dingin dapat mengembun dan jika didinginkan hingga 0°C dapat berubah menjadi es.
2) Kayu & kertas, kayu dan kertas dibakar berubah menjadi abu
3) Besi, jika didiamkan di udara terbuka lama kelamaan akan berkarat
4) Kawat, kawat pijar dalam bola lampu, jika dialiri akan menyala.
5) Nasi dan susu, jika dibiarkan di udara terbuka akan menjadi basi.
a. Perubahan Materi
Setiap materi di alam ini selalu berubah. Materi tak pernah tidak terkecuali diri kita sendiri. Apakah perubahan materi itu sesungguhnya. Perubahan materi adalah perabahan sifat suatu zat atau materi menjadi zat yang lain baik yang menjadi zat baru maupun tidak. Jadi dapat bahwa perubahan materi dapat berupa pertumbuhan, pergerakkan, pembelahan, penguapan, pencernaan, pembakaran, perkaratan, pelapukan, pembusukan, dan seterusnya.
Sesungguhnya, perubahan materi melibatkan perubahan sifat materi itu sendiri. Perubahan sifat ini ada yang hanya melibatkan perub fisisnya saja, dan ada juga yang melibatkan perubahan sifat kimia, perubahan sifat kimia suatu materi selalu melibatkan juga perubahan fisisnya.
Apa yang menyebabkan suatu materi mengalami perubahan? Energilah yang menyebabkan suatu materi berubah. Setiap materi selalu mengandung energi. Materi berubah maka berubah pula kandungan energinya. Materi dapat disertai dengan pembebasan energi atau penyerap energi, pembebasan energi menyebabkan kandungan energi dari berkurang; sementara penyerapan energi menyebabkan materi asal kandungan energinya. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa perubahan materi selalu disertai dengan perubahan energi. Dengan demikian, secara umum perubahan pada materi terbagi dua macam, yaitu 1) Perubahan Materi Secara Fisika atau Fisi Perubahan Materi Secara Kimia.
b. Perubahan Fisis
Salah satu bentuk energi penyebab perubahan materi adalah energi panas. Pemanasan dapat menyebabkan lilin meleleh; air menguap; kamper (kapur barus) dan iodium menyublim; dan lain-lain. Jadi patokannya, perubahan materi yang hanya melibatkan perubahan pada sifat fisis suatu materi disebut perubahan fisis. Dapat dinyatakan bahwa ciri umurn dari perubahan yang bersifat fisis tersebut adalah tidak menghasilkan zat baru dan perubahannya bersifat sementara (zat asal dapat segera diperoleh kembali). Jika diidentifikasi lebih tepat, perubahan fisis biasanya mengarah pada perubahan wujud, perubahan bentuk serta perubahan rasa yang didasarkan pada tanggapan pancaindera. Contoh yang nyata dapat ditampilkan, misalkan dapat dilihat pada Gambar Lilin Meleleh.
1) Perubahan wujud
Kejadian perubahan wujud dapat diamati pada perubahan materi di antaranya:
a) es balok yang mencair menjadi air-,
b) air menguap menjadi nap;
c) kapur barus menyublim menjadi gas, dsb.
2) Perubahan bentuk
Kejadian perubahan bentuk dapat diamati pada perubahan materi di antaranya:
a) gandum yang digiling menjadi tepung terigu;
b) benang diubah menjadi train;
c) batang pohon dipotong-potong jadi kayu balok dan triplek,dll.
3) Perubahan rasa berdasarkan alas indera
a) perubahan suhu-,
b) perubahan rasa, dan lain sebagainya.
c. Perubahan Kimia
Perubahan juga menyebabkan terbentuknya materi baru, atau perubahan materi yang melibatkan perubahan sifat materi secara kekal. Perubahan itu dikenali dengan sebutan perubahan kimia. Misalnya bila kita memanaskanr kayu, maka suhunya akan naik; dan bila suhu ini sampai pada titik bakarnya maka kayu itu akan terbakar dengan sendirinya.
Anda dapat mengidentifikasi banyak perubahan kimia di sekitar baik pada lingkungan yang dekat maupun yang jauh. Berikut adalah contoh yang dapat membantu Anda dalam memahami perubahan antaranya sebagai berikut.
1) Bensin biodiesel sebagai bahan bakar berubah dari cair menjadi asap knalpot.
2) Proses fotosintesis pada tumbuh-tumbuhan yang merubah air, sinar matahari, dan sebagainya menjadi makanan.
3) Membuat masakan yang mencampurkan bahan-bahan masakan sesuai resep menjadi masakan yang dapat dimakan.
4) Bom meledak yang berubah benda padat menjadi pecahan dan ledakan.
Demikianlah sejumlah contoh yang dapat disajikan, Anda dapat mengidentifikasi lebih banyak lagi baik melalui pengamatan alamiah, maupun melalui percobaan-percobaan secara langsung. Tetapi, meskipun telah disajikan sejumlah contoh perubahan dalam kimia, janganlah Anda melupakan bahwa ilmu kimia juga mempelajari suatu perubahan yang diikuti dengan energinya dan hal ini telah dijelaskan pada paparan sebelumnya. Mengapa kejadian perubahan bersifat demikian? karena pada dasarnya setiap materi memiliki energi, yaitu energi kinetik dan energi potensial. Nah, perubahan kimia juga selalu disertai dengan perubahan energi tersebut. Hal ini dapat dicontohkan dalam proses asimilasi pada tumbuhan yang terjadi pada siting hari dengan bantuan sinar matahari. Pada proses tersebut energi matahari diubah menjadi energi kimia yang disimpan dalam karbohidrat hasil reaksi itu. Jadi setiap perubahan zat selalu disertai perubahan energi, tetapi tidak semua energi yang menyertai perubahan zat dapat diamati oleh indera kita.
Pertanyaan yang penting diajukan adalah bagaimanakah sesungguhnya proses perubahan wujud itu terjadi? Sejumlah perubahan terjadi melalui proses tertentu. Di bawah ini akan digambarkan beberapa proses perubahan wujud, yaitu:
1) benda atau zat padat berubah menjadi benda cair. Proses ini sering, disebut sebagai mencair atau pencairan. Contoh dari proses ini adalah:
a) es krim yang berubah menjadi cair terkena suhu panas;
b) permen atau coklat yang mencair terkena suhu panas.
2) benda atau zat cair berubah menjadi benda padat. Proses ini dinamakan dengan membeku atau pembekuan. Contoh dari proses ini adalah:
a) membuat es mambo dari air sirup dalam plastik,
b) membuat agar-agar atau jelly.
3) benda atau zat padat berubah menjadi benda gas. Proses ini dinamakan menyublim atau penyubliman atau sublim. Contoh dari proses ini adalah:
a) kapur barus yang menyublim menjadi gas berbau wangi;
b) biang es di dalam kotak es tongtong untuk mendinginkan es.
4) benda atau zat gas berubah menjadi benda padat. Proses ini dinamakan menghablur atau penghabluran atau hablur atau mengkristal atau pengkristalan. Contoh dari proses ini adalah: pembuatan ammonium sulfat dan ammonium nitrat bahan pupuk.
Berdasarkan keadaan fisisnya, materi dapat digolongkan ke macam wujud yaitu padat, cair dan gas. Ciri-ciri dari setiap wujud materi tersebut sangat penting untuk dipahami, karena merupakan landasan penguasaan konsep dan proses dalam kimia. Salah satu cara mengenali ciri-ciri wujud suatu materi, di antaranya dapat dilakukan dengan berdasarkan bentuk, volume, kompresibilitas (pernampatan), massa jenis serta kemampuan mengalirnya.
Sebelum dipaparkan ciri-cirinya lebih lanjut, terlebih dahulu akan dikemukakan faktor yang dapat mempengaruhi wujud suatu wujud zat. Secara mendasar terdapat dua faktor yang mempengaruhi suatu materi, yaitu kekuatan gaya antara dan jarak antar molekulnya. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi struktur fisis wujud zat berpengaruh pada bentuk, volume, tegangan permukaan, laju penguapan daya alir. Sedangkan jarak antar molekul akan mempengaruhi ke pemampatan dan laju bauran (difusi).
Gambar 4 Lilin Meleleh dan Kayu Terbakar
E. Larutan dan kelarutan
a.Larutan
Reaksi-reaksi kimia banyak yang berlangsung dalam sistem larutan, terutama dalam pelarut air. Larutan adalah campuran homogen dua zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing zat penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik. Larutan terdiri dari 2 komponen yaitu Zat Terlarut (disebut: solut), dan Pelarut (disebut: solven). Zat dalam larutan yang berada dalam jumlah terbesar berkedudukan sebagai pelarut, sedangkan zat-zat lainnya sebagai zat terlarut. Komposisi zat terlarut dan pelarut dalarn larutan dinyatakan dalam konsentrasi larutan, sedangkan proses campuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi.
Contoh larutan yang umum dijumpai adalah padatan yang dilarutkan dalam cairan, seperti gula dilarutkan dalam air. Jika Anda memasukkan satu sendok gula ke dalam satu gelas air, maka seolah-olah gula tersebut menghilang di dalam air, Dalam gelas tersebut, gula dan air tidak dapat dibedakan lagi. Apa sesungguhnya yang terjadi? Sesungguhnya, partikel partikel gula menyebar secara homogen di antara partikel-partikel air. campuran yang bersifat homogen itulah yang kita rebut sebagai larutan. Pada contoh itu, gula adalah zat terlarut sedangkan zat pelarutnya adalah air.
Bila komponen zat terlarut ditambahkan terus-menerus ke dalam pelarut, pada suatu titik komponen yang ditambahkan tidak akan dapat larut lagi. Misalnya, jika zat terlarutnya berupa padatan dan pelarutnya berupa cairan, pada suatu titik padatan tersebut tidak dapat larut lagi dan terbentuklah endapan. Jumlah zat terlarut dalam larutan tersebut adalah maksimal, dan 'arutannya disebut sebagai larutan jenuh. Titik tercapainya keadaan jenuh larutan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti suhu, tekanan, dan kontaminasi.
Gambar 5 Campuran homogen
Larutan dapat juga terbentuk antar zat cair, rnisalnya antara alcohol dan air. Dalam hal ini, komponen terbanyaklah yang dianggap sebagai dan yang lebih sedikit sebagai zat terlarut. Jadi dapat disimpulkan, larutan dapat berupa padatan, cairan atau gas. Tanah tergolong larutan sedangkan udara adalah larutan gas.
Tentunya masih banyak contoh-contoh lainnya, akan sangat baik jika anda melakukan percobaan sendiri di rumah, terutama pada saat atau mempelajari modul ini. Semoga dapat melakukannya dengan sukses dan lancar.
Campuran heterogen adalah suatu campuran yang terdiri dari dua bahan atau lebih yang memiliki fasa yang berbeda. Contohnya adalah pasir dimasukkan kedalam air, campuran ini merupakan campuran heterogen karena terdiri dari bahan-bahan yang memiliki fase berbeda, pasir dalam fase padatan dan air dalam fase cair.
Campuaran homogen adalah suatu campuran yang terdiri dari 2 bahan atau lebih dalam fase yang sama. Sebagai contoh sejumlah kecil garam (NaCl) dimasukkan ke dalam air, garam perlahan akan menghilang. Garam yang telah dimasukkan larut dalam air dank arena larutnya garam, air dan garam pun membentuk suatu zat baru yang memiliki sifat yang berbeda dengan zat murninya. Air pada saat murni tidak memiliki rasa.namun setelah ditambahkan garam,air akan memiliki rasa asin begitu pula pada garam. Garam pada saat murni slalu berbentuk padatan namun setelah dimasukkan dalam air garam berubah cair.
B.Kelarutan
Secara sederhana kelarutan dapat diartikan sebagai jumlah suatu zat dapat terlarut dalam pelarut tertentu. Secara umum, kelarutan suatu zat jumlah suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu sebanding terhadap suhu. Hal ini terutama berlaku pada zat padat, walaupun beberapa perkecualian. Kelarutan zat cair dalam zat cair lainnya umum kurang peka terhadap suhu daripada kelarutan padatan atau gas zat cair. Kelarutan gas dalam air umumnya berbanding terbalik terhadap suhu. Larutan ideal mematuhi Hukum Raoult, yaitu bahwa tekanan uap pelarut (cair) berbanding lurus dengan fiksi mol pelarut dan larutan. Larutan yang benar-benar ideal tidak terdapat di alam, namun beberapa larutan memenuhi hukum Raoult sampai batas-batas tertentu. Agar Anda lebih memahami, berikut akan diilustrasikan melalui contoh sederhana, yaku dengan memasukan satu sendok gula dalam satu gelas air, maka gula itu akan larut. Namur, bila gula ditambahkan terus-menerus ke dalam larutan tersebut maka suatu saat gula tidak dapat larut. Butiran-butiran gula tersebut justru akan mengendap di dasar gelas. Pada kondisi ini dikatakan bahwa larutan telah jenuh.
Gambar 6 Larutan jenuh
Tabel 1 Zat terlarut dan kelarutan
Zat terlarut Kelarutan (g zat terlarut/100g air)
Garam dapur 35,7
gula pasir 179,2
vitamin C (Asam Askorbat) 33
Amonium Klorida 29,7
Amonium Nitrat 118,3
Amonium Sulfat 70,6
Kalsium klorida 53,3
Kalsium Sulfat 0,23
Faktor lain yang terkait dengan larutan dan kelarutan. Ada penting yang patut anda ketahui dengan baik, yaitu tentang proses Pada pengertian larutan sebagaimana yang telah dijelaskan. Nah, larutan. terdapat dua zat utama yang salah satunya adalah zat pelarut pelarut akan bekerja dengan baik apabila dipengaruhi oleh proses tertentu.
Sebelum mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap proses pelarutan, terlebih dahulu akan dibedakan maksud dari proses pelarutan dan kelarutan. Kelarutan menyatakan jumlah maksimal zat terlarut yang larut dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu, sedangkan proses adalah bagaimana suatu larutan terbentuk. Kecepatan proses dipengaruhi oleh suhu, pengadukan, ukuran partikel zat terlarut dan pelarut.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Secara umum dari pembahasan di atas terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan, diantaranya:
1. Materi adalah segala sesuatu yang memiliki massa, menempati ruang, dan memiliki sifat dapat dilihat, dicium, didengar, dirdengar atau diraba. Jadi makhluk hidup dan tidak hidup terdiri atas materi manusia, tumbuhan, hewan, air, batu, kayu, garam dan benda-benda apa saja di sekitar kita termasuk materi.
2. Setiap materi memiliki sifat-sifat tertentu. Sifat materi menunjuk pada karakteristik materi menjadi ciri atau identitas dari materi Berdasarkan sifat utamanya, materi secara umum dikenali melalui dua sifat, yaitu dari sifat fisis dan kimia.
3. Sifat fisis adalah sifat materi yang berhubungan dengan geja gejala fisika. Mencakup: wujud (fasa), bentuk rasa, warna, bau, da hantar panas, daya hantar listrik, kelarutan dan beberapa tetap fisis (massa-jenis, indeks bias, titik beku, titik leleh, titik didih, dan lain-lain).
4. Sifat kimia adalah sifat materi yang berhubungan dengan gejal gejala kimia. Mencakup: kereaktifan (misalnya mudah/sukar bereaksi, dapat terbakar, melapuk, atau membusuk), rumus kimia, susunan ikatan, bentuk molekul, dan lain-lain.
5. Setiap materi di dalam ini selalu berubah. Perubahan materi adal perubahan sifat suatu zat atau materi menjadi zat yang lain baik yang menjadi zat baru maupun tidak.
6. Secara umum perubahan pada materi terbagi menjadi dua macam yaitu 1) Perubahan Materi Secara Fisika atau Fisis, dan Perubahan Materi Secara Kimia. Perubahan materi secara fisik adalah perubahan yang merubah suatu zat dalam hal bentuk, wujud atau ukuran, tetapi tidak merubah zat tersebut menjadi zat bay. Sedangkan perubahan materi secara kimia didefinisikan sebagai perubahan dari suatu zat atau materi yang menyebabkan terbentuknya zat baru.
7. Berdasarkan keadaan fisisnya, materi dapat digolongkan ke data tiga macam wujud yaitu padat, cair dan gas.
8. Reaksi-reaksi kimia banyak yang berlangsung dalam sistem larutan terutama dalam pelarut air. Larutan adalah campuran homogen di zat atau lebih yang saling melarutkan dan masing-masing penyusunnya tidak dapat dibedakan lagi secara fisik.
9. Secara sederhana kelarutan dapat diartikan sebagai jumlah suatu zat yang dapat terlarut dalam pelarut tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Nugraha dan A. Sy. Dina Dwiyana. Dasar-dasar matematika dan sains. Jakarta. Universitas Terbuka.
Klenfiler. (1999). Kimia Untuk Universitas. (Edisi 6). Jakarta. Penerbit Erlangga.
Lec Gorth. (1970). Principles Of Chimistry a Structural Approach. Pensylvania. International Textboox Company.
Purba, Michael. (2003). Ilmu Kimia.Jakarta. Erlangga.
http://kimia123sma.wordpress.com/2010/01/23/kimia-123-sma-mengetik-rumus-kimia/
http://nisrinaa.blogspot.com/2010/07/redup.html
http://blog.codingwear.com/bacaan-328-Macam-Macam-Zat-Aditif-pada-Makanan.html
http://nasrulbintang.wordpress.com/2011/12/18/sistim-koloid-sistem-dispers-dan-sistem-koloid/
KEWENANGAN ANTARA SATPOL PP DAN POLRI DALAM MENCIPTAKAN KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT
ABSTRAK
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah : bagaimana batas kewenangan penegakan hukum antara Satpol PP dan Polri dalam menciptakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dalam perspektif Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data dan mengkaji batas kewenangan penegakan hukum antara Satpol PP dan Polri dalam menciptakan ketertiban dan ketenteraman masyarakat.Penelitian ini merupakan kajian yuridis normatif dengan penelitian kepustakaan, baik buku-buku, peraturan perundang-undangan, makalah-makalah, hasil penelitian terdahulu, dokumen-dokumen, dan lain sebagainya. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa Sesuai dengan amanah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan tegas menyatakan bahwa kewenangan yang dimiliki Satpol PP adalah sebagai penegak peraturan daerah, menciptakan ketertiban umum dan ketenteraman dan perlindungan masyarakat sedangkan Polri menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian memiliki fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tumpang tindih kewenangan tersebut diakibatkan karena definisi ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang tidak dijelaskan secara tegas. Ketika Satpol PP melakukan penegakan Peraturan Daerah seringkali terjadi benturan di lapangan hingga proses pro yustisi di pengadilan dimana pada saat PPNS penegak Peraturan Daerah menaikkan berkas perkara pelanggaran peraturan daerah pada saat itu pula institusi Polri melakukan hal yang sama dengan menggunakan dasar Peraturan Daerah.
Kata Kunci : tumpang tindih; kewenangan; ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
2
ABSTRACT
The problems studied in this research are : how the boundaries of law enforcement authority between Satpol PP and Polri in creating public order and public peace in the perspective of Law Number 23 year 2014 on Regional Government. The purpose of this research is to obtain data and examine the limits of law enforcement authority between Satpol PP and Polri in creating order and public peace. This study is a normative juridical study with literature research, good books, legislation, papers, previous research results, documents, and so forth. Based on this research, it is obtained that in accordance with the mandate of Law No. 23 of 2014 on Regional Government firmly states that the authority possessed by Satpol PP is as an enforcer of local regulations, creating public order and peace and protection of the people while the Police according to Law Number 2 of 2002 on the Police has the function of state government in the field of maintaining security and public order, law enforcement, protection, shelter, and service to the public. The overlapping of authority is due to the definition of public order and public peace contained in legislation which is not explicitly stated. When the Satpol PP enforces the Regional Regulation, there is often a clash in the field up to the pro justisi process in the court where at the time PPNS enforcer of the Regional Regulation raises the file of case violation of the regional regulation at the same time the Police institution do the same by using the basic of Local Regulation.
Keywords: overlap; authority; Public order and public peace.
3
Latar Belakang Masalah
Masalah ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat merupakan suatu kebutuhan dasar yang senantiasa diharapkan masyarakat dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari. Oleh karenanya, masyarakat sangat mendambakan adanya keyakinan akan aman dari segala bentuk perbuatan, tindakan dan intimidasi yang mengarah dan menimbulkan hal-hal yang akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, yang dilakukan oleh orang-perorangan dan atau pihak-pihak tertentu lainnya.
Adanya rasa aman dan tertib dalam kehidupan bermasyarakat akan dapat menciptakan kehidupan yang harmonis di kalangan masyarakat dan yang tidak kalah pentingnya akan dapat meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari. Sebaliknya apabila kondisi masyarakat dihadapkan pada kondisi tidak aman akan mengganggu tatanan kehidupan bermasyarakat yang pada gilirannya pemenuhan taraf hidup akan terganggu pula dan suasana kehidupan mencekam/ penuh ketakutan seperti yang terjadi di beberapa daerah tertentu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus dibayar mahal dengan korban jiwa, harta dan berbagai fasilitas sarana dan prasarana.
Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia di dalam Pasal 18, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.
Melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah.
Prinsip otonomi seluas-luasnya yang dimaksud dalam Undang-undang adalah daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Sebagai realisasi atas Undang-undang pemerintahan
4
daerah, maka pemerintah daerah meresponnya dengan cara membuat berbagai regulasi atau peraturan untuk mendukung pelaksanaan otonomi di daerahnya. Peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah merupakan salah satu penyangga atas pelaksanaan otonomi daerah. Pada prakteknya tidak ada artinya suatu regulasi dibuat tanpa didukung oleh pelaksanaan yang baik. Untuk mewujudkan pelaksanaan Undang-undang dan peraturan daerah yang telah dibuat, maka pemerintah daerah khususnya memerlukan suatu perangkat pelaksanaan baik berupa organisasi maupun sumber daya manusia.
Kewenangan yang dimiliki pemerintah daerah dalam terminologi otonomi tersebut memungkinkan dibuatnya berbagai perangkat-perangkat berupa aparatur daerah yang berfungsi sebagai pendukung dari pelaksanaan pemerintahan di daerahnya. Salah satu aparatur yang bertugas sebagai pendukung dari pelaksanaan pemerintahan daerah adalah Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Satuan ini merupakan perangkat pemerintah daerah yang bertugas membantu kepala daerah dalam pelaksanaan jalannya pemerintahan dan sebagai garda atau barisan terdepan dalam bidang ketenteraman dan ketertiban umum, seperti yang disebutkan pada Pasal 255 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014: “Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat”.
Berkaitan dengan eksistensi Satuan Polisi Pamong Praja dalam penegakan hukum sebagai perangkat pemerintah daerah, kontribusi satuan Polisi Pamong Praja sangat diperlukan guna mendukung suksesnya pelaksanaan Otonomi Daerah dalam penegakan peraturan daerah menciptakan pemerintahan yang baik. Dengan demikian aparat Polisi Pamong Praja merupakan garis depan dalam menjamin kepastian pelaksanaan peraturan daerah dan upaya menegakkannya di tengah-tengah masyarakat, sekaligus membantu dalam menindak segala bentuk penyelewengan dan penegakan hukum.
Lingkup fungsi dan tugas Polisi Pamong Praja dalam pembinaan ketentraman dan ketertiban umum pada dasarnya cukup luas, sehingga dituntut kesiapan aparat baik jumlah anggota, kualitas personil termasuk kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Polisi Pamong Praja sebagai lembaga dalam pemerintahan sipil harus tampil sebagai pamong masyarakat yang mampu menggalang dan dapat meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam menciptakan dan memelihara ketentraman dan ketertiban sehingga dapat menciptakan iklim yang lebih kondusif di daerah.
5
Dengan memperhatikan tugas dan fungsi dari Satuan Polisi Pamong Praja, maka mereka dituntut untuk memperbaiki dan menyelenggarakan berbagai sektor yang masih lemah dengan mempertahankan dan meningkatkan serta memelihara yang sudah mantap melalui suatu pola pembinaan yang tepat dan lebih konkret bagi Satuan Polisi Pamong Praja, sehingga peranan Satuan Polisi Pamong Praja dapat lebih dirasakan manfaatnya di semua bidang termasuk pembangunan pemerintahan dan kemasyarakatan. Menyadari bahwa laju pembanguan di masa mendatang cenderung terus meningkat kapasitas maupun intensitasnya serta semakin komplek masalahnya, maka akan membawa dampak terhadap kehidupan masyarakat dengan tingkat kebutuhan yang cenderung semakin meningkat pula.
Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat seringkali dibenturkan pada perbedaan persepsi. Perbedaan persepsi itu antara lain mengenai tindakan atau perilaku yang dianggap melanggar ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Sebagai salah satu perbedaan persepsi yang terjadi di antara Polisi dan Satpol PP yang didasarkan atas wewenangnya masing-masing. Secara sosiologis, perbedaan-perbedaan tersebut dapat mengarah pada kategori sosial. Dan dari ketegori sosial inilah dimulai lahirnya perbedaan persepsi sosial antara polisi dan warga masyarakat lain dalam memandang berbagai persoalan.1
Keberadaan Satpol PP merupakan bagian dari proses penegakan hukum sebagai perangkat pemerintah daerah yang diperlukan guna mendukung suksesnya pelaksanaan otonomi daerah. Dalam pelaksanaan tugasnya, kewenangan Satpol PP sering tumpang tindih dan berbenturan dengan penegak hukum yang lain terutama polisi. Kondisi ini menghasilkan friksi antara kewenangan Polisi sebagai aparat sentralistik dengan Satpol PP yang merupakan aparat Pemda yang otonom meskipun kehadiran Satpol PP sendiri dapat memberikan kontribusi dalam membantu kepolisian untuk bertugas di lapangan. Satpol PP juga bisa menjalankan fungsi yudisial yaitu Polisi Pamong Praja yang memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.2
Dengan adanya ketentuan ini, maka sebagian anggota Satpol PP adalah bagian dari Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) karena mempunyai kewenangan
1 Achmad Ali. 1998. Menjelajahi Kajian Empiris. Kencana. Makassar. Hal 169
2 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
6
penyidikan.Yang menjadi masalah, sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah Satpol PP adalah bagian dari Pemerintah Daerah, sehingga dalam menjalankan tugasnya anggota Satpol PP bertanggung jawab langsung dengan Kepala Daerah dalam hal ini Bupati, Walikota atau Gubernur. Dengan kondisi ini, maka tidak ada hubungan hierarki maupun struktur antara Satpol PP Provinsi dengan Satpol PP Kabupaten ataupun Kota.
Secara umum kewenangan yang dimiliki oleh Satpol PP dan Polri dalam menciptakan keamanan dan ketertiban di masyarakat memiliki kesamaan dimana secara universal, tugas pokok lembaga kepolisian mencakup dua hal yaitu Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban (Peace and order maintenance) dan Penegakan Hukum (law enforcement).
Polri di dalam Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 merupakan sebagai alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Kepolisian dalam undang-undang tersebut juga disebutkan mempunyai tujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Untuk dapat menjalankan fungsi Kepolisian, berdasarkan tugas yang diamanatkan tersebut maka diadakanlah pembagian tugas agar mudah dalam pelaksanaan dan juga koordinasi, karena itulah dibentuk organisasi polisi yang bertugas di daerah dalam satuan tertentu yang kemudian mempunyai tujuan untuk mengamankan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat, terutama mereka yang melakukan suatu tindak pidana di suatu daerah.
Namun demikian, pembagian tugas pada satuan Kepolisan tersebut belum menjadi jaminan untuk dapat terpenuhinya fungsi dari Kepolisian sendiri. Dalam artian keamanan dan ketertiban yang diharapkan belum merepresentasikan dari apa yang semestinya terdapat pada suatu negara rechtsstaat. Hal ini tentunya membutuhkan sinergitas dan kerjasama antara pihak Kepolisian sebagai pelaksana utama dan Pemerintah Daerah sebagai penunjang terciptanya keamanan dan ketertiban dalam suatu lingkungan. Sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa keamanan dan
7
ketertiban dalam hal ini ketertiban umum merupakan urusan konkuren yang termasuk dalam ur7usan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar.
Permasalahan
Bagaimana batas kewenangan penegakan hukum antara Satpol PP dan Polri dalam menciptakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dalam perspektif Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ?
Pembahasan
Kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja Dalam Menciptakan Ketertiban Umum dan
Ketenteraman Masyarakat
Di kalangan masyarakat luas, pemahaman mengenai siapa dan bagaimana Satuan Polisi Pamong Praja (selanjutnya disebut dengan akronim Satpol PP) masih beragam. Namun yang paling menonjol, Satpol PP dalam benak masyarakat adalah sosok „Tibum‟ (akronim dari Petugas Ketertiban Umum), yaitu aparat Pemda yang pada masa lalu yang memang tugasnya melakukan penertiban umum. Pemahaman tersebut tidaklah terlalu salah, karena memang salah satu fungsi dari Satpol PP adalah menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum.
Jika melihat keberadaan Satpol PP bisa kita kaji dari dua aspek. Yang pertama adalah aspek sosiologis. “Satuan Polisi Pamong Praja”, dari pilihan kata untuk penyebutan sudah jelas bahwa dimaksudkan instusi ini adalah polisi milik pamong praja atau polisi untuk pamong praja. Pamong Praja adalah kata lain dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka Satpol
PP adalah penegak hukum di kalangan pamong praja. Dari unsur kata-kata pembentukannya, Satpol PP mempunyai tugas pembinaan ke dalam atau dalam lingkup internal aparatur pemerintahan. Namun jika diartikan sebagai polisi milik pamong praja, maka tugasnya adalah bagaimana membantu pelaksanaan kinerja pamong praja. Di sini semakin jelas bahwa peran Satpol PP memang melekat pada kinerja pamong praja, dalam hal ini birokrat.
Kedua, ditinjau dari aspek hukum keberadaan Satpol PP didasarkan pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja. Dalam PP Nomor 6 Tahun 2010, disebutkan bahwa Satpol PP bertugas membantu kepala daerah dalam
8
penegakan peraturan daerah (Perda) dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Dari aspek hukum terlihat bahwa Satpol PP juga mempunyai tugas pembinaan ke masyarakat atau tugas eksternal. Namun jika melihat lagi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 256, pada ayat (6) disebutkan bahwa Polisi Pamong Praja yang memenuhi persyaratan dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan Satpol PP sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 menjadi harus seirama dengan yang diatur pada Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI serta Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Dalam dua undang-undang tersebut ditegaskan bahwa penyidik selain Polisi adalah juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Ini artinya bahwa dalam rangka penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda, Satpol PP yang sudah diangkat sebagai PPNS bisa melakukan aktivitas menjalankan hukum negara (pro justisia).
Melihat ketentuan yuridis yang ada, menunjukkan bahwa posisi Satpol PP sangatlah strategis, karena posisi Satpol PP sangatlah dominan dalam proses penegakan hukum atas Peraturan Daerah ataupun Keputusan Daerah. Apalagi jika statusnya juga sebagai PPNS maka yang dilakukan akan merupakan bagian dari sistem peradilan pidana (criminal justice system). Ini artinya bukan lagi represif non yustisial tetapi bisa melakukan represif pro justisia.
Pasca reformasi tahun 1998 muncul paradigma baru yang menempatkan kembali posisi birokrat bukan dalam status sebagai “penguasa” namun sebagai abdi masyarakat. Konsep Pamong Praja kembali dihadirkan, dalam pemaknaan bahwa pemerintah harus bisa melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Apalagi jika dikaitkan dengan semangat good governance, dimana kinerja birokrat harus diproyeksikan bagi kepentingan dan kesejahtaraan masyarakat. Potret kiprah Satpol PP dalam memainkan perannya sebagai bagian dari birokrasi, oleh masyarakat saat ini dinilai tidak mencerminkan paradigma baru mengenai konsep birokrasi, yaitu sebagai sebuah negara demokratis maka orientasinya harus selalu berpihak pada rakyat. Dari berbagai berita yang muncul di media massa, dikesankan Satpol PP arogan, tidak professional, tidak berpihak kepada rakyat, hanya menjadi alat “Penguasa Daerah”.
9
Kondisi ini sangatlah tidak menguntungkan bagi citra birokrasi karena akan berdampak pada stigma buruk oleh masyarakat, yang pada akhirnya menimbulkan efek tidak produktifnya kinerja birokrasi dalam melayani masyarakat. Padahal jika melihat esensi pembentukan Satpol PP, kehadirannya sangatlah diperlukan oleh karena Satpol PP mempunyai peran untuk untuk membantu Kepala Daerah, dalam hal penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Jika melihat peran ini, posisi Satpol PP adalah sangat strategis, karena kehadirannya akan menjadi bagian signifikan penentu keberhasilan Kepala Daerah menjalankan program-program pemerintahan. Dengan demikian, perlu dikaji kembali mengenai keberadaan Satpol PP, untuk melihat dimana letak kesalahannya serta dicarikan alternatif solusi pemecahan, agar pembentukan Satpol PP tidak menjadikan jalannya pemerintahan semakin buruk, tetapi justru memberikan kontribusi terbentuknya good governance, dan berjalannya program-program pembangunan, karena Peraturan Daerah bisa berjalan dengan baik dan masyarakat bisa mengalami kondisi tentram dan tertib.
Sebuah misi strategis dalam membantu Kepala Daerah untuk menciptakan suatu kondisi daerah yang tenteram, tertib, dan teratur, dan sehingga penyelenggaraan roda pemerintahan dapat berjalan dengan lancar dan masyarakat dapat melakukan aktivitas kegiatan dengan aman tanpa adanya hambatan dan gangguan. Oleh karena itu, di samping menegakkan Peraturan Daerah, Polisi Pamong Praja juga dituntut untuk menegakkan kebijakan Pemerintah Daerah lainnya yaitu Keputusan Kepala Daerah. Selain merupakan amanat Undang-undang, pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja juga didasari adanya kebutuhan daerah karena kehadirannya membantu kepala daerah dalam lingkup bidang tugasnya. Sehingga jelas bahwa kehadiran Satuan Polisi Pamong Praja dengan tugas pokoknya tersebut tidak menimbulkan tumpang tindih dengan institusi lain seperti Polri.
Dari tugas tersebut terlihat bahwa Satuan Polisi Pamong Praja memiliki wilayah tugas dari mulai pendekatan pengayoman, pencegahan hingga penindakan bagi pelanggaran Perda. Dalam hal tugas penindakan barangkali perlu digarisbawahi adanya rambu kewenangan prosedural yang harus jelas dan terukur. Karena ketidak-jelasan tugas tersebut akan dapat menyulitkan Satuan Polisi Pamong Praja sendiri dalam pengerjaan tugas di lapangan. Bahkan tidak mustahil akan terjadi distorsi kewenangan serta benturan dengan masyarakat. Tentu saja
10
hal itu bertentangan dengan tujuan keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja sebagaimana yang seharusnya diemban.
Terganggunya ketentraman dan ketertiban umum di beberapa daerah di Indonesia telah mengakibatkan Indonesia dijuluki ”negara beresiko” (country risk) yang tinggi di antara negara Asean. Country risk yang tinggi telah mengakibatkan hilangnya daya tarik bagi negara lain untuk menanamkan modalnya (investasi) di Indoensia, bahkan investasi di dalam negeri bisa beralih ke luar negeri mencari negara dengan country risk yang rendah. Larinya investasi yang sangat dibutuhkan berakibat pada rendahnya pertumbuhan ekonomi dan rendahnya pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada meningkatnya pengangguran, rendahnya pendapatan, dan mendorong tindak kriminal. Dengan kata lain gangguan ketrentraman dan ketertiban akan menimbulkan gangguan ekonomi. Apabila kondisi ini dibiarkan secara terus menerus akan menimbulkan gangguan kehidupan generasi mendatang yang tidak bisa berperan optimal pada masanya.
Dengan berdasarkan pada pemahaman tersebut maka bisa ditarik suatu kesimpulan, bahwa masalah ketentraman dan ketertiban umum, sebenarnya merupakan salah satu kebutuhan dasar hidup yang harus terpenuhi dahulu, sebelum kebutuhan dasar yang lainnya. Masalah ketentraman dan ketertiban umum sudah menjadi amanat nasional yang tidak boleh dihindari, dimana tanggung jawab keamanan, ketentraman, dan ketertiban umum berada di bawah koordinasi pemerintah. Dalam ruang lingkup nasional, keamanan negara dari gangguan negara asing menjadi tanggung jawab dan berada di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sedangkan keamanan dan ketertiban umum masyarakat (Kamtibmas) dalam lingkup nasional berada di bawah tanggung jawab Polri.
Dalam pemahaman birokrasi pemerintahan, cakupan TNI dan Polri yang sangat luas tidaklah bisa mengakomodir seluruh renik kepentingan daerah. Karena itu tanggung jawab akan ketentraman dan ketertiban umum di daerah dalam pandangan birokrasi pemerintahan adalah tanggung jawab pemerintah daerah. Dalam hal ini salah satu lembaga yang diberi kewenangan untuk penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum adalah Polisi Pamong Praja. Sehingga semua permasalahan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat yang terkait langsung dengan Penegakan Peraturan Daerah yang diindikasikan belum bereskalasi luas menjadi tanggung jawab Polisi Pamong Praja.
Dalam Pasal 255 Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 disebutkan bahwa :
11
(1) Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat.
(2) Satuan polisi pamong praja mempunyai kewenangan:
a. melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada;
b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; dan
d. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
Undang-undang Nomor 23 tahun 2014, khususnya Pasal 255 di atas, menjadi landasan hukum keberadaan Satpol PP. Pasal ini bahkan menuntut pembentukan Satpol PP sebagai kelengkapan struktur pemerintahan daerah. Dengan Undang-undang ini, hampir tak ada lagi daerah yang tidak mempunyai lembaga Satpol PP.
Sesuai PP Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan di dalam Pasal 2 ayat (1) “Untuk membantu kepala daerah dalam menegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, disetiap provinsi dan kabupaten/kota dibentuk Satpol PP.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja, dalam Bab I (1) mengenai ketentuan umum disebutkan Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian perangkat daerah dalam penegakan Peraturan daerah (Perda) dan penyelenggaraan keamanan, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Polisi Pamong Praja adalah anggota Satpol PP sebagai aparat pemerintah daerah dalam penegakan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
Sesuai dengan pasal 4 PP Nomor 6 Tahun 2010 bahwa “Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Kemudian menurut pasal 5 PP Nomor 6 Tahun 2010 bahwa
12
“dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Satpol PP mempunyai fungsi :
a. penyusunan program dan pelaksanaan penegakan Perda, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat.
b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan peraturan kepala daerah.
c. pelaksanaan kebijakan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat di daerah.
d. pelaksanaan kebijakan perlindungan masyarakat.
e. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan peraturan kepala daerah, menyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah, dan atau aparatur lainnya.
f. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum agar mematuhi dan menaati Perda dan peraturan kepala daerah.
g. pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan oleh kepala daerah.
Selanjutnya dalam Pasal 8 PP Nomor 6 Tahun 2010 disebutkan mengenai kewajiban
Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya, yakni :
a. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat.
b. menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja.
c. membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
d. melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidana.
e. menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda dan/atau peraturan kepala daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah memberikan keleluasaan dan kebebasan bagi daerah
untuk mengatur segala potensinya sesuai dengan karakterisik dan budaya masing-masing,
tanpa meninggalkan azas Bhineka Tunggal Ika. Penyelenggaaran pemerintahan daerah
tentunya membutuhkan koordinasi dan sinergi antar perangkat daerah. Salah satunya dalah
keberadaan Satpol PP. Dalam UU nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah
dinyatakan tentang perlunya keberadaan dan keterlibatan Satpol PP. Peran aktif Satpol PP
sangat dibutuhkan dalam konteks penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih luas,
dinamis dan kompleks dengan segala permasalahan yang terkait dengan ketenteraman dan
ketertiban umum.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, situasi dan kondisi
yang kondusif merupakan sesuatu yang diinginkan setiap daerah. Dalam hal ini, eksistensi
13
Satpol PP menjadi penting sebagai perwujudan kinerja dan pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan negara. Peran penting dan stragetis bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah ini menjadi pendukung bagi pemerintahan di tingkat nasional.
Satpol PP yang selama ini memiliki tugas pokok dan fungsi penegakan berbagai kebijakan daerah serta menjaga ketertiban dan ketenteraman umum, merupakan salah satu mata rantai dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada skala lokal dan regional, memiliki kontribusi yang sama besar dengan perangkat daerah lainnya.
Satpol PP adalah bagian dari struktur pengendalian kota atau daerah yang saling terkait dan kadang bertumpang-tindih dengan institusi-institusi pengendalian yang lain. Berbagai macam aparat pengendalian ini mulai dari yang resmi dibuat oleh pemerintah sendiri: kepolisian, jaksa, dan lain-lain hingga siskamling yang „seolah-olah‟ dibuat oleh masyarakat sendiri terdiri dari Satpam (Satuan Pengamanan), Kamra (Hansip) dan ronda membentuk apa yang disebut sebagai surveilence, yakni kesadaran hegemonik yang dibentuk lama sekali sampai tahap di mana masyarakat berpikir terus untuk mengawasi diri mereka sendiri, tanpa harus diawasi, disuruh, dan diperintah lagi.
Satpol PP merupakan salah satu Perangkat Daerah yang bertindak mengawal kebijakan daerah serta menjaga ketenteraman dan ketertiban umum. Hal ini lah yang semestinya diketahui dan dipahami bersama. Di sinilah peran Satpol dan instansi terkait lainnya dalam melakukan deteksi dini dan antisipasi terhadap kemungkinan gangguan keamanan dan ketertiban. Kinerja ini perlu dipertahankan dan bahkan ditingkatkan.
Kesimpulan
Sesuai dengan amanah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan tegas menyatakan bahwa kewenangan yang dimiliki Satpol PP adalah sebagai penegak peraturan daerah, menciptakan ketertiban umum dan ketenteraman dan perlindungan masyarakat sedangkan Polri menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian memiliki fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
14
Daftar Pustaka
A. Gunawan Setiardja, 1990, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat Indonesi., Yogyakarta: Kanisius
Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006,
Abraham Amos, 2005, Sistem Ketatanegaraan Indonesia dari Orla, Orba, sampai Reformasi Telaah Sosiologis Yuridis dan Yuridis Pragmatis, Krisis Jati Diri Hukum Tata Negara Indonesi., Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, ,
Achmad Ali. 1998. Menjelajahi Kajian Empiris. Makassar:Kencana
Agussalim, 2007, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Bogor : Ghalia Indonesia,
Ahmad Syaukani dan A. Hasan Thohari, 2004, Dasar-dasar Politik Hukum, Jakarta : PT. Rajawali Grafindo Persada,
Ateng Syafrudin, 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan Bertanggung Jawab, Bandung:Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan
Azyumardi Azra dan Komarudin Hidayat, 2008, Pendidikan Kewargaan (Civic Education), Demokrasi, Hak Manusia dan Masyarakat Madani, Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Dellyana,Shant.1988, Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty
E.Utrecht, 1960.Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bandung: FHPM Universitas Negeri Padjadjaran,
Edie Toet Hendratno. 2009. Negara Kesatuan, Desentralisasi, dan Federalisme Yogyakarta:Graha Ilmu
Elmi Bachrul, 2002, Keuangan Pemerintah Daerah Otonom di Indonesia, Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Esmi Warassih, 2005. Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: PT. Suryandaru Utama,
F.A.M. Stroink dalam Abdul Rasyid Thalib, 2006, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Aplikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti,
H.M. Arief Mulyadi, 2010. Prinsip-Prinsip Negara Kesatuan dan Desentralisasi Dalam Negara Republik Indonesia, Jakarta: Prestasi Putra Karya,
15
Indroharto, 1994. Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, Bandung: Citra Aditya Bakti
Inu Kencana 2002, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta
Irfan Fachruddin, 2004. Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah, Bandung: Alumni
J.G. Brouwer dan Schilder, 1998, A Survey of Dutch Administrative Law, Nijmegen: Ars Aeguilibri,
Jazim Hamidi dan Kemilau Mutik.2011. Legislative Drafting, Yogyakarta: Tatasmedia
Langganan:
Postingan (Atom)
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia berkaita...
-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap kegiatan yang dilakukan oleh seorang maupun organisasi akan selalu memiliki tujuan...
-
1. Bagaimana sistem informasi manajemen digunakana di seluruh lapisan manajemen pendidikan ? Sekarang ini manusia sud...